23 Digest: Menanti Suku Bunga dan Nasib Saham Batu Bara
Drama suku bunga The Fed masih berlanjut. Akhir tahun, tepatnya 2 November 2023 ini jadi penentuan. Baca selengkapnya plus cerita sektor saham batu bara dan man of the match di pasar saham 2023.
Hai Para Pemikir Duit, kita tiba di era ketidakpastian yang sangat tinggi, yakni ketika The Fed menahan suku bunga, tapi ada iming-iming kenaikan di periode selanjutnya. Hasilnya, pasar saham langsung bergejolak naik-turun cukup tajam.
Nah, dalam 23 Digest Oktober ini, kami akan mengulas beberapa poin penting seperti:
- Arah Pasar Saham Jika The Fed Menaikkan atau Tetap Menahan Suku Bunga
- Bagaimana Nasib Saham Batu bara di 2024 (berhubung banyak banget yang nanya)
- Man of the Match di Pasar Saham Indonesia 2023
- Sisi Gelap Saham Nikel
Pola Historis Respons Pasar Saham Saat The Fed Menaikkan Suku Bunga
Bicara ketidakpastian The Fed, kita bisa mengingat lagi periode 2014-2015, ketika The Fed hanya menyebutkan akan menaikkan suku bunga tanpa memberikan waktunya kapan. Apalagi, mereka telah melakukan tapering off sejak 2013, tapi hingga 2014 tidak kunjung menaikkan suku bunga.
Kenapa kami mengambil contohnya di 2015? karena posisi 2015 dan saat ini cukup sama, yakni sama-sama penuh ketidakpastian apakah The Fed akan menaikkan suku bunga atau tidak. Berbeda dengan periode 2022 di mana jelas, The Fed terus berupaya memangkas inflasi dengan kenaikan suku bunga setiap FOMC. Ditambah, saat 2015, kurs rupiah juga berfluktuasi cukup parah yang kondisinya mirip dengan saat ini. Bedanya dengan 2015 adalah, saat ini suku bunga di AS sudah terlalu tinggi. Semakin tinggi suku bunga AS, semakin tinggi juga risiko ekonomi global. Itu bisa menjadi bumbu pembeda antara saat ini dengan 2015.
Bagaimana kondisi pasar saham waktu itu? bisa dibilang pasar saham cenderung sideways setiap bulannya, meski IHSG sepanjang 2014 mampu mencatatkan pertumbuhan 21,71 persen.
Petaka datang di 2015, beberapa kali IHSG turun cukup dalam secara bulanan di April 7,83 persen, Juni 5,86 persen, serta Agustus dan September masing-masing 6 persen. Hingga sepanjang 2015, IHSG turun 11,3 persen.
Apa penyebabnya? ketidakpastian tingkat suku bunga The Fed.
Sampai jelang penghujung tahun, The Fed tidak kunjung menaikkan suku bunga. Di sini, beberapa analis prediksi, The Fed baru akan menaikkan suku bunga pada 2016. Alasannya simpel, The Fed tidak pernah menaikkan suku bunga di Desember. Namun, petaka datang, The Fed malah menaikkan suku bunga di Desember 2015.
Apa yang terjadi dengan pasar saat itu?
Jelang pengumuman hasil FOMC pada 16 Desember 2015, pasar saham memang cenderung bergerak sangat fluktuatif yang cenderung bearish. Sampai akhir pekan sebelum rapat FOMC, IHSG ditutup turun 1,93 persen. Namun, setelah suku bunga diumumkan naik, pasar saham Indonesia justru naik 4,12 persen dalam 4 hari.
Kenapa begitu? ya karena sudah ada kepastian kalau suku bunga the Fed naik. Sehingga kita bisa sebut market sudah price in. Bahkan, sepanjang Desember 2015, IHSG ditutup naik 3,3 persen, serta selama tiga bulan selanjutnya di 2016 IHSG terus menguat.
Bagaimana dengan saham-saham big caps?
Kami akan mengambil sample beberapa big caps dari sektor saham yang berbeda seperti, BBCA, TLKM, dan ASII. Alasannya ketiga saham ini punya bobot besar ke IHSG.
Saham BBCA mengikuti pola IHSG, sempat turun 3,78 persen dalam periode 5 hari sebelum pengumuman The Fed. Setelah suku bunga dipastikan naik, saham BBCA juga langsung naik 4,63 persen hingga 1 hari setelah pengumuman.
Lalu, secara bulanan di Desember 2015, saham BBCA juga naik 7,47 persen. Meski di 2016, saham bank swasta terbesar di Indonesia itu masih koreksi di Januari sebsar 1,5 persen, dan berlanjut berturut-turut di Maret, April, dan Mei masing-masing 1,3 persen, 1,88 persen, dan 0,38 persen.
Untuk TLKM, jika melihat pergerakan bulanannya pada 2015 agak berbeda. Perseroan mencatatkan kenaikan 1,32 persen pada Oktober dan 9,33 persen pada November.
Namun, jika melihat responsnya terhadap keputusan The Fed, polanya cukup sama dengan IHSG dan BBCA. TLKM mencatatkan penurunan sebesar 2,51 persen pada 10-14 Desember 2015. Lalu mencatatkan kenaikan pada 15-16 Desember hingga 3,81 persen. Meski, saat pengumuman suku bunga The Fed, candle TLKM merah. Adapun, TLKM mencatatkan kenaikan sebesar 5,97 persen sepanjang Desember 2023.
Pola ASII sedikit sama dengan TLKM, perseroan mencatatkan kenaikan sejak Oktober 2015 sebesar 12,92 persen dan November 2015 sebesar 0,42 persen.
Saham ASII pun mulai terkoreksi parah sejak 10-11 Desember 2015. Ketika menyambut Senin 14 Desember 2015, saham ASII mulai menguat sebesar 8,67 persen hingga sehari setelah keputusan The Fed di 17 Desember 2015. Sepanjang Desember 2015 sendiri, saham ASII menguat 1,27 persen.
Kesimpulannya: jika The Fed jadi menaikkan suku bunga pada 2 November 2023, harga saham yang sudah turun tajam, terutama yang punya bobot besar ke IHSG, berpotensi naik. Kenapa? karena sudah ada kepastian The Fed menaikkan suku bunga.
Masalahnya malah jika The Fed mengulur-ulur lagi kenaikan suku bunga. Hal itu bisa memicu spekulasi di kurs mata uang yang juga berefek kepada pasar saham.
Sementara itu, ingat pembeda antara 2015 dengan saat ini adalah posisi suku bunga AS sudah terlampau tinggi. Sehingga efeknya ke ekonomi AS juga cukup besar. Hal itu bisa memberikan efek yang berbeda terhadap pasar saham.
BACA JUGA: Suku Bunga Tinggi Momen Beli Saham Bagus Harga Murah?
Solusinya, jika ingin nyerok bisa mulai dilakukan sekarang dan besok secara bertahap. Sampai akhirnya, kita bisa mengetahui arah market setelah rapat FOMC di 2 November 2023. Jika harga saham naik, setidaknya kita sudah dapat posisi bagus. Namun, jika saham turun, kita masih punya alokasi modal untuk nyerok.
Kira-kira, 2 November 2023 nanti The Fed umumkan kenaikan suku bunga atau masih ditahan ya?
Pertanyaan Terbanyak 2023: Apa Saham Batu bara yang Bagus? Kapan Bisa Nyerok?
tanda-tanda petaka penurunan permintaan India sangat nyata, begini nasib saham batu bara selanjutnya
Dari beberapa saham batu bara yang kami pantau, ada yang sudah merilis laporan keuangan. Hasilnya, laporan keuangan mereka lanjut berdarah-darah.
Misalnya, KKGI memang mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 32 persen menjadi 236 juta dolar AS. Namun, laba kotornya turun 4,95 persen, sedangkan laba bersihnya turun 4,12 persen.
Menariknya, jika lihat breakdown penjualan KKGI, perseroan mencatatkan penurunan penjualan yang cukup tajam dari India dan China. India yang pada periode kuartal III/2022 memiliki kontribusi terbesar senilai 65 juta dolar AS, kini turun 40 persen menjadi 39 juta dolar AS.
Begitu juga dengan China yang tadinya termasuk ketiga terbesar dalam penjualan, kini turun sebesar 55 persen menjadi 12,79 juta dolar AS.
Meski begitu, KKGI mampu menangkap pasar potensial lainnya yang mencatatkan kenaikan signifikan seperti Vietnam naik 250 persen menjadi 21 juta dolar AS, serta Bangladesh naik 181 persen menjadi 31 juta dolar AS.
Untuk KKGI, pendorong kenaikan biaya pokok pendapatan datang dari biaya penambangan yang naik 57 persen menjadi 107 juta dolar AS.
Sementara itu, PTBA dan MCOL kompak mencatatkan penurunan seluruh pos pendapatan hingga laba bersihnya.
Saham PTBA
PTBA mencatatkan penurunan penjualan sebesar 10,72 persen menjadi Rp27,73 triliun. Lalu, laba kotornya turun 57 persen menjadi Rp5,92 triliun. Serta, laba abersihnya turun 62 persen menjadi Rp3,77 triliun.
Di sini, PTBA juga mendapatkan tekanan penjualan ke India yang turun 39,32 persen menjadi Rp4,76 triliun. Meski, India masih menjadi negara tujuan ekspor dengan kontribusi terbesar.
Namun, untuk dari China, PTBA masih mencatatkan kenaikan signifikan sebesar 73 persen menjadi Rp2,55 triliun. Lalu, ada tambahan dari permintaan di Vietnam dan Bangladesh senilai Rp808 miliar dan Rp731 miliar.
Sayangnya, PTBA harus kehilangan potensi penjualan ke Eropa, seperti Italia di mana pada periode sama tahun lalu mampu menghimpun sekitar Rp1,57 triliun, tapi kini sudah tidak ada sama sekali.
Selain itu, tekanan besar ke kinerja PTBA lainnya masih berasal dari kenaikan biaya kontraktor batu bara yang naik 9,31 persen menjadi Rp7,61 triliun, biaya pengangkutan dengan keret naik 36,92 persen menjadi Rp6,21 triliun, serta biaya royalti kepemerintah naik 50,97 persen menjadi Rp3,41 triliun.
Saham MCOL
Seperti halnya PTBA, saham MCOL juga mencatatkan penruunan penjualan sebesar 8 persen menjdai 686 juta dolar AS, sedangkan laba kotornya turun 29 persen menjadi 266 juta dolar AS, serta laba bersihnya turun 30 persen menjadi 177 juta dolar AS.
Jika melihat struktur sumber pendapatannya, MCOL mendapatkan porsi pendapatan terbesar dari Trafigura Pte. Ltd, sebuah perusahaan perdagangan komoditas asal Swiss yang naik 22 persen menjadi senilai 118 juta dolar AS.
Posisi kedua ada Adani Global FZE Group yang berbasis di UAE, tapi punya afiliasi dengan pengusaha asal India, Adani. Penjualan ke Adani turun 56 persen menjadi 110 juta dolar As. Lalu, penjualan ke perusahaan asal China Guangzhou Yuehe Energy Co Ltd., juga turun tipis 5 persen menjadi 92 juta dolar AS.
Kinerja MCOL juga ditekan oleh kenaikan biaya produksi sebesar 9 persen menjadi 409 juta dolar AS. Llau, perseroan juga mencatatkan biaya transport senilai 4,55 juta dolar AS, yang tadinya tidak ada sama sekali.
Dengan sudah munculnya kinerja saham batu bara kuartal III/2023, bagaimana prospeknya?
Prospek Saham Batu bara
Bicara saham batu bara, pastinya punya korelasi kuat dengan harga batu bara dunia.
Saat ini, tren harga batu bara dunia memang turun ke 139 dolar AS per ton. Namun, posisi ini sebenarnya masih sangat menguntungkan bagi para penambang batu bara.
Hanya saja, booming di 2022 itu sangat tinggi sekali hingga ke 400-an dolar AS per ton. Sehingga, basis kinerja keuangan di 2022 terlalu tinggi yang membuat saham sektor ini mengalami penurunan kinerja keuangan.
Untuk bisa menakar prospeknya, kami akan berikan gambaran outlook saham batu bara dari beberapa lembaga riset seperti, Bank of America ekspektasi saham batu bara di 2024 diperkirakan rata-rata ada di 260 dolar AS per ton. Lalu, 2025 ada di 190 dolar AS per ton. Kemudian, pada 2026 ke 140 dolar AS per ton. Lalu, harga batu bara diperkirakan ke 83,2 dolar AS per ton setelah 2026.
Sebenarnya, ekspektasi dari Bank of America itu sangat tinggi sekali. Namun, ada guideline menarik dari data tersebut, yakni bisnis batu bara setidaknya masih bisa tetap menarik hingga 2025-2026.
Selama harga batu bara di atas 100 dolar AS per ton, posisi itu akan sangat menguntungkan saham batu bara. Meski, dalam jangka pendek akan turun cukup dalam karena normalisasi kinerja ini.
Kalau begitu, berapa titik masuk yang menarik untuk saham batu bara yang ada di Indonesia?
Berhubung risiko penurunan kinerja keuangan masih sangat tinggi, kami akan menghitung dengan asumsi yang sedikit lebih rendah dari saat ini.
Untuk itu, kami mengasumsikan ada peluang beberapa saham batu bara bisa turun ke level standard deviasi minus 1. Untuk turun hingga ke standard deviasi minus 2 terlalu berlebihan karena itu berarti ada risiko harga batu bara anjlok di bawah 100 dolar AS per ton atau market crash.
Di sini, kami menggunakan dua asumsi dengan PBV dari laporan keuangan terakhir dan asumsi PE annualized. Hasilnya, harga saham batu bara yang sudah menarik ada HRUM, MCOL, dan UNTR. Namun, untuk MCOL ada notasi saham ini kurang likuid.
Angka yang kami tunjukkan di sini, bukan berarti 100 persen akan dicapai oleh saham-saham tersebut. Angka di bawah ini hanya jadi acuan untuk menghitung risiko beli saham. Misalnya, jika mau beli saham PTBA di harga Rp2.500, berarti harus siap risiko turun minimal ke Rp2.000. Sehingga, kita bisa mengukur peluang dan risiko dari sebuah saham.
Man of The Match Pasar Saham Indonesia 2023, Prajogo atau Salim?
Pasca covid-19, selalu ada saja nama tenar dalam kancah taipan di Indonesia. Misalnya, di 2021 nama Jerry Ng terbang tinggi. Lalu, di 2022 nama Low Tuck Kwong dan Chairul Tanjung juga meroket. Kemudian, di 2023 nama Anthoni Salim dan Prajogo Pangestu yang jadi perbincangan.
Jika dilihat dari polanya, nama-nama itu terbang seiring dengan tren bisnis saat itu. Nama Jerry Ng dan Chairul Tanjung mengemuka setelah bisnis bank digitalnya booming. Begitu juga dengan Low Tuck Kwong yang meroket karena bisnis batu bara booming.
Namun, ada tren yang berbeda di 2023, kedua nama taipan yang muncul tidak memiliki bisnis yang sedang tren, melainkan pergerakan harga saham miliknya yang melaju cepat.
Misalnya, beberapa saham yang terafiliasi di Grup Salim yang naik lebih dari 20 persen sepanjang tahun ini antara lain, BRMS, MEDC, AHAP, DEWA, IMAS, META, dan PANI. Lalu, saham AMMN, yang juga ada jejak Salim di dalamnya sudah naik 284 persen hingga 31 Oktober 2023 sejak IPO di pertengahan tahun ini.
Sementara itu, nama Prajogo juga mencuat setelah ada dua sahamnya yang IPO di tahun ini, dan kinerja harga sahamnya cukup sensaional. Kedua saham itu adalah BREN dan CUAN.
Kedua saham IPO milik Prajogo itu melejit kencang. BREN naik 478 persen sejak IPO, sedangkan CUAN naik 2.562 persen sejak listing di BEI.
Selain keduanya, saham BRPT juga melesat sebesar 33 persen sepanjang tahun ini, sedangkan TPIA naik 9 persen.
Kunci dari Lonjakan Kekayaan dan Saham Dua Taipan Ini
Lonjakan kenaikan harga saham kedua taipan itu turut mengerek lonjakan kekayaan keduanya di 2023. Misalnya, kekayaan Prajogo selama 2023 telah bertambah sekitar Rp195 triliun, sedangkan Salim telah naik sebesar 65 triliun.
Adapun, 73 persen kekayaan Prajogo saat ini baru didapatkan pada tahun ini. Artinya, ada peran besar dari saham CUAN dan BREN yang mengerek kekayaan sang taipan.
BACA JUGA: BREN dan AMMN Capai 10 Big Caps, Bisa Bertahan Berapa Lama?
Begitu juga dengan Salim, 43 persen kekayaannya saat ini yang senilai Rp150 triliun itu baru didapatkan sepanjang 2023.
Lalu, apa triggernya?
Pertama, adalah aksi korporasi. Hal itu terlihat dari lonjakan harga saham DEWA, BRMS, PANI, dan CUAN. Grup Salim diduga mulai masuk ke BRMS pada 2022. Lalu, perseroan juga berencana masuk ke DEWA.
Untuk PANI sendiri sebenarnya lebih ke efek backdoor listing yang membuat ekspektasi melejit. Apalagi, yang borong saham PANI adalah konsorsium Agung Sedayu Grup bersama APLN dan Salim.
Hal itu juga berlaku untuk CUAN yang lagi agresif akuisisi banyak aset, mulai akuisisi SMMT hingga yang terbaru PTRO.
Semua itu membuat saham-saham tadi terlihat menarik dan bisa terbang melampaui sektoralnya.
Kedua, sentimen sektoral seperti IMAS yang meroket karena ada rencana pembebasan bea masuk mobil rakit listrik. Begitu juga dengan BREN yang sahamnya dihubungkan sebagai salah satu saham ESG menyaingi PGEO di sektor panas bumi.
Ketiga, ekspektasi kinerja di masa depan. Seperti, PANI dan META digadang-gadang punya potensi kinerja keuangan bagus di masa depan. Asumsinya, saham PANI punya banyak land bank di kawasan PIK Jakarta, sedangkan META dianggap potensial karena ketiban proyek jumbo senilai Rp20-an triliun.
Jika bicara man of the match, saya pikir keduaya hampir imbang karena sama-sama aktif mengakuisisi di tahun ini. Namun, siap-siap, di tahun depan, saham-saham keduanya yang melejit bisa saja mulai konsolidasi terlebih dulu.
Apabila kamu tidak dapat saham-saham milik Salim dan Prajogo dari harga bawah, lebih baik cari saham lain yang lebih potensial saja.
Kira-kira siapa ya taipan yang bakal bersinar di 2024? Hary Tanoe? Emtek Group? Sinarmas Group, atau Grup Djarum?
Semoga badai cepat berlalu, dan di akhir tahun 2023 kita bisa tersenyum ya. Semangat semuanya.
Mau dapat guideline saham dividen 2024?
Pas banget, Mikirduit baru saja meluncurkan Zinebook #Mikirdividen yang berisi review 20 saham dividen yang cocok untuk investasi jangka panjang lama banget.
Kalau kamu beli #Mikirdividen edisi pertama ini, kamu bisa mendapatkan:
- Update review laporan keuangan hingga full year 2023 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
- Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
- Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
- Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)
Tertarik? langsung saja beli Zinebook #Mikirdividen dengan klik di sini