3 Saham Dividen Rutin yang Stabil dan Cashflow Tebal

Kalau kamu trader pasti suka saham yang berflluktuasi, tapi kalau kamu investor pasti lebih suka saham yang kinerja bisnisnya stabil dan rutin bagi dividen. Nah, ini 3 saham stabil tersebut

3 Saham Dividen Rutin yang Stabil dan Cashflow Tebal

Mikirduit – Investor saham harus memahami ada beberapa jenis bisnis yang bisa diperhatikan sebelum membeli saham. Dari tipe bisnis disrupsi market yang ada (tapi ini belum sih di Indonesia), bisnis yang sifatnya berdagang, bisnis produksi dan penjualan (kinerjanya berpotensi fluktuatif sesuai permintaan), bisnis komoditas, bisnis jasa, dan bisnis penyewaan. Nah, kami akan mengulas dua bisnis terakhir yang cukup menarik untuk investasi jangka panjang. 

Sebenarnya, bisnis jasa dan penyewaan secara spesifik banyak lagi jenisnya. Misalnya, jasa kontraktor pertambangan, jasa penyewaan listrik, penyewaan tenant, hingga jasa keluar masuk pelabuhan. Dari beragam jenis itu, tingkat fluktuasinya tergantung jasa yang ditawarkan. Seperti, jasa kontraktor pertambangan, industri, atau komersial bakal lebih berfluktuasi bisnisnya, marginnya pun bisa naik turun.

Di sini, kami melihat ada saham di bisnis jasa dan penyewaan yang cenderung stabil karena permintaan jasanya berasal dari berbagai segmen bisnis. Dengan model bisnisnya, karakter saham di sini punya free cashflow tebal yang bisa digunakan untuk persiapan ekspansi hingga dividen. Berikut ini 3 saham yang bisnisnya jasa maupun penyewaan produk yang cocok untuk jangka panjang.

Saham POWR

Bisnis POWR ini bisa dibilang sederhana, yakni menyewakan aliran listrik yang mereka miliki. Jadi, POWR punya tiga pembangkit listrik, yakni Jababeka Power Plant, MM-2100 Power Plant, dan Babelan Power Plant. 

Pembangkit listrik terbesarnya adalah Jababeka Power Plant dengan kapasitas 755 megawatt. Pembangkit listrik berbasis gas dan uap ini menjadi yang power plant tertua dan terbesar milik POWR. 

Pembangkit listrik Babelan Power Plant menjadi terbesar kedua dengan kapasitas 2x140 Megawatt. Pembangkit listrik ini menggunakan energi batu bara yang dikombinasikan dengan biomassa. 

Terakhir, ada MM-2100 Power Plant yang berbasis gas dengan kapasitas 109 Megawatt. 

Di luar itu, POWR juga mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya, meski kapasitasnya masih cukup rendah sekitar 15 Megawatt peak pada 2023 silam. 

Di sini, POWR mendapatkan pendapatan dari hasil sewa energi listrik yang dihasilkan. Dengan berada di kawasan industri padat seperti Jababeka, MM-2100, dan Babelan, permintaan listrik POWR cenderung stabil. Ada penurunan jika aktivitas industri juga sedikit turun. 

Hal itu terlihat saat pandemi Covid-19 pada 2020, POWR mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 20,8 persen karena aktivitas industri yang menurun karena pembatasan mobilitas. 

Karakter bisnis seperti POWR ini juga tidak menjanjikan pertumbuhan bisnis yang agresif, tapi cenderung moderat. Dari 2013 hingga 2023, rata-rata pertumbuhan pendapatan POWR hanya sebesar 2,95 persen per tahun. 

Lalu, dari segi tingkat margin keuntungan bersih dalam periode 2013-2023 itu sekitar 15,49 persen. Rata-rata free cashflow POWR sejak 2018 hingga saat ini mencapai di atas Rp1 triliun. Namun, saat mode ekspansi, seperti pembangunan pembangkit listrik free cashflownya baru mulai mencatatkan negatif.

Dengan bisnis yang cenderung stabil, POWR juga rutin bagi dividen sejak IPO di BEI pada 2016. Rata-rata tingkat dividen yield akumulasi interim dengan final sekitar 16-20 persen per tahun. 

Untuk harga POWR, saat ini sudah cukup murah dengan asumsi harga wajar ada di Rp875 per saham. Tantangan dari POWR adalah apa rencana ekspansi perseroan ke depannya, menambah pembangkit listrik baru atau ekspansi penyediaan listrik di kawasan industri yang baru? ini yang masih belum terjawab sampai saat ini.

Saham POWR Turun 15 Persen Dalam 5 Tahun, Masih Menarik?
Saham POWR mencatatkan penurunan sebesar 15 persen dalam 5 tahun. Apakah, saham ini masih menarik?

Saham IPCC

IPCC adalah emiten yang memiliki jasa pengelolaan bongkar muat di pelabuhan. Jadi aktivitasnya mengurus barang dari pelabuhan naik ke kapal, sedangkan saudaranya IPCM lebih mengurus kapal keluar-masuk dari pelabuhan. Beberapa pelabuhan yang menjadi area dari IPCC antara lain, Tanjung Priok, Belawan (Sumatra Utara), Makassar, Pontianak, Panjang (Lampung), dan Gresik.

Mayoritas, bisnis IPCC membantu perpindahan barang dalam bentuk kendaraan seperti produk otomotif untuk ekspor dan impor. Untuk itu, kinerja IPCC sempat diuntungkan oleh meningkatkan volume produksi mobil CBU di awal 2022 dari Hyundai. 

Secara struktur bisnis, pendapatan perseroan terbesar berasal dari pelayanan jasa terminal yang mencapai 90 persen. Sisanya terbagi ke pelayanan jasa barang, pelayanan rupa-rupa usaha, pengusahaan tanah, bangunan, air, dan listrik. 

Dari bisnis itu, sejak 2017 sampai proyeksi kinerja IPCC di 2023, pendapatan perseroan rata-rata tumbuh 8,89 persen per tahun. Tingkat net profit marginnya sekitar 21,14 persen. Tren net profit marginnya cenderung turun dibandingkan 2017 yang sempat mencapai 30 persen. 

Dengan karakter bisnis ini, IPCC menjadi salah satu saham rutin dividen yang cukup jumbo sekitar 12 persen sampai 15 persen untuk akumulasi interim dengan finalnya. Apalagi, dari segi free cashflow-nya cukup stabil positif sejak IPO di kisaran Rp100 miliar. Tercatat hanya di 2018 free cashflow IPCC negatif Rp314 miliar.

Salah satu tantangan dari IPCC adalah kehadiran pelabuhan Patimban, yang tidak dikelola oleh perseroan. Namun, dalam public expose di pertengahan tahun 2023, manajemen IPCC menyakini keberadaan Patimban tidak akan mempengaruhi kinerja perseroan. 

Meski, beberapa brand yang memiliki kapal yang bisa dilayani Patimban mulai melakukan ekspor melalui pelabuhan tersebut. Manajemen IPCC menilai perseroan tetap tumbuh dengan potensi trafik kargo kendaraan CBU dan alat berat yang masih memilih IPCC sebagai tujuan utama terminal kendaraan. Sehingga adanya perpindahan ekspor kendaraan via Patimbang, bisnis IPCC tetap bisa bertumbuh. 

Perseroan pun berharap dengan target kuota ekspor kendaraan dari pemerintah sebanyak 1 juta kendaraan di 2025, hal itu membuat fasilitas Patimban dan IPCC bisa dikombinasikan untuk melayani ekspor tersebut. 

Posisi harga saham IPCC saat ini pun bisa dianggap berada di level wajarnya sekitar Rp700 per saham. Meski begitu, risiko balik ke Rp460 cukup besar jika ada penurunan aktivitas di terminal. Risiko saham IPCC adalah jika aktivitas ekspor dan impor produk otomotif di daerahnya lesu. Hal itu bisa berdampak terhadap kinerja perseroan. 

Saham PWON

PWON menjadi salah satu saham properti yang memiliki karakter berbeda dengan saham properti yang ada di Indonesia. PWON hampir mirip dengan PLIN yang mayoritas pendapatannya berasal dari recurring income. 

Sampai kinerja kuartal III/2023, PWON mencatatkan 74,86 persen pendapatannya dari recurring income. Sumber pendapatan berulang PWON berasal dari pusat perkantoran, mall, apartemen, dan hotel. 

Jika dilihat, sumber pendapatan berulang terbesar PWON berada di Surabaya senilai Rp2,48 triliun. Lalu, disusul Jakarta senilai Rp1,77 triliun, dan Jawa Tengah Rp309 miliar. PWON juga punya net profit margin cukup tebal sekitar 23 persen. Tingkat free cashflow tahunannya berkisar di atas Rp500 miliar hingga Rp1,8 triliun.

Meski begitu, salah satu kekurangan PWON adalah dengan model bisnisnya itu, perseroan hanya membagikan dividen dengan rata-rata tingkat yield sekitar 2-3 persen per tahun. Rata-rata dividen itu kecil karena tingkat dividend payout ratio-nya juga rendah sekitar 20 persen dari laba bersih. 

PWON sendiri masih terus melakukan ekspansi dengan akusisi mall dan lahan. PWON pun disebut bakal mengakuisisi lahan seluas 12,4 hektar di Batam senilai Rp372 miliar. Lalu, perseroan juga baru akuisisi Four Point Kuta di Bali pada Maret 2023. 

PWON juga berencana ekspansi ke ibukota baru di Kalimantan, salah satunya superblok senilai Rp5 triliun. Superblok itu juga akan terdiri mall dan hotel dan pembangunan dimulai pada 2024. 

Harga saham PWON pun bsia dibilang lagi murah dengan asumsi harga wajar dari proyeksi laba bersih per saham di 2023 senilai Rp41,28, berarti sekitar Rp605 per saham.

Alasan Saham Properti masih Oke, Meski Harga Rumah Sulit Naik
Sebelumnya, kami menulis investasi properti sudah tidak menarik lagi, tapi bagaimana dengan sahamnya? baca selengkapnya di sini

Kesimpulan

Emiten dengan karakter bisnis jasa hingga penyewaan ini memiliki kelebihan dari segi cashflow yang lebih stabil. Untuk itu, emiten dengan karakter seperti ini rutin bagi dividen. Pasalnya, mereka hanya akan melakukan ekspansi jika dirasa prospeknya oke, sedangkan prospek bisnisnya saat ini cenderung stabil

Meski, dalam kasus PWON, mereka cenderung membagikan dividen payout ratio kecil karena masih punya banyak rencana ekspansi akuisisi tanah dan mall, serta lainnya. 

Namun, emiten seperti cenderung kurang agresif dari segi pergerakan harga saham karena rencana ekspansi yang tidak seagresif sektor lainnya. Karakter saham ini cocok untuk jangka panjang, selama tingkat dividennya dirasa cocok ya. Kalau dirasa kecil, bisa cari saham lain. 

Kamu ada hold salah satu saham di sini?

Mau Ikut Ngopdar Online Mikirduit Bahas Dividend Investing Till Multibagger?

Event ini khusus untuk kamu yang sudah jadi member Mikirdividen, bagi kamu yang belum dan mau ikutan event (yang bakal jadi rutin) secara FREE, yuk join Mikirdividen. Kamu akan mendapatkan:

  • Update review laporan keuangan hingga full year 2023-2024 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan (HINGGA Maret 2025)
  • Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
  • Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
  • Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)
  • Publikasi eksklusif bulanan untuk update saham mikirdividen dan kondisi market

Tertarik? langsung saja beli Zinebook #Mikirdividen dengan klik di sini

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini