3 Saham Ini Dapat Berkah Ekspor Listrik ke Singapura?

Ada 3 saham yang digadang-gadang diuntungkan dari rencana ekspor listrik ke Singapura. Namun, dari list terbaru hanya 2 yang sudah dapat izin sebagai importir dari Singapura. Kira-kira gimana prospeknya ya?

3 Saham Ini Dapat Berkah Ekspor Listrik ke Singapura?

Mikirduit – Rencana Indonesia mengekspor listrik ke Singapura sekitar 3 Gigawatt pada periode 2027-2035 diburu oleh tiga emiten yang sudah mendapatkan izin dari Singapura untuk mendistribusikan listrik ramah lingkungan tersebut. Kira-kira, bagaimana prospek emiten yang mendapatkan berkah dari ekspor listrik ke Singapura tersebut? 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan ekspor listrik ramah lingkungan ke  Singapura mencapai 3 gigawatt dengan nilai 30 miliar dolar AS atau sekitar Rp308 triliun. 

Nantinya, listrik ramah lingkungan itu akan berasal dari pembangkit listrik energi baru dan terbarukan di Kepulauan Riau untuk periode 2027 hingga 2035. 

Ekspor listrik mulai dilakukan pada 2028 dengan ketentuan pada awal periode hanya dilakukan oleh 5 konsorsium, sedangkan pada 2030 bertambah 2 konsorsium menjadi 7 konsorsium.

Jika merujuk angka-angka ini, berarti potensi nilai ekspor listrik Indonesia ke Singapura setiap tahunnya dalam 8 tahun itu sekitar Rp38 triliun per tahun. 

Adapun, 5 konsorsium yang mendapatkan izin distribusi listrik ke Singapura antara lain:

  • Pacific Medco Solar Energi Pte. Ltd, kolaborasi antara Grup Medco dengan Grup Salim. Total kapasitas listrik sekitar 0,6 Gigawatt
  • Adaro Solar Internasional Pte. Ltd, sekitar 0,4 Gigawatt
  • EDP Renewables APAC sekitar 0,4 Gigawatt
  • Vanda RE Pte, Ltd, konsorsium dari Grup Gurin dan Gentari (Perusahaan asal Malaysia) sebesar 0,3 Gigawatt
  • Keppel Energi Pte. Ltd sebesar 0,3 Gigawatt

Lalu, dua konsorsium lainnya yang akan masuk pada 2030 antara lain, Total Energies RGE dan Shell Vena Energi Consortium.

3 Emiten yang DIisukan Terkait dengan Ekspor Listrik

Jika dilihat dari nama konsorsium yang masuk, ada dua emiten yang terkait, yakni MEDC dan ADRO. Lalu, ada juga kabar TOBA terkait salah satu konsorsium yang ekspor listrik ke Singapura, meski namanya tidak muncul secara eksplisit. Lalu, gimana prospek kinerja masing-masing emiten yang terkait dengan ekspor listrik tersebut?

Saham MEDC

Pertama, MEDC yang berkongsi dengan Grup Salim saat ini memang sudah memiliki porsi pendapatan dari penjualan energi listrik baru terbarukan. Dari sisi hasil produksi listrik, baru sekitar 20 persen dari total 2.003 Gigawatt hours (GWh). Untuk ekspor listrik ke Singapura, MEDC lewat anak usaha Medco Power dengan konsorsium dari Grup Salim membangun pembangkit listrik tenaga surya di Pulau Bulan, Kepulauan Riau dengan kapasitas 670 megawatt peak untuk tahap awal. 

Pembangkit listrik tenaga surya itu sudah mulai dikerjakan sejak 2021 dengan tujuan ekspor listrik ke Singapura. 

MEDC juga mendapatkan kuota kapasitas ekspor listrik ke  Singapura terbesar, yakni 0,6 Gigawatt dibandingkan dengan empat konsorsium lainnya. 

Dengan menggunakan asumsi gross total 30 miliar dolar AS ekspor listrik ke Singapura selama 8 tahun, artinya setiap 1 Gigawatt setara dengan 8,82 miliar dolar AS. 

Lalu, jatah Grup MEDC sekitar 0,6 Gigawatt, berarti setara 5,29 dolar AS atau Rp81,52 triliun. (Kurs Rp15.400 per dolar AS). Namun, itu bukan angka per tahun, melainkan 8 tahun. Sehingga setiap tahunnya akan senilai 661,76 juta dolar AS atau setara Rp10,19 triliun. 

Apakah nilai itu besar bagi MEDC? 

Sampai semester I/2024, nilai pendapatan MEDC dari pembangkit listrik itu cuma sekitar 117,83 juta dolar AS. Jika dihitung dengan kurs acuan laporan keuangan nilainya setara Rp1,93 triliun. Jika disetahunkan atau annualized, berarti menjadi sekitar 234 juta dolar AS atau Rp3,86 triliun. 

Jika 50 persen dari sumber pendapatan ekspor listrik itu masuk ke laporan konsolidasi MEDC, berarti ada potensi tambahan pendapatan hingga Rp5 triliun yang hampir lebih dari 1 kali pendapatan dari listrik saat ini. 

Namun, hal itu tidak mengubah lanskap bisnis MEDC sebagai perusahaan migas. Meski, mendapatkan tambahan 300 jutaan dolar AS per tahun dari ekspor listrik, bisnis migas MEDC tetap mendominasi kontribusi ke pendapatan dan laba bersih. 

Saham ADRO

Kedua, ADRO melalui Adaro Solar Internasional Pte. Ltd, mendapatkan jatah kapasitas sekitar 0,4 gigawatt. Kapasitas itu menjadi yang terbesar kedua bersama EDP Renewables. 

Dengan angka kapasitas itu, berarti potensi pendapatan ADRO dari bisnis ekspor listrik itu sekitar 3,52 miliar dolar AS atau setara Rp54,35 triliun. Jika dihitung per tahun menjadi 441,17 juta dolar AS atau Rp6,79 triliun. 

Jika dibandingkan dengan pendapatan ADRO secara keseluruhan, total pendapatan itu memang tidak besar, tapi bisa membantu dorong pertumbuhan bisnis di saat tren pendapatan dari batu bara yang menurun. 

Untuk gambaran, pendapatan ADRO sampai semester I/2024 mencapai 2,97 miliar dolar AS, sehingga jika disetahunkan bisa mendekati 6 miliar dolar AS. 

ADRO lewat PT Adaro Clean Energi Indonesia sudah merencanakan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya di Kepulauan Riau sejak 2022.

💡
Perkiraan pendapatan dari ekspor listrik ke singapura ini menggunakan asumsi total nilai proyek 2027-2035 dengan kapasitas listrik yang didapatkan masing-masing konsorsium. Artinya, nilai masih gross dan bisa dipotong pajak dan hal lainnya, mengingat terakhir kerja sama antara Indonesia dengan Singapura ini sifatnya Government to Government bukan Business to Business.

Saham TOBA

Nama TOBA muncul menjadi salah satu yang terefek dalam rencana ekspor listrik ke Singapura tersebut, meski namanya tidak termasuk dalam kelima hingga tambahan dua yang mendapatkan jatah ekspor listrik periode 2027-2035. 

Namun, nama TOBA dianggap tetap masuk setelah sebelumnya ada delapan perusahaan yang membentuk konsorsium Indonesia Solar Panel Industry & Renewable Alliance (Inspira). Konsorsium itu terdiri dari anak usaha ADRO, MEDC, dan TOBA, serta ada lima perusahaan original equipment Manufacturer (OEM) pada akhir 2023 silam. Tujuannya sama seperti berita yang baru muncul belakangan ini, yakni untuk ekspor listrik ke  Singapura. 

Apalagi, pada akhir 2023, TOBA juga melakukan kerja sama terkait penyewaan waduk dengan BP Batam dan PT Batam Sarana Surya untuk proyek pembangkit listrik tenaga surya. 

Nantinya, PLTS akan dibangun secara terapung di waduk Duriangkang dan Tembesi selama 25 tahun. 

Teranyar (April 2024), TOBA melalui anak usahanya PT Batam Tirta Surya disebut telah mendirikan perusahaan patungan dengan PLN untuk penyediaan PLTS terapung di waduk tembesi dengan kapasitas 46 megawatt peak. Dalam perusahaan patungan itu, TOBA pegang 49 persen, sedangkan sisanya PLN. 

Namun, apakah rencana pembangunan PLTS di Batam itu termasuk rencana ekspor listrik ke Singapura, serta strategi TOBA ekspor listrik ini bekerja sama dengan ADRO atau MEDC? itu yang masih misterius. 

Sementara itu, sampai semester I.2024, sumber pendapatan TOBA dari pembangkit listrik sudah mencapai 29,64 juta dolar AS dan menjadi sumber pendapatan terbesar ketiga, sedangkan laba sebelum pajak mencapai 8,62 juta dolar AS atau sumber laba terbesar kedua setelah batu bara.

Tips Investasi dan Atur Uang yang Simpel Anti Pusing di Kantong Ajaib
Investasi tidak cuma bicara keuntungan yang besar, tapi juga disesuaikan dengan target kapan dana itu akan digunakan. Berikut ini langkah simpel atur keuangan anti pusing

Kesimpulan

Dalam pergerakan harga saham ketiga emiten, hanya TOBA yang mencatatkan kenaikan signifikan, meski namanya tidak secara eksplisit muncul sebagai importir listrik yang sudah dapat izin dari Singapura menurut data terbaru. 

Namun, tidak bisa dipastikan TOBA juga dapat jatah, jikapun dapat berarti statusnya menjadi subvendor dari salah satu konsorsium yang sudah mendapatkan izin sebagai importir listrik. Jika jadi konsorsium utama tambahan, TOBA akan masuk ekspor pada 2030 atau malah saat perpanjangan kerja sama hingga 2035. Sehingga, seharusnya saham yang menarik dengan kondisi ini adalah  ADRO atau MEDC. 

Dengan kondisi ini, kami menilai saham MEDC bisa jadi menarik jika nantinya ekspor listrik dilakukan. Pasalnya, saham MEDC tengah mengalami penurunan setelah harga minyak mendekati level 70 dolar AS per barrel. 

Dengan asumsi wajar PBV band 5 tahun, saat ini posisi harga saham MEDC bisa dibilang berada di area fair value (belum murah banget) dengan harga wajar di Rp1.193 per saham. Jika saham MEDC bisa turun di bawah Rp1.100 hingga di area Rp900-an per saham, itu menjadi posisi beli menarik sambil menunggu sentimen pengiriman atau kabar terbaru terkait ekspor listrik ke Singapura yang bisa jadi cerita tahunan. 

Sementara itu, ADRO juga terhitung cukup mahal dan harga sahamnya dalam tekanan karena penurunan harga batu bara dalam jangka pendek.Jika menggunakan asumsi flat kinerja keuangan ADRO yang masih tertekan, harga wajarnya ada di sekitar Rp2.600-an per saham. Namun, dengan asumsi kinerja pulih, tingkat harga wajar saham ADRO ada di Rp3.426 per saham. 

Dari ketiga saham ini, mana yang menurutmu masih menarik?

Mulai Langkah Investasi Saham-mu dengan Dua Program Mikirduit Ini!

Kamu bisa mulai perjalanan investasi saham-mu dari nol dengan Saham Pertama, yang bisa dijadikan guideline dasar untuk membentuk strategi investasimu sendiri.

Promo Saham Pertama September: Diskon Rp100.000 menjadi Rp200.000 dengan benefit:

  • e-Book Saham Pertama
  • Rekaman Seminar Saham Pertama
  • Kalkulator harga wajar

Checkout sekarang dengan klik di sini

Jika kamu mau paket lengkap dengan analisis 31 saham dividen untuk jangka panjang, grup diskusi, publikasi bulanan, dan event online bulanan, bisa join PAKET SEPTEMBER CERIA diskon Rp400.000 menjadi Rp500.000 (untuk periode satu tahun Mikirdividen). Benefitnya:

  • Semua yang di Saham Pertama
  • Member Mikirdividen (1 tahun)
  • 31 Ulasan Saham Dividen (update per 3 bulan)
  • 24 Digest Publikasi Bulanan (update setiap akhir bulan)
  • Grup Diskusi
  • Event online bulanan

Daftar sekarang dengan klik di sini

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini

Referensi: