3 Saham Notasi Khusus yang Diskon dengan Fundamental Menarik

Saham masuk notasi khusus bukan akhir, tapi justru peluang jika secara fundamental menarik. Berikut ini, ulasan 3 saham yang mencoba bangkit setelah terpuruk di papan notasi khusus.

3 Saham Notasi Khusus yang Diskon dengan Fundamental Menarik

Mikirduit – Sejak BEI menerapkan papan notasi khusus yang diperdagangkan dengan full call auction, ada strategi investasi (lebih ke-trading jangka menengah) yang alternatif, yakni mencari saham yang di bawah Rp50 per saham dengan fundamental yang tidak terlalu buruk. Ekspektasinya, jika kinerja saham itu perlahan pulih, harga saham juga diharapkan bisa mencatatkan kenaikan. Lalu, apa saja sahamnya dan strategi jual-belinya? 

Sebelum ke list 5 saham di bawah gocap yang mungkin bisa menarik secara angka-angka fundamental, kami ulas sedikit cara untuk screeningnya. Kami menggunakan tiga indikator:

  • Debt to equity ratio (DER) di bawah 1 kali untuk melihat risiko utang jika dibandingkan dengan ekuitas
  • Interest Coverage Ratio (ICR) di atas 1 kali untuk melihat kemampuan emiten membayar cicilan utang dibandingkan dengan posisi laba usaha
  • Price to earning (PE) di bawah 10 kali, serta di atas 0 kali, untuk bisa dapat pilihan saham yang punya valuasi masih murah jika dibandingkan dengan kinerja laba bersihnya. 

Setelah mendapatkan screening, kita bisa cek historis emiten tersebut untuk mengetahui kenapa dia bisa turun ke bawah gocap atau bisa menjadi gocap sebelum ada full call auction. Lalu, jika sudah yakin, kamu bisa mulai pilih dan terpenting alokasi modal harus kecil 1-5 persen dari total portofoliomu, jika modalmu masih kecil bisa 10 persen dari total modal. 

Kenapa harus modal kecil? karena ini adalah saham-saham yang memiliki tingkat risiko sangat tinggi dan tidak begitu likuid karena diperdagangkan dengan skema full call auction. 

Dengan skema ini, apa saja 3 saham di bawah gocap yang secara fundamental menarik?

Saham CSIS

CSIS adalah emiten kawasan industri yang memiliki beberapa area seperti, Kawasan Industri Sentul yang memiliki luas sekitar 104 hektar di Bogor, serta kawasan industri Cikembar seluas 220 hektar di Sukabumi. 

CSIS melakukan IPO pada 10 Mei 2017 dengan melepas 207 juta lembar saham baru atau setara 15,84 persen dari total saham dengan harga Rp300 per saham. Dari IPO,CSIS mendapatkan dana sekitar Rp62,1 miliar.

Secara historis, setelah IPO pada 2017, saham CSIS sempat berada di area Rp2.000-an per saham. Namun, setelah mencapai harga saham tertinggi itu, harga CSIS terus merosot ke Rp300-an per saham. Bahkan, sempat sebentar berada di area Rp50 per saham pada Februari 2019. 

Setelah Covid-19, harga saham CSIS berfluktuasi di bawah Rp100 per saham. Hingga terakhir kenaikan tertinggi terjadi pada November 2021 yang tembus Rp190-an per saham. 

Setelah sahamnya tidak bergerak di Rp50 dan masuk syarat notasi khusus, saham CSIS pun turun ke bawah gocap dan sempat berada di Rp16 hingga Rp17 per saham. Hingga kini harga sahamnya berada di area Rp46 hingga Rp47 per saham. 

Pertanyaannya, apa yang membuat saham CSIS ini berfluktuatif signifikan? 

Kawasan Industri Sentul yang memiliki luas sekitar 104 hektar di Bogor, serta kawasan industri Cikembar seluas 220 hektar di Sukabumi. 

CSIS melakukan IPO pada 10 Mei 2017 dengan melepas 207 juta lembar saham baru atau setara 15,84 persen dari total saham dengan harga Rp300 per saham. Dari IPO,CSIS mendapatkan dana sekitar Rp62,1 miliar.

Secara historis, setelah IPO pada 2017, saham CSIS sempat berada di area Rp2.000-an per saham. Namun, setelah mencapai harga saham tertinggi itu, harga CSIS terus merosot ke Rp300-an per saham. Bahkan, sempat sebentar berada di area Rp50 per saham pada Februari 2019. 

Setelah Covid-19, harga saham CSIS berfluktuasi di bawah Rp100 per saham. Hingga terakhir kenaikan tertinggi terjadi pada November 2021 yang tembus Rp190-an per saham. 

Setelah sahamnya tidak bergerak di Rp50 dan masuk syarat notasi khusus, saham CSIS pun turun ke bawah gocap dan sempat berada di Rp16 hingga Rp17 per saham. Hingga kini harga sahamnya berada di area Rp46 hingga Rp47 per saham. 

Pertanyaannya, apa yang membuat saham CSIS ini berfluktuatif signifikan?

Setelah IPO, ada berbagai berita liar terkait CSIS seperti rencana perseroan membangun proyek properti Olympic City senilai Rp25 triliun dalam 15 tahun. Kabar itu mencuat sejak 2017.

Sayangnya, sampai 2019, cerita itu masih rencana dan tidak berimplikasi langsung terhadap kinerja emiten real-estate yang fokusnya di kawasan industri dan komersial tersebut. 

Bahkan, CSIS mencatatkan kerugian di 2018 senilai Rp30 miliar dan 2019 senilai Rp7 miliar. CSIS sempat bergerak lagi di 2021 setelah kinerja mulai bertumbuh di 2020-2022 setelah kembali mencatatkan laba bersih di 2020 senilai Rp3 miliar dan 2021 senilai Rp10 miliar hingga berlanjut di 2022 senilai Rp12 miliar. Sayangnya, kinerja CSIS di 2023 kembali menyusut dengan hanya mencatatkan laba bersih Rp1 miliar. 

Sementara itu, kinerja laba bersih CSIS per semester I/2024 mencatatkan kenaikan sebesar 1.459 persen menjadi Rp10,74 miliar. Kenaikan laba bersih itu didorong oleh kenaikan pendapatan sebesar 191,16 persen menjadi Rp56,61 miliar. 

Kenaikan kinerja pendapatan itu karena ada beberapa pembelian yang besar seperti dari PT Alpha Sierra Investama senilai Rp14,94 miliar, Bapak Sanasi Boenjamin senilai Rp13,47 miliar dan pihak lainnya. 

Karakter bisnis CSIS ini memang fluktuatif karena sesuai dengan tingkat penjualan properti hingga kavling tanah yang laku. Sehingga, kami menilai jika ada tren kenaikan harga saham CSIS itu hanya untuk merespons realisasi kinerja jangka pendek saja.

Apalagi, dalam jangka pendek, per akhir 2023, CSIS mengungkapkan tidak ada aksi korporasi di 2024 termasuk rencana menambah land banknya. Sampai semester I/2024, CSIS masih memiliki persediaan senilai Rp388 miliar.

Saham Gocap Ini Rutin Bagi Dividen, Menarik atau Bye Aja?
Percaya nggak, ada saham gocap yang rutin bagi dividen? berarti kinerja keuangannya bagus ya? tapi kenapa bisa jadi gocap?

Saham BLTA

BLTA merupakan emiten terkait perkapalan yang memiliki klien perusahaan migas, trader, dan manufaktur seperti Pertamina, Petronas, TPIA, PTT, Wilmar, dan masih banyak lagi. 

BLTA IPO sejak 26 Maret 1990 dengan harga IPO Rp8.500 per saham. Emiten ini pernah mencapai level tertingginya pada 2008 di angka Rp1.880 per saham. Namun, setelah itu harga sahamnya turun selaras dengan penurunan kinerja keuangan. Kala itu, kinerja BLTA mengalami kerugian hingga Rp10 triliun. 

Kondisi itu membuat BLTA mengalami gagal bayar utang hingga mengajukan rencana perdamaian yang disetujui oleh mayoritas kreditur pada 2013. 

Terkait masalah utang itu, saham BLTA pun disuspensi sejak 2012 hingga 2019. Namun, setelah gembok saham BLTA dibuka, harga sahamnya turun di Rp50 per saham dan tidur di level tersebut sampai muncul kebijakan papan notasi khusus. 

Saham BLTA pun mulai mencatatkan laba bersih yang positif sejak 2021 senilai Rp84 miliar. Hingga 2023, kinerja laba bersih BLTA terus membaik mencapai Rp241 miliar. (nilai yang sudah dikonversi ke rupiah)

Namun, kinerja BLTA hingga semester I/2024 kembali tertekan. Laba bersih BLTA di periode itu turun 88 persen menjadi 957.328 dolar AS. 

Ada beberapa hal yang membuat BLTA mencatatkan penurunan laba bersih yang signifikan di paruh pertama 2024 seperti:

  • Penurunan pendapatan sebesar 5,7 persen menjadi 18,09 juta dolar AS
  • Penekan terbesar adalah tingkat kerugian entitas asosiasi senilai 1,61 juta dolar AS dibandingkan dengan laba 4,58 juta dolar AS pada periode sama tahun sebelumnya. 

Meski begitu, perseroan juga lagi mengembangkan bisnis baru, yakni menjadi sole agent ChengXi Equipment Technology untuk memasarkan produk terkait LNG.

Sebagai sole agent, BLTA juga memulai dengan bisnis ISO Tank. Saat ini, ISO Tank-nya diklaim BLTA sudah tersebar di wilayah Indonesia. Harapannya, bisnis tersebut bisa jadi driver pendapatan perseroan ke depannya. 

 Saham NPGF

Saham NPGF merupakan produsen pupuk yang mayoritas segmen konsumennya adalah perkebunan kelapa sawit. NPGF adalah emiten yang baru IPO pada 14 April 2021 dengan harga penawaran Rp100 per saham. 

Tren kinerja NPGF juga cukup fluktuatif, dari pencapaian laba bersih Rp4 miliar pada 2021, emiten tersebut sempat rugi senilai Rp38 miliar pada 2022, dan tiba-tiba untung besar senilai Rp60 miliar pada 2023. 

Adapun, lonjakan kinerja NPGF pada 2023 karena adanya pendapatan lain-lain dari penjualan aset senilai Rp78 miliar.

Namun, kinerja NPGF di semester I/2024 juga kembali menurun setelah hanya mencatatkan laba bersih senilai Rp1 miliar.

Meski, laba bersih terlihat turun, tapi secara pendapatan, perseroan justru mencatatkan kinerja yang cukup bagus setelah mencatatkan kenaikan sebesar 492 persen menjadi Rp51,97 miliar. 

Jika melihat wilayah operasional NPFG itu mencakup seluruh Indonesia dari Sumatra hingga Papua. Namun, tantangannya adalah produk ini memiliki market yang bersaing dengan pupuk NPK subsidi.

Kesimpulan

Dari ulasan ketiga saham ini, ketiganya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing seperti:

  • CSIS: memiliki karakter bisnis yang mengandalkan penjualan lahan sehingga pendapatannya bisa sangat fluktuatif. Bahkan, tingkat fluktuatifnya juga terjadi per kuartal, seperti pada kuartal pertama rugi Rp267 juta, sedangkan kuartal kedua Rp11 miliar. Semua itu disebabkan transaksi jual-beli yang cukup besar baru terjadi di kuartal II/2024. 
  • BLTA: kinerja keuangannya memang bertumbuh dan ada banyak rencana ke bisnis baru untuk mendorong pertumbuhan bisnisnya. Namun, core bisnis kapal tankernya akan dipengaruhi oleh banyak hal seperti aktivitas ekspor-impor manufaktur dan lainnya, serta aktivitas migas. BLTA harus menjaga agar kejadian seperti di 2007-2008 tidak terulang, yakni eksposure utang yang tinggi dengan tingkat kas yang rendah. 
  • NPGF: memiliki bisnis yang di sektor pertanian yang sifatnya cyclical, serta skala bisnisnya cukup kecil. Meski begitu, ruang pertumbuhan masih cukup besar jika memiliki strategi mengganggu pasar dan menguasai market pupuk non-subsidi.

Jika bicara fundamental saham di bawah gocap pasti tidak ada yang sempurna. Soalnya, harga sahamnya bisa turun ke bawah gocap karena ada banyak faktor dari kejadian di masa lalu hingga memang skala bisnisnya kecil. Untuk itu, jika ingin masuk ke saham di bawah gocap seperti ini disarankan untuk modal kecil karena likuiditas terbatas dan tingkat risiko sangat tinggi.

September Ceria: Jelang Penurunan Suku Bunga The Fed, Lengkapi Ilmu Saham-mu dengan Paket Lengkap Saham Pertama + Mikirdividen PROMO Diskon Rp400.000

Kamu akan mendapatkan benefit super lengkap:

  • e-Book Saham Pertama: Membantumu Mulai Investasi Saham hingga Bisa Taking Profit
  • Kalkulator Harga Wajar Saham
  • Rekaman Event Saham Pertama (bagi yang tidak sempat ikut eventnya)
  • Review dan Analisis 31 Saham Dividen untuk Jangka Panjang (update per 3 bulan)
  • Publikasi bulanan 24 Digest yang rilis setiap Akhir Bulan
  • Grup Diskusi Saham Mikirdividen
  • Event online bulanan bersama seluruh member Mikirdividen

Dapatkan promo September Ceria ini dengan klik link di sini

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini