4 Musim Pasar Saham, Waktu Terbaik Beli dan Jual?
Kamu wajib tau ada 4 musim pasar saham di Indonesia yang wajib dipahami. Kira-kira bisa dijadikan waktu terbaik beli dan jual nggak ya?
Mikirduit – Pasar saham memiliki momen tertentu di mana trennya berpotensi naik tinggi atau malah koreksi. Banyak yang menilai momen-momen tersebut bisa dijadikan strategi trading jangka pendek dan kurang menarik bagi investor. Namun, momen kenaikan tinggi atau koreksi dalam itu bisa jadi waktu terbaik investor untuk jualan maupun beli lho. Ada apa aja ya?
Beberapa momen perdagangan ini diadaptasi dari perilaku investor di Amerika Serikat. Untuk itu, belum tentu semuanya ampuh di pasar saham Indonesia ya.
Lalu apa saja musim dalam perdagangan saham dan apakah ada pengaruhnya ke Indonesia?
1. January Effect
Bicara awal tahun, salah satu momen yang diangap sakral bagi pasar saham adalah January Effect. Momen itu adalah ketika aksi beli saham meningkat seiring dengan banyaknya investor ritel memulai awal tahun dengan menambah alokasi investasinya dari bonus atau program investasi setahun ke depan.
Kenaikan aksi beli itu membuat harga saham cenderung naik. Meski, digdaya January Effect dinilai telah berkurang di Amerika Serikat (AS). Untuk di Indonesia, probabilitas pasar saham menguat di Januari juga lebih rendah dibandingkan dengan Desember 2023. Tercatat dalam 20 tahun terakhir, sebanyak 8 kali IHSG justru mencatatkan koreksi.
Dalam hal ini, investor disarankan fokus mencari saham yang menarik diborong atau sudah waktunya dijual karena masuk tenggat waktu penjualan atau target keuntungan ketimbang menanti January Effect yang probabilitasnya cukup rendah. Apalagi, yang bergerak juga cenderung ritel, berbeda dengan Desember atau Window Dressing di mana yang bergerak adalah fund manager dan beberapa pemilik dana besar. Sehingga, kita bisa menebak saham potensial adalah yang punya bobot besar ke IHSG.
Menariknya, jika melihat pola di pasar saham Indonesia, justru saham IPO yang listing di Januari ini ada potensial ARA lebih banyak.
Misalnya, di 2018 ada HELI yang 6 kali ARA, 2019 ada CLAY yang 6 kali ARA, 2020 ada PGJO yang 4 kali ARA, 2021 ada DCII yang 5 kali ARA dan terus lanjut naik, 2022 ada ADMR, dan 2023 ada WINE.
2. Sell in May and Go Away
Sell in May and Go Away adalah pepatah terkenal di keuangan dunia. Hal itu muncul karena melihat tren pasar saham yangcenderung jelek di periode Mei hingga Oktober.
Stock Trader's Almanac, menemukan fakta menarik investasi akan lebih menguntungkan jika masuk ke pasar saham yang ada di indeks Dow Jones Industrial Average dari November hingga April, kemudian beralih ke obligasi pada Mei-Oktober. Pola investasi itu dinilai memberikan keuntungan yang lumayan besar dengan risiko lebih rendah dan dipopulerkan sejak 1950. Namun, kami tidak mengetahui apakah tren ini masih digunakan hingga saat ini atau tidak.
Namun, banyak juga versi lainnya terkait Sell in May and Go Away seperti, di masa lalu, pasar keuangan dipengaruhi oleh periode musim pertanian. Sehingga periode investasi menyesuaikan musim pertanian, yakni jualan di Mei-Oktober, dan investasi lagi pada November-April. Namun, tren sektor pertanian yang bergeser ke industri membuat pola sell in may dan go away mulai mereda.
Jika melihat pola historis pasar saham di Indonesia, Mei memang menjadi bulan terburuk kedua bagi IHSG setelah November. Tercatat selama 20 tahun terakhir, ada 10 kali mencatatkan koreksi di bulan tersebut.
Namun, mungkin polanya agak berbeda dengan pepatah sell in may and go away yang mengartikan jual di Mei dan balik lagi di Oktober-November. Pasalnya, tren pasar saham Indonesia justru cukup oke di Juli, bahkan lebih baik dibandingkan dengan Agustus.
3. Window Dressing
Window dressing adalah strategi para manajer investasi untuk meningkatkan kinerja portofolio. Hal itu dilakukan untuk mempercantik kinerja sehingga penjualan produk reksa dana bisa lebih menarik. Sebenarnya, window dressing terjadi setiap kuartal, tapi efek yang terbesar biasanya di Desember.
Hal itu terlihat dari tren IHSG pada Desember 2023 cukup positif. Dari total 20 tahun, tercatat hanya 1 kali koreksi, yakni terjadi di 2022 yang disebabkan kepanikan runtuhnya saham GOTO.
Jika bicara window dressing akhir tahun, kita pun bisa mendeteksi saham potensial dengan mudah, yakni saham-saham yang punya bobot besar ke IHSG (biasanya saham big caps dengan free float yang cukup besar). Pasalnya, hal itu juga akan membuat orang tertarik untuk masuk ke produk reksa dana saham jika kinerja IHSG juga oke.
Seperti dalam kasus 2023, saham-saham big caps seperti, BBCA naik 4,74 persen selama Desember 2023, BBRI naik 8,53 persen, BMRI naik 3,42 persen, TLKM naik 5,05 persen, sampai ASII yang diterjang sentimen negatif masih naik 4,63 persen sepanjang Desember 2023.
Adapun, ada cara untuk mendeteksi seberapa besar window dressing bisa terjadi, yakni melihat tren pergerakan bulanan IHSG di September sampai November. Kita bisa ukur seberapa dalam indeks saham itu ambruk.
Misalnya, IHSG di Desember 2023 naik 2,71 persen. Kami sudah prediksi window dressing tidak bisa meroket tinggi-tinggi karena IHSG di November 2023 sudah naik sekitar 4 persen. Namun, peluang window dressing terbuka lebar karena market koreksi dua bulan berturut-turut di September dan Oktober.
4. Musim Laporan Keuangan
Musim pembagian laporan keuangan ada empat kali dalam setahun. Biasanya harga saham akan menguat jika ada proyeksi kinerja keuangan positif. Sebaliknya harga saham akan melemah ketika proyeksi perusahaan tersebut memiliki performa buruk.
Saat pengumuman laporan keuangan, investor dapat menilai bagaimana performa perusahaan yang diinvestasikan dan membandingkan dengan ekspektasi.
Biasanya saat kinerja berada di atas ekspektasi pasar, harga sahamnya akan naik. Begitu juga sebaliknya, jika performa di bawah ekspektasi pasar harga saham akan melemah.
Hasil dari laporan keuangan ini juga bisa menjadi perkiraan investor dalam menghitung dividen yang didapatkan. Terutama laporan tahunan yang rilis sekitar Februari - Maret. Dengan begitu, investor bisa menghitung potensi dividen yang didapatkan dan peluang kenaikan harga saham.
Untuk itu, tren pasar saham saat periode Februari - April cenderung menguat, meski ada risiko turun jika hasil laporan keuangan tidak sesuai harapan.
Adapun, periode rilis laporan keuangan sesuai regulasi jika tidak ada limited review atau audit antara lain:
- Laporan Keuangan Kuartal IV: Februari-Maret
- Laporan Keuangan Kuartal I: April
- Laporan Keuangan Kuartal II: Juli
- Laporan Keuangan Kuartal III: Oktober
Selain empat musim saham ini, sebenarnya ada lagi seperti Hallowen Effect dan Santa Claus Rally. Namun, korelasinya dengan pasar saham Indonesia kurang kuat sehingga kami tidak membahas secar detail.
Kesimpulan
Musim pasar saham ini sifatnya hanya sebagai penanda pasar saham mungkin bisa menguat atau malah koreksi. Jadi, sebagai investor jangan bergantung menanti momen tersebut untuk bertransaksi. Namun, bisa dijadikan target jual atau beli di momen tersebut jika ada potensi harga saham yang menarik.
Intinya, dalam investasi saham, apapun momennya, kita wajib kembali lagi analisis fundamental hingga valuasinya sudah mahal atau murah.
Dari pengalamanmu, mana musim saham yang paling sering berikan cuan hingga boncos ke kamu nih?
(editted by Surya Rianto)
Mau dapat guideline saham dividen 2024-2025?
Pas banget, Mikirduit baru saja meluncurkan Zinebook #Mikirdividen yang berisi review 20 saham dividen yang cocok untuk investasi jangka panjang lama banget.
Kalau kamu beli #Mikirdividen edisi pertama ini, kamu bisa mendapatkan:
- Update review laporan keuangan hingga full year 2023-2024 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
- Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
- Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
- Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)
- Publikasi eksklusif bulanan untuk update saham mikirdividen dan kondisi market
Tertarik? langsung saja beli Zinebook #Mikirdividen dengan klik di sini
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini