5 Saham Secondliner dengan ICR di bawah 1 Kali, Sinyal Susah Bayar Bunga Utang?
IMF bilang kalau banyak korporasi (bukan cuma emiten) di Indonesia yang punya ICR di bawah 1 kali. Artinya, risiko tidak bisa bayar bunga utang sangat tinggi. berikut ini 5 saham secondliner yang termasuk di dalamnya
Mikirduit – International Monetary Fund (IMF) memberikan peringatan serius terhadap pertumbuhan kredit korporasi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir yang dinilai mencapai level yang diwaspadai. Pasalnya, menurut IMF, korporasi di Indonesia memiliki rasio kecukupan bayar utang atau interest coverage rasio (ICR) yang rendah, yakni di bawah 1 kali. Lalu, apa saja emiten yang berisiko tersebut? dan apa itu ICR?
Dikutip dari Headline Harian Kontan pada 9 Agustus 2024, IMF menyebutkan pasca pandemi Covid-19, sejumlah perusahaan dengan ICR rendah di Indonesia mencatatkan penurunan dibandingkan dengan awal Coid-19. Meski begitu, ICR perusahaan di Indonesia masih lebih buruk dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya.
Bahkan, IMF menyebutkan perusahaan itu sebagai Zombie Corporate atau perusahaan yang dianggap tidak produktif sehingga sulit berkembang karena kesulitan bayar utang.
Apa Itu ICR?
Interest Coverage Rasio (ICR) adalah metriks yang bisa digunakan untuk melihat rasio utang dan profitabilitas yang menunjukkan seberapa mudah perusahaan dapat membayar bunga atas utangnya yang belum dibayar.
Formula metriks ini ada beberapa versi, dari membagi laba perusahaan sebelum bunga dan pajak (EBIT) atau bisa lebih sederhana dengan mengambil laba operasional atau usaha sebuah perusahaan lalu membagikanya dengan beban bunga dalam periode yang sama.
Adapun, jika hasilnya semakin besar berarti semakin bagus. Menurut Direktur PT Panin Aset Management Rudiyanto dalam konten Instagramnya, rasio ICR yang wajar itu sekitar 3 kali.
Artinya, ICR 3 kali itu menandakan laba operasional emiten sudah bisa bayar bunga pinjaman selama 3 tahun ke depan.
Sementara dari IMF, rasio ICR yang wajar minimal di atas 1 kali. Artinya, dalam jangka pendek 1 tahun, perusahaan tersebut bisa membayar bunga utangnya.
Sebenarnya, dalam headline Kontan kemarin, perusahaan yang dimaksud bukan hanya emiten yang sudah listing, tapi juga termasuk perusahaan yang menerbitkan obligasi tapi belum listing di IDX.
Dari data IMF tersebut, sektor korporasi non-finansial yang menjadi Zombie Corporation terbanyak ada di sektor material dan industri.
Adapun, jika screening dari emiten yang ada di IDX, ada sekitar 64 emiten yang memiliki ICR di bawah 1. (listnya ada di bawah ini)
Kami pun akan mengulas kelima saham dengan market cap di atas Rp5 triliun yang memiliki tingkat ICR paling rendah. Fakta menariknya, mayoritas kelima saham dengan ICR paling rendah saat ini memang sudah bermasalah dengan utangnya.
Saham GIAA
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) memang tengah dalam pemulihan kinerja keuangan setelah terlilit utang dan kena penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) pada periode 2020-2021.
Sampai kuartal I/2024 (karena data kuartal II/2024 sedang diaudit), GIAA memang sudah tidak punya utang jangka pendek yang cukup besar. Total utang jangka pendek berbunga hanya tersisa 36,38 juta dolar AS. Namun, utang jangka panjang GIAA mencapai 1,74 miliar dolar AS.
Masalahnya, jika menggunakan perhitungan laba operasional per kuartal I/2024, GIAA masih kesulitan membayar utangnya. Pasalnya, laba operasional GIAA senilai 9,05 juta dolar AS, sedangkan beban bunga dari obligasi, pinjaman bank, dan pinjaman beragun aset per kuartal pertama mencapai 23,65 juta dolar AS.
Jika dihitung dengan twelve trailing months (TTM) dari data kuartal I/2024, GIAA mencatatkan laba operasional senilai 328,8 juta dolar AS. Untuk beban bunga sekitar 465 juta dolar AS. Sehingga tingkat ICR-nya dengan laba operasional sebesar 0,7 kali.
Saham GIAA sendiri saat ini masih dalam papan notasi khusus karena ekuitasnya masih negatif. Per kuartal I/2024, ekuitas yang dapat diatribusikan ke entitas induk GIAA sebesar 1,33 miliar dolar AS.
Saham FREN
PT Smartfren Telecom Tbk. (FREN) menjadi saham dengan tingkat ICR terendah keempat untuk skala market cap di atas Rp5 triliun. Hingga data per kuartal I/2024, tingkat utang FREN mencapai Rp12,22 triliun. Mayoritas utang FREN juga sifatnya jangka panjang, untuk utang berbunga jangka pendek kurang dari satu tahun hanya senilai Rp162,85 miliar. Untuk tingkat debt to Equity ratio (DER) FREN juga sebesar 0,79 kali.
Meski begitu, FREN memang emiten yang memiliki tingkat utang besar dan kerap menyelesaikan utangnya dengan right issue. Dalam enam tahun terakhir saja, FREN sudah melakukan tiga kali right issue, yakni pada November 2018, April 2021, dan 2024 kemarin.
Apalagi, secara kinerja, FREN belum pernah mencatatkan laba bersih sejak 2008. Sebenarnya, FREN sempat mencatatkan laba bersih Rp1,06 triliun pada 2022, tapi mayoritas laba itu diperoleh karena keuntungan dari investasi saham senilai Rp1,64 triliun.
Adapun, jika lihat dari kinerja kuartal I/2024, FREN memiliki tingkat laba operasional senilai Rp59,2 miliar, sedangkan EBIT senilai Rp123,85 miliar. Padahal beban bunga dalam 3 bulan itu senilai Rp318 miliar.
Jika diambil twelve trailing month dari data kuartal I/2024, laba operasional FREN senilai Rp532 miliar. Lalu, beban bunga sekitar Rp1,32 triliun. Jika dihitung ICR-nya dengan menggunakan laba operasional sebesar 0,4 kali.
Saat ini, FREN juga masuk papan notasi khusus karena harga sahamnya berada di level Rp50 dalam beberapa waktu terakhir.
FREN pun dikabarkan lagi proses rencana merger dengan EXCL yang perkembangannya bakal di-update pada akhir 2024 ini.
Saham KPIG
PT MNC Lands Tbk. (KPIG) menjadi emiten yang fenomenal dalam sebulan terakhir setelah mencatatkan kenaikan sebesar 164 persen sejak 28 Juni 2024.
Dari segi tingkat utang, hingga kuartal II/2024, total utang berbunga KPIG sekitar Rp4,85 triliun. Total utang berbunga jangka pendek sekitar RP1,7 triliun. Jika dibandingkan dengan ekuitas, tingkat DER-nya masih aman sekitar 0,17 kali.
Namun, dari segi laba usaha atau operasional per kuartal II/2024 senilai Rp70 miliar, sedangkan beban bunga sekitar Rp83 miliar.
Jika dihitung dalam trailing twelve months (TTM) per kuartal II/2024, tingkat laba operasional senilai Rp61 miliar, sedangkan beban bunga sekitar Rp193 miliar. Dengan begitu, tingkat ICR KPIG menjadi 0,31 kali. Tingkat laba operasional TTM KPIG menjadi kecil karena ada kerugian Rp275 miliar pada tiga bulan di kuartal IV/2023.
Saham WIKA
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) juga menjadi BUMN karya yang lagi proses restrukturisasi utangnya. Bahkan, ada wacana merger dengan PT PP (Persero) Tbk. (PTPP). Sayangnya, WIKA juga belum merilis laporan keuangan kuartal II/2024. Tampaknya lagi sibuk mengurus rapat umum pemegang obligasinya.
Tingkat utang berbunga WIKA per kuartal I/2024 mencapai Rp39,11 triliun. Dari total itu, Rp2,69 triliun bersifat jangka pendek. Jika dibandingkan dengan tingkat debt to Equity ratio (DER)-nya menjadi 8,47 kali. Angka yang menunjukkan tingkat risiko utang berbunga yang cukup tinggi.
Apalagi, kalau dilihat per kuartal I/2024, tingkat laba usaha WIKA sekitar Rp66,97 miliar, tapi tingkat beban bunga mencapai Rp711,77 miliar. Tingkat mismatch antara pendapatan dengan beban bunganya cukup tinggi.
Bahkan, jika dihitung dengan twelve trailing months, tingkat laba operasional WIKA senilai Rp805 miliar, sedangkan beban bunga mencapai RP3,37 triliun. Sehingga tingkat ICR-nya menjadi 0,23 kali.
Saham BUMI
PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) memang telah menuntaskan berbagai persoalan utangnya setelah melakukan private placement terakhir di 2023 silam. Namun, bukan berarti BUMI sudah tidak punya utang berbunga.
Dari data per kuartal II/2024, BUMI punya utang berbunga sekitar 158,79 juta dolar AS yang mayoritasnya bersifat jangka pendek senilai 126 juta dolar AS. Dari sisi tingkat debt to Equity ratio (DER) memang sudah terlihat lebih baik menjadi hanya 0,09 kali.
Lalu, jika dilihat data per kuartal II/2024, sebenarnya posisi BUMI juga cukup sehat. Laba operasional mencapai 12,31 juta dolar AS, sedangkan beban bunga sekitar 7,78 juta dolar AS. Sehingga jika menghitung data ICR kuartal kedua saja posisinya cukup bagus sebesar 1,58 kali.
Namun, jika merujuk ke angka twelve trailing months, tingkat ICR BUMI belum aman. Pasalnya, total laba operasional TTM senilai Rp54 miliar, sedangkan beban bunga sekitar Rp277 miliar. Sehingga tingkat ICR menjadi 0,19 kali.
Nilai laba operasional BUMI pun cukup rendah dalam periode kuartal III/2023 - Kuartal II/2024 karena adanya kerugian di kuartal ketiga (Juli-September) senilai Rp763 miliar.
Dari sini, risiko BUMI mungkin tidak langsung dalam kesulitan bayar beban bunga, tapi risiko fluktuasi kinerja keuangannya. Seperti, dalam periode kuartal pertama dan kedua di tahun ini, laba BUMI cukup fluktuatif dari laba usaha Rp168 miliar pada kuartal pertama, menjadi hanya Rp34 miliar di kuartal kedua.
Kesimpulan
Biasanya, ICR digunakan untuk menilai risiko gagal bayar dalam obligasi korporasi, tapi kami menilai ICR juga bisa jadikan gambaran risiko kredit emiten dalam jangka menengah pendek. Jika ICR di bawah 1 kali berarti risikonya tinggi. Soalnya, emiten bisa kesulitan bayar beban bunga dalam 1 tahun ke depan.
Namun, faktor ICR rendah emiten juga bermacam-macam. Toh, seperti FREN, KPIG, dan BUMI masih bisa berjalan meski ICR rendah karena faktor industri dan pengendali. Namun, jelas dengan posisi ICR yang rendah jadi alert risiko investasi dalam jangka panjang.
Sekarang, coba cek berapa tingkat ICR dari saham yang ada di portofoliomu saat ini.
Dapatkan 31 Analisis Saham Dividen Terbaik Secara Real-Time Hanya dengan Rp1.000 per Hari Bersama Mikirdividen
Join Mikirdividen sekarang untuk mendapatkan banyak benefit serta strategi investasi dan diskusi dengan para investor saham. Berikut benefit gabung mikirdividen:
- Update review laporan keuangan saham dividen fundamental bagus hingga full year 2024 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
- Analisis Harga Wajar Real-time 31 Saham Dividen Terbaik
- Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
- Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
- Publikasi eksklusif bulanan untuk update saham mikirdividen dan kondisi market
- Event online bulanan
Tertarik? langsung saja beli Zinebook #Mikirdividen dengan klik di sini
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini