Adu 3 Saham Properti yang Ketiban Berkah Diskon PPN 100 Persen

Pemerintah melanjutkan diskon PPN 100 persen hingga akhir tahun 2024. Jika ini terjadi, kira-kira saham properti mana yang paling diuntungkan?

Adu 3 Saham Properti yang Ketiban Berkah Diskon PPN 100 Persen

Mikirduit – Bak dapat durian runtuh, emiten properti kembali diguyur insentif oleh pemerintah lewat perpanjangan diskon PPN 100 persen hingga akhir Desember 2024. Hal itu tentunya menjadi angin segar untuk saham properti. Namun, siapa saham properti yang paling terdampak dari kebijakan perpanjangan ini? 

Sebenarnya, kebijakan insentif diskon PPN ini masih berlaku sampai akhir tahun 2024. Hanya saja pola awalnya, diskon PPN yang berlaku di semester II/2024 berkurang menjadi 50 persen. Namun, tiba-tiba pemerintah mengubah haluan dengan melanjutkan diskon 100 persen hingga akhir tahun. 

Karakter diskon PPN 100 persen ini hanya berlaku untuk rumah ready stock, jadi jika developer belum bangun rumah, mereka tidak bisa jualan dengan insentif tersebut. Artinya, saham yang berpotensi diuntungkan adalah yang memiliki tingkat persediaan atau rumah ready stock terbanyak. Kalau begitu, siapa saham properti yang paling diuntungkan? 

Untuk itu, kami akan membandingkan 3 saham properti utama, yakni BSDE, SMRA, dan CTRA. Dari ketiganya, mana yang paling oke dari segi fundamental, valuasi harga saham, rencana ekspansi, hingga persediaan properti terbanyak untuk dijual dengan diskon PPN.

Saham BSDE

BSDE baru saja merilis laporan keuangan kuartal II/2024. Hasilnya bisa dibilang cukup bagus dengan pertumbuhan laba bersih sebesar 94,28 persen menjadi Rp2,33 triliun. Pencapaian laba bersih itu bahkan melampaui realisasi laba bersih sepanjang 2023 yang senilai Rp1,94 triliun. 

Lonjakan laba bersih BSDE itu didorong oleh beberapa faktor seperti:

Pertama, kenaikan pendapatan sebesar 46,99 persen menjadi Rp7,34 triliun yang menjadi penopang utama pertumbuhan laba bersih perseroan. 

Kedua, pengelolaan biaya yang sangat bagus sehingga tingkat gross profit margin naik menjadi 66,2 persen dibandingkan dengan 63,57 persen pada periode sama tahun sebelumnya. Lalu, net profit margin juga naik menjadi 31,76 persen dibandingkan dengan 24,03 persen pada periode sama tahun sebelumnya.

Saat ini, BSDE masih memiliki persediaan properti yang siap dijual sekitar Rp3,92 triliun yang nilainya terakumulasi dari properti hunian maupun komersial. Dengan adanya perpanjangan diskon PPN 100 persen tersebut, manajemen ekspektasi akan mampu menaikkan penjualan hingga 15-20 persen untuk sepanjang 2024. 

Di sisi lain, BSDE juga lagi proses akuisisi 92 persen saham SMDM, salah satu developer properti di area Bogor. Sampai kuartal I/2024, SMDM punya sekitar Rp565 miliar aset real estate yang siap dijual. Total lahan yang siap dijual mencapai 30 hektar. Adapun untuk lahan yang dikembangkan sekitar 22 hektar. 

Secara umum, BSDE memang lagi mode ekspansi, tapi kenaikan kinerja yang cukup tinggi di 2024 bisa menjadi tantangan untuk 2025. Dengan basis pertumbuhan yang tinggi, BSDE harus bisa mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang lebih tinggi lagi di 2025. Jika tidak didukung insentif diskon PPN, jelas kinerja BSDE di 2025 cukup berisiko, meski suku bunga mulai turun. 

Meski manajemen BSDE cukup percaya diri kinerja tidak akan terpengaruh signifikan jika diskon PPN berakhir pada 2025. Soalnya, menurut pengakuan manajemen dalam public expose pada 28 Agustus 2024, mayoritas marketing sales justru dari proyek yang baru launching (artinya belum ready stock untuk mendapatkan diskon PPN).

Nasib Saham Rokok dan Consumer Goods Saat Target Cukai Naik 5,59 Persen
Pemerintah tetapkan target cukai naik 5,59 persen, tapi setelah itu arah saham rokok melejit, sedangkan saham consumer goods malah melempem. Kenapa begitu ya?

Saham SMRA

Sementara itu, SMRA masih belum merilis laporan kinerja keuangan kuartal II/2024 yang paling lambat dirilis pada 30 September 2024 karena kebutuhan audit. Namun, jika melihat kinerja SMRA, perseroan baru mencapai marketing sales senilai Rp1,7 triliun hingga Juni 2024 dari target Rp5 triliun. Artinya, baru tercapai sekitar 34 persen. 

Jika melihat kinerja kuartal I/2024 SMRA, perseroan mencatatkan kinerja yang cukup bagus juga, meski tidak sementereng BSDE. 

Laba Bersih SMRA di kuartal I/2024 naik 62,45 persen menjadi Rp441 miliar. Pendorong utamanya adalah kenaikan pendapatan sebesar 42,31 persen menjadi Rp2,13 triliun. 

Sebenarnya, dari sisi tingkat net profit margin (NPM) SMRA sudah cukup bagus, yakni 20,69 persen dibandingkan dengan 18,12 persen. Namun tingkat gross profit marginnya bisa dibilang stagnan di level 51,55 persen. 

Tekanan beban pokok pendapatan SMRA berasal dari biaya pengembangan properti yang naik 58 persen menjadi Rp651 miliar. 

Sementara itu, terkait perpanjangan diskon PPN hingga akhir tahun, SMRA berpotensi yang menerima efek paling rendah jika properti yang lagi proses dibangun tidak kunjung selesai di tahun ini. 

Alasannya, nilai persediaan properti SMRA yang siap dijual hanya Rp714 miliar. Namun, nilai itu bisa bertambah jika ada sebagian dari total properti yang lagi dibangun senilai Rp10 triliun menjadi ready stock untuk dijual. 

Untuk aksi korporasi, SMRA tidak melakukan aksi korporasi signifikan, hanya melakukan transaksi terafiliasi seperti, seperti melakukan penyertaan modal kepada Summarecon Investasi Properti dengan skema inbreng dengan nilai transaksi mencapai Rp8 triliun. 

Saham CTRA

CTRA mencatatkan pertumbuhan kinerja yang cenderung mencatatkan pertumbuhan yang tidak terlalu agresif, tapi cukup bagus. 

Sampai semester I/2024, CTRA mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 32,12 persen menjadi Rp1,02 triliun. Faktor utama pendorong laba bersih CTRA adalah kenaikan pendapatan sebesar 12,71 persen menjadi Rp5,03 triliun. 

Lalu, dari pengelolaan biaya operasional yang lebih efisien sehingga membuat margin keuntungan CTRA meningkat. Gross profit margin CTRA naik menjadi 48,6 persen dibandingkan dengan 47,16 persen pada periode sama tahun sebelumnya. Lalu, dari segi net profit margin juga naik menjadi 20,43 persen dibandingkan dengan 17,43 persen.

Sementara itu, dari segi persediaan properti, dalam catatan neraca memang tertulis Rp12,39 triliun. Nilai yang cukup besar jika dibandingkan dengan BSDE maupun SMRA. Namun, jika ditelisik lebih dalam, posisi persediaan itu statusnya lagi dikembangkan atau dibangun, jadi belum siap dijual.

Artinya, jika dari properti yang lagi dibangun itu belum bisa diselesaikan CTRA hingga Desember 2024. Perseroan mungkin menjadi yang kurang optimal menerima manfaat insentif tersebut. 

Walaupun, kami kurang tahu jika ada persediaan CTRA dengan pihak lain dalam skema kerja sama operasi yang bisa memanfaatkan insentif fiskal pemerintah tersebut ya. Atau pencatatan CTRA memang digabung antara yang tersedia dengan yang lagi dibangun.

Sepanjang kuartal I/2024, CTRA mengungkapkan kontribusi insentif pajak itu terhadap penjualan perseroan mencapai 30 persen dari total marketing sales perseroan artinya mencapai Rp990 miliar (dari pencapaian Rp3,3 triliun pada periode tersebut)

Lalu, secara segmen, manajemen CTRA mengungkapkan insentif PPN tersebut membantu penjualan apartemen sepanjang semester I/2024. Total, penjualan apartemen dengan insentif PPN pada periode tersebut mencapai Rp80 miliar. 

Kesimpulan

Lalu, saham properti mana yang menarik? jika dilihat dari pertumbuhan kinerja dalam jangka menengah pendek hingga rilis kinerja keuangan full year 2024, saham BSDE menjadi yang paling menarik karena mencatatkan pertumbuhan kinerja yang sensasional. Namun, tantangannya adalah kinerja BSDE di 2025 berpotensi tumbuh lebih lambat atau malah bisa turun dibandingkan 2024 yang sudah terlalu tinggi. 

Untuk jangka panjang, SMRA dan CTRA masih berpeluang mencatatkan pertumbuhan yang lebih konsisten jika didorong dengan penurunan suku bunga dan pemulihan permintaan properti.

Adapun, untuk mengukur efek perpanjangan diskon PPN 100 persen untuk sektor properti, BSDE berpotensi jadi yang paling diuntungkan ketimbang dua saham lainnya. Soalnya, BSDE memiliki tingkat properti yang siap dijual paling besar dibandingkan dengan CTRA atau SMRA. 

Sementara itu, jika dibandingkan dengan valuasi saham dengan 3 metode, yakni PBV justified, PBV band 5 tahun, dan sektoral, hasilnya cukup beragam. 

Jika menggunakan asumsi PBV band dan justified, saham properti yang paling murah adalah SMRA. Asumsi wajar dengan PBV band sekitar Rp856 per saham, sedangkan dengan PBV justified sekitar Rp1.065 per saham. 

Lalu, jika menggunakan PBV sektoral, yang paling murah adalah BSDE dengan tingkat PBV 0,71 kali di bawah rata-rata sektoral 0,98 kali.

BUNDLING SUPER LENGKAP: Paket Mikirdividen x Saham Pertama Diskon Sampai Rp400.000

Untuk kamu yang ketinggalan periode pre-sale Saham Pertama, kamu bisa dapat promo super hemat dan lengkap diskon langsung Rp400.000 dengan bundling paket Mikirdividen selama setahun.

Benefit:

  • Harga tiket event termasuk e-Book panduan investasi saham ala Mikirduit bertajuk Saham Pertama
  • Review 10 saham untuk investing jangka panjang yang ada dalam e-Book
  • Ulasan 31 Saham Dividen Jangka Panjang (di-update 3 bulan sekali)
  • Publikasi Bulanan untuk outlook sebulan ke depan (rilis setiap akhir bulan)
  • Grup Diskusi Mikirdividen
  • Event online bulanan

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini