Adu 3 Saham Tambang BUMN, Siapa yang Terbaik?

Tiga saham tambang ini punya nasib yang berbeda-beda, dua masih mengalami penurunan kinerja dan satu lagi pemulihan. Dari ketiga saham ini, mana yang terbaik?

Adu 3 Saham Tambang BUMN, Siapa yang Terbaik?

Mikirduit – PT Timah Tbk. (TINS) menjadi emiten tambang BUMN yang mencatatkan pertumbuhan kinerja paling agresif hingga semester I/2024. Apalagi, jika dibandingkan dengan PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) dan PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) yang laba bersihnya malah loyo. Dari ketiga saham tambang BUMN ini, mana yang paling menarik? 

Ketiga saham tambang tersebut tergabung dalam holding BUMN tambang, MIND ID (dulunya bernama Inalum). Sampai 2024, holding BUMN tambang ini menjadi perusahaan negara ketiga terbesar yang memberikan dividen senilai Rp11 triliun. 

Dengan daya tarik potensi dividen itu, kira-kira saham tambang BUMN mana yang menarik untuk dilirik?

Saham ANTM

ANTM mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 17,95 persen menjadi Rp1,55 triliun. Apa penyebabnya?

Sebenarnya, ANTM mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 7,06% menjadi Rp23,18 triliun. Kenaikan pendapatan ANTM didorong oleh penjualan logam mulia (emas) dan pemurnian yang naik 41 persen menjadi Rp18,94 triliun. 

Namun, secara keseluruhan, ANTM masih mencatatkan penurunan pendapatan nikel sebesar 52,8 persen menjadi Rp3,5 triliun. Padahal, dalam beberapa tahun terakhir, nikel menjadi salah satu kontributor laba bersih untuk ANTM karena memberikan margin keuntungan lebih baik dibandingkan dengan produk emas.

Pendapatan nikel ANTM yang turun cukup dalam itu masih ada hubungannya dengan sebagian Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) perseroan yang belum disetujui oleh Kementerian ESDM. 

Direktur Utama ANTM Nicolas D. Kanter mengungkapkan kalau Kementerian ESDM belum sepenuhnya menyetujui Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) perseroan untuk periode 2024-2026. 

"Ada sebagian yang belum disetujui, terutama di dua aset besar kami yang berkontribusi besar untuk produksi. Dua aset ini terkait EV Battery Ecosystem," ujarnya seperti dikutip dari Katadata pada Rabu 8 Mei 2024.

Dua aset itu antara lain PT Sumber Daya Arindo dan PT Nusa Karya Arindo yang merupakan tambang nikel. Dalam riset BRI Danareksa Sekuritas yang ditulis Timothy Wijaya, manajemen ANTM disebut optimistis bisa mendapatkan persetujuan RKAB untuk kedua aset tersebut pada Juli 2024. 

Jika kedua aset nikel ANTM itu disetujui, perseroan bisa mendorong pertumbuhan pendapatan nikel lebih besar dan mampu mendorong laba bersih-nya kembali naik.

Dari update konsensus analis terbaru di Simply Wallstreet, laba bersih ANTM sepanjang 2024 diperkirakan turun 25,05 persen menjadi Rp2,3 triliun. Meski, dari segi pendapatan diperkirakan masih naik 14,76 persen menjadi Rp47,1 triliun.

Kinerja laba bersih ANTM yang diproyeksi turun itu selaras dengan kondisi harga nikel yang lagi berada di level rendah sekitar 16.000 dolar AS per ton. Penurunan harga nikel disebabkan kenaikan produksi di Indonesia dan penurunan permintaan dari China. Meski, dalam jangka pendek ada potensi gangguan produksi di Kaledonia Baru karena beberapa tambang di sana mulai mengalami gangguan keuangan karena harga nikel yang rendah.

Untuk proyeksi dividen ANTM 2024, kami menggunakan dua asumsi:

Pertama, asumsi rata-rata dividend payout ratio 50 persen. Dengan begitu, tingkat dividen ANTM menjadi sekitar Rp47,84 per saham. Jika dihitung dengan harga per 1 Agustus 2024, tingkat dividend yield-nya menjadi sekitar 3,55 persen. 

Kedua, asumsi dividend payout ratio seperti tahun 2023 sebesar 100 persen. Dengan begitu, dividen ANTM diperkirakan menjadi Rp95,71 per saham. Tingkat dividend yield-nya sebesar 7,11 persen.

BYD Bersinar di GIIAS, Begini Nasib Saham ASII Ke Depannya
BYD disebut sudah laku ratusan unit, jadi ancaman saham ASII? simak ulasan prospek saham ASII di sini

Saham PTBA

Saham PTBA juga mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 5,65 persen menjadi Rp2,03 triliun. Padahal, seperti ANTM, PTBA juga mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 4,16 persen menjadi Rp19,64 triliun. Lalu, apa yang membuat laba bersih PTBA turun?

Dalam kasus PTBA, laba bersihnya mengalami penurunan karena adanya kenaikan beban pokok pendapatan yang lebih besar dari kenaikan pendapatan. Hal itu terlihat dari sisi gross profit margin yang turun signifikan menjadi 17,33 persen dibandingkan dengan 21,73 persen pada periode sama tahun sebelumnya.

Tiga komponen beban pokok pendapatan yang mencatatkan kenaikan paling signifikan antara lain: 

  • Kontraktor jasa pertambangan naik 13,79 persen menjadi Rp5 triliun
  • Jasa angkutan batu bara naik 7,86 persen menjadi Rp4,36 triliun
  • Bahan bakar dan pelumas naik 32,1 persen menjadi Rp818 miliar

Di luar itu, beban operasional perseroan juga naik sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan, hal itu terlihat dari net profit margin yang turun tipis menjadi 10,35 persen dibandingkan dengan 11,43 persen pada periode sama tahun sebelumnya. 

Dalam RKAB 2024-2026, PTBA menargetkan produksi batu bara sebesar 151,3 juta ton. Dengan rincian, pada tahun ini sekitar 41,3 juta ton, 2025 sebesar 50 juta ton, dan 2026 hampir 60-an juta ton. Adapun, target produksi batu bara PTBA pada 2024 ini memang cenderung konservatif mengingat pencapaian produksi di 2023 tembus 41,9 juta ton.

Untuk proyeksi kinerja PTBA, sesuai konsesus sekitar 6 analis, pendapatan perseroan diperkirakan turun 2,38 persen menjadi Rp37,57 triliun pada 2024. Lalu, laba bersih turun 14,85 persen menjadi Rp5,11 triliun. 

Dari segi proyeksi dividen, kami juga menggunakan dua skema untuk PTBA:

Pertama, asumsi dividend payout ratio 100 persen. Dividen PTBA diperkirakan sekitar Rp443 per saham. Dengan begitu, tingkat dividend yield per 1 Agustus 2024 sekitar 16,56 persen. 

Kedua, asumsi dividend payout rasio 70 persen. Dividen PTBA diperkirakan sekitar Rp310 per saham. Jika menggunakan harga per 1 Agustus 2024, berarti tingkat dividend yield-nya tembus 11,59 persen.

Saham TINS

TINS menjadi emiten tambang BUMN yang paling cuan setelah mencatatkan pertumbuhan laba bersih 2.570 persen menjadi Rp434 miliar pada semester I/2024. Lalu, apa yang mendorong lonjakan kinerja TINS tersebut?

Jika dilihat, dari segi pendapatan, TINS mencatatkan pertumbuhan sebesar 14,07 persen menjadi Rp5,21 triliun. Kenaikan pendapatan TINS wajar mengingat harga timah dunia lagi berada di level tinggi hingga 33.000 dolar AS per ton pada akhir Juni 2024.

Tren harga timah global mengalami kenaikan karena didorong penurunan produksi sebesar 6,7 persen menjadi 169.800 ton sepanjang semester I/2024. Bahkan, pasokan timah di gudang LME turun 36 persen menjadi 4.770 ton sepanjang paruh pertama tahun ini. 

Tingkat laba bersih TINS makin menjulang setelah beban pokok pendapatan turun 3,96 persen menjadi Rp3,99 triliun. Kondisi ini membuat laba kotor TINS meroket 198 persen menjadi Rp1,21 triliun. Tingkat gross profit margin pun naik menjadi 23,29 persen dibandingkan dengan 8,91 persen pada periode sama tahun sebelumnya. 

Lalu, kenaikan biaya operasional juga lebih rendah dibandingkan dengan laba kotor setelah hanya naik 57,33 persen menjadi Rp573,68 miliar. Hal itu pun mengerek laba bersih TINS naik ribuan persen.

Kinerja keuangan TINS pun diproyeksikan pulih pada 2024. Pendapatan perseroan diproyeksikan 2 analis mencatatkan kenaikan 28,2 persen menjadi Rp10,76 triliun. Lalu, bottom line TINS diperkirakan positif Rp882 miliar dibandingkan dengan rugi Rp449 miliar pada periode sama tahun sebelumnya.

Dengan posisi bottom line TINS yang diperkirakan kembali menghasilkan laba bersih, kami proyeksikan perseroan bisa membagikan dividen paling banyak 35 persen dari laba bersih 2024. Jika menggunakan angka proyeksi, berarti tingkat dividen TINS sebesar Rp77,25 per saham. Dengan harga per 1 Agustus 2024, tingkat dividend yield-nya tembus 7,92 persen.

Kesimpulan

Lalu, siapa yang terbaik? dengan kondisi harga per 1 Agustus 2024 dan menggunakan metode price to earning (PE) justified yang dihitung dengan proyeksi kinerja 2024, ketiga saham tambang BUMN ini berada di posisi yang murah. 

Harga wajar ANTM dengan metode PE justified itu sekitar Rp1.412 per saham, sedangkan harga wajar PTBA sekitar Rp2.793 per saham, serta harga wajar TINS sekitar Rp1.009 per saham.

Dengan kondisi ini, ketiganya sama, tapi jika melihat kestabilan kinerja keuangan, PTBA menjadi yang lebih menarik dibandingkan dengan TINS dan ANTM. Sementara itu, tingkat fluktuasi saham TINS sudah terlalu cepat sehingga jika harga timah dunia koreksi ke level normal, ada risiko penurunan harga yang besar. 

Sementara itu, ANTM tetap menarik menjadi pilihan karena penurunan kinerja per 2024 akan membuat pertumbuhan di 2025 lebih cepat.

Kalau kamu lebih pilih ANTM, PTBA, atau TINS nih?

Mau Tau List Daftar Saham yang Bagus untuk Investasi Jangka Panjang Serta Dapat Update Harga Wajarnya Setiap Hari?

Join Mikirdividen sekarang untuk mendapatkan banyak benefit serta strategi investasi dan diskusi dengan para investor saham. Berikut benefit gabung mikirdividen:

  • Update review laporan keuangan saham dividen fundamental bagus hingga full year 2024 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
  • Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
  • Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
  • Publikasi eksklusif bulanan untuk update saham mikirdividen dan kondisi market
  • Event online bulanan

Tertarik? langsung saja beli Zinebook #Mikirdividen dengan klik di sini

Referensi:

💡
DISCLAIMER: Semua saham yang disebut di sini bukan rekomendasi jual atau beli. Kami hanya memberikan data untuk pertimbangan. Investasi saham memiliki risiko yang wajib diantisipasi oleh masing-masing investor.