Adu Saham Bank Syariah, BRIS vs BTPS, Siapa yang Terbaik?

Saham BRIS dan BTPS lagi kompak melaju, jika bicara saham bank syariah, siapa yang terbaik antara kedua bank tersebut?

Adu Saham Bank Syariah, BRIS vs BTPS, Siapa yang Terbaik?

Mikirduit – Ada tiga saham bank syariah yang sudah melantai di bursa, yakni BRIS, BTPS, dan PNBS. Namun, dari ketiga itu, hanya dua yang masih aktif, yakni BRIS dan BTPS. Dari kedua saham bank syariah ini, mana yang terbaik? 

Sebenarnya, agak kurang apple to apple membandingkan BRIS dan BTPS karena skala bisnis dan target market kreditnya berbeda. BTPS ibaratnya BBRI dalam bentuk syariah yang skalanya lebih kecil, mereka mengejar market pembiayaan mikro. Sementara, BRIS skala lebih besar yang fokus ke bisnis segmen korporasi, komersial, dan konsumen seperti pembiayaan perumahan.

Namun, banyak yang penasaran, lebih baik beli BRIS atau BTPS ya? kami akan ulas perbandingannya di sini.

Saham BRIS

BRIS menjadi bank syariah terbesar di Indonesia setelah BRI Syariah, Bank Mandiri Syariah, dan BNI Syariah merger menjadi satu. Namun, keberadaan BRIS sendiri belum membuat pasar perbankan syariah lebih bergairah. Apalagi, saat merger kondisinya lagi pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. 

Tren perbankan syariah sempat mencatatkan kenaikan pembiayaan yang atraktif pada 2022 dengan pertumbuhan 20 persen menjadi Rp483,56 triliun. Namun, pertumbuhan itu mencatatkan perlambatan di 2023 dengan pertumbuhan sebesar 15,5 persen menjadi Rp558,5 triliun. Tren pertumbuhan itu makin lambat hingga Maret 2024 dengan pertumbuhan secara year on year hanya sebesar 3,19 persen.

Meski begitu, kinerja BRIS sampai 5 bulan pertama tahun ini masih cukup atraktif. Sepanjang 2024, BRIS mencatatkan pertumbuhan pembiayaan sebesar 5,7 persen menjadi Rp253 triliun dibandingkan dengan periode akhir tahun 2023. Meski catatannya, dana pohak ketiga BRIS menyusut 0,65 persen menjadi Rp291 triliun. 

Dari fungsi intermediasi sebagai bank itu, BRIS mencatatkan pendapatan bersih tumbuh 2,02 persen menjadi Rp7,21 triliun. Menariknya, laba bersih BRIS naik 18,55 persen menjadi Rp2,76 triliun. Kenaikan laba bersih BRIS didorong penurunan pencadangan di Mei 2024 sebesar 29,35 persen menjadi Rp917 miliar. 

Ditambah, secara rasio keuangan per kuartal I/2024, posisi BRIS cukup oke. Rasio NPF gross turun menjadi 2,01 persen dibandingkan dengan 2,36 persen. Namun, NPF Net sempat naik tipis menjadi 0,55 persen dibandingkan dengan 0,54 persen pada periode sama tahun sebelumnya. 

Untuk metriks profitabilitas, tingkat net imbalan (NI) BRIS turun menjadi 5,38 persen dibandingkan dengan 6,04 persen pada periode sama sebelumnya. NI adalah metriks seperti NIM dalam perbankan konvensional. 

Sementara metriks Net Operating Margin (NOM) menggambarkan bagaimana aktiva produktif-nya bisa di-drive menjadi laba mencatatkan kenaikan menjadi 2,78 persen dibandingkan dengan 2,73 persen. Artinya, BRIS mencatatkan kenaikan kontribusi dari aktiva produktif menjadi laba bersih.

Lalu, catatannya, cost to income rasio (CIR) BRIS meningkat menjadi 47,77 persen dibandingkan dengan 46,91 persen. Berarti, secara operasional, BRIS menjadi kurang efisien dibandingkan dengan periode Maret 2023. 

Untuk Financing to Deposit Rasio (FDR), BRIS masih punya ruang ekspansi pembiayaan yang cukup besar dengan tingkat FDR di 83 persen. 

Tantangan dari BRIS justru datang dari internal ketika Muhamadiyah berencana memindahkan simpanannya dari BRIS ke beberapa bank syariah lainnya. Sebelumnya, beredar kabar total simpanan muhamadiyah di BRIS mencapai Rp15 triliun, tapi belakangan ada informasi kalau nominalnya hanya Rp1,8 triliun. 

Efek dari penarikan dana oleh Muhamadiyah ini bisa membuat ruang ekspansi pembiayaan BRIS menciut, sesuai skalabilitasnya. Sejauh ini FDR BRIS ada di sekitar 83 persen. 

Selain itu, kondisi ini juga bisa membuat BRIS memberikan penawaran keuntungan simpanan deposito menjadi lebih tinggi agar bisa mendapatkan dana pengganti dengan cepat. Sampai Mei 2024, beban non-profit sharing BRIS sudah naik 41,23 persen menjadi Rp3,22 triliun. Pos beban non-profit sharing ini bisa dibilang mirip dengan beban bunga di perbankan konvensional. 

Meski begitu, dari segi bisnis, BRIS memiliki ruang pertumbuhan bisnis yang lebih besar karena masuk ke segmen populer seperti pembiayaan perumahan dan consumer lainnya hingga segmen korporasi dan komersial. BRIS memiliki segmen mikro yang didapatkan dari jatah KUR.

Kelebihan Saham Dividen, Bisa Ukur Risk-Reward Lebih Pasti
Saham yang rutin membagikan dividen memberikan kemudahan bagi holdernya untuk mengukur harga saham yang menarik untuk posisi beli. GImana caranya? simak di sini

Saham BTPS

Berbeda dengan BRIS, BTPS mengambil segmen yang tidak populer, tapi memang menjanjikan margin keuntungan yang tinggi, yakni segmen pembiayaan usaha mikro. Meski, BTPS harus bersaing dengan program KUR yang disubsidi pemerintah. 

Meski begitu, BTPS masih cukup kuat untuk bersaing dengan KUR pemerintah tersebut. Strategi mereka adalah membangun komunitas untuk penyaluran kredit mikro. Nantinya, komunitas ini akan membantu peningkatan penyaluran pembiayaan hingga menjaga kualitas pembiayaan tetap bagus. Soalnya, salah satu risiko terbesar dari pembiayaan mikro adalah sangat sensitif dengan perubahan siklus ekonomi dan risiko kredit bermasalah juga menjadi lebih tinggi. 

Sampai Mei 2024, BTPS bisa dibilang kurang ekspansif dalam penyaluran pembiayaan setelah mencatatkan penurunan pembiayaan sebesar 5,96 persen menjadi Rp10,7 triliun sepanjang 5 bulan pertama di 2024. Dari segi penghimpunan dana pihak ketiga, BTPS juga mencatatkan penurunan sebesar 0,82 persen menjadi Rp12,04 triliun. 

Kondisi yang kurang ekspansif ini membuat BTPS mencatatkan penurunan pendapatan bersih sebesar 3,93 persen menjadi Rp2,07 triliun. Ditambah, BTPS juga meningkatkan pencadangan sebesar 15,83 persen di Mei 2024 menjadi Rp599 miliar. Sehingga laba bersih BTPS turun 30,21 persen menjadi Rp465 miliar. 

Dari segi rasio keuangan, BTPS sudah antisipasi risiko bisnisnya dengan memasang CAR yang sangat tebal tembus 46,09 persen. Dari segi rasio pembiayaan bermasalah pun kondisi BTPS cukup bagus. Sampai Maret 2024, tingkat NPF gross BTPS turun menjadi 2,97 persen dibandingkan dengan 3 persen, sedangkan NPF net turun menjadi 0,02 persen. 

Dengan kondisi ini, kami ekspektasi sebenarnya BTPS bisa saja menetralisir pencadangan menjadi lebih rendah di kuartal kedua sehingga kinerja bottom line bisa lebih baik. 

Untuk tingkat NI BTPS, sesuai dengan segmennya di mikro, hasilnya cukup tinggi. meski, untuk per Maret 2024, ada penurunan menjadi 24,72 persen dibandingkan dengan 25,37 persen pada periode sama tahun ebelumnya. 

Untuk rasio NOM BTPS sendiri mengalami penurunan yang menandakan dari segi optimalisasi aktiva produktif menjadi laba juga turun. Tandanya, laba bersih turun memang ada dorongan dari bisnis utamanya. 

Menariknya, dari sisi CIR, BTPS ini lebih efisien dibandingkan dengan BRIS. Tingkat CIR BTPS memang naik, tapi baru di area 43,43 persen dibandingkan dengan 38,49 persen. 

Adapun, catatannya, tingkat FDR BTPS sudah cukup ketat di area 92 persen. Ruang ekspansi pembiayaan cenderung terbatas dibandingkan dengan BRIS. BTPS butuh himpun dana yang tidak terlalu mahal untuk bisa meningkatkan ruang ekspansi pembiayaannya. Dengan catatan, segmen pembiayaannya juga menarik untuk disalurkan lebih banyak. 

Soalnya, salah satu persoalan banking dalam penyaluran kredit atau pembiayaan untuk yang syariah saat posisi suku bunga tinggi adalah sulit mencari debitur berkualitas. Sehingga penempatan di SBN menjadi lebih menarik dibandingkan dengan nekat penyaluran kredit.

Kesimpulan

Jadi, mending BRIS atau BTPS? secara prospek bisnis, BRIS lebih menarik dengan perhitungan skala bisnis yang lebih besar (karena bisnis bank akan bicara dengan tingkat modal yang dimiliki), serta segmen pembiayaannya adalah segmen populer yang bisa tumbuh dengan mudah. 

Sementara itu, BTPS bukan tidak menarik, dari segi margin keuntungan, BTPS bakal lebih menarik dibandingkan dengan BRIS. Namun, skalabilitas BTPS masih kecil dan segmen mikronya akan sulit mendorong pertumbuhan bisnis BTPS lebih agresif lagi. 

Meski jika dilihat rata-rata pertumbuhan pendapatan tahunan dalam 3 tahun terakhir pada 2021-2023 (sejak BRIS dimerger dengan BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah). BRIS memang mencatatkan rata-rata pertumbuhan pendapatan tahunan sebesar 7,71 persen. Angka itu lebih tinggi daripada BTPS, tapi tidak begitu jauh. BTPS mencatatkan rata-rata pertumbuhan pendapatan tahunan sebesar 7,13 persen. 

Namun, meski BRIS terlihat lebih superior, tapi harga saham BRIS saat ini sudah terlampau mahal. Pasalnya, kami menilai harga wajar BRIS ada di Rp2.311 per saham. Sehingga jika mengejar harga di level saat ini yang sudah tembus Rp2.590 per saham, tingkat risikonya cukup tinggi. 

Sementara itu, BTPS memiliki posisi harga saham yang sudah murah sekali dengan asumsi wajar di Rp2.217 per saham. Hanya saja posisi murah BTPS ini juga disebabkan tekanan terhadap kinerja keuangannya. Kami menilai saham BTPS bisa kembali naik setelah suku bunga diturunkan. 

Dari segi dividen, BTPS lebih menarik. Dari tahun buku 2023 yang dibagikan pada April 2024 kemarin, BTPS membagikan senilai Rp70,51 per saham dengan tingkat dividend yield saat cum-date sektiar 5,19 persen. 

Di sisi lain, BRIS memutuskan bagikan dividen Rp18,55 per saham pada Mei 2024. Dengan menggunakan asumsi harga cum-date, tingkat dividend yield BRIS hanya 0,84 persen.

Kalau kamu lebih prefer BRIS atau BTPS?

Mau Tau Saham Dividen  Apa yang Lagi Murah? Kami Akan Tulis di 24 Digest Juni (Publikasi Bulanan Mikirdividen)

Join Mikirdividen sekarang untuk mendapatkan banyak benefit serta strategi investasi dan diskusi dengan para investor saham. Berikut benefit gabung mikirdividen:

  • Update review laporan keuangan saham dividen fundamental bagus hingga full year 2024 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
  • Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
  • Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
  • Publikasi eksklusif bulanan untuk update saham mikirdividen dan kondisi market
  • Event online bulanan

Tertarik? langsung saja beli Zinebook #Mikirdividen dengan klik di sini

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini