Adu Saham Batu Bara Cocok Di Kantong, PTBA vs ADRO
Ada dua saham batu bara yang likuid dan ramah di kantong, serta jadi favorit juga nih, yakni ada ADRO dan PTBA. Kira-kira, dari kedua ini, mana yang paling oke ya?
Mikirduit – Saham ADRO dan PTBA kompak turun dalam sepekan terakhir. Di sini, mulai banyak yang mencari peluang beli entah itu untuk jangka panjang atau sekadar berburu fluktuasi jelang pembagian dividen. Pertanyaannya, siapa yang lebih oke, ADRO atau PTBA?
Secara valuasi, ADRO jelas menjadi lebih menarik karena memiliki price to earning ratio (PE) 3,32 kali, sedangkan PTBA sudah 5,32 kali. Keduanya masih di bawah rata-rata 5 tahun, tapi Secara historis maupun perbandingan sektoral, PTBA memiliki posisi yang lebih mahal jika dibandingkan dengan ADRO.
Namun, bicara dividen, kami memproyeksikan PTBA jelas jauh lebih oke dengan perkiraan dividen payout ratio 100 persen, PTBA bakal bagikan dividen Rp529 per saham. Jika dihitung dengan harga 13 Maret 2024, tingkat dividen yield-nya tembus 18,79 persen.
Sementara itu, ADRO diperkirakan membagikan dividen hanya 40 persen dari laba bersihnya. Dengan begitu, total dividen termasuk interim menjadi Rp316 per saham. Untuk dividen final di 2024, kemungkinan hanya Rp116 per saham atau dengan tingkat yield sebesar 4,41 persen.
Jadi, lebih baik mana, ADRO atau PTBA ya? kami akan ulas lebih detail di sini.
Saham PTBA
PTBA menghadapi tekanan penurunan harga batu bara di 2023 dengan cara meningkatkan volume penjualan sebesar 16,72 persen menjadi 37 juta ton. Hal itu membuat penurunan pendapatan perseroan menjadi 9,75 persen.
Namun, dari segi laba kotor tetap turun drastis sebesar 49 persen menjadi Rp9,15 triliun. Hal itu disebabkan oleh penurunan harga rata-rata jual sebesar 22,74 persen menjadi Rp1,02 juta per ton. Padahal, dalam menghadapi penurunan rata-rata harga jual, PTBA juga telah menurunkan cash cost sebesar 27,51 persen menjadi Rp813.000 per ton.
Lalu, laba bersih PTBA turun 51,41 persen menjadi Rp6,1 triliun. Meski, laba bersih terjun bebas, tapi kinerja PTBA tetap diapresiasi pasar. Kenapa?
Alasannya, kinerja PTBA dinilai lebih baik dibandingkan dengan perkiraan analis sebelumnya.
Misalnya, dengan menggunakan riset Indopremier pada 5 Maret 2024, kinerja pendapatan PTBA senilai Rp38,48 triliun itu 4 persen lebih tinggi dari perkiraan. Lalu, laba bersih senilai Rp6,1 triliun itu juga lebih tinggi 27 persen daripada perkiraan.
Salah satu pendorongnya, PTBA mencoba lebih efisien terlihat dari penurunan cash cost sebesar 27 persen. Serta, adanya tambahan pemulihan biaya domestic market obligation (DMO) senilai Rp135 miliar.
Tapi, gimana prospek PTBA ke depannya?
Jika melihat prospek dari konsensus analis, kinerja laba bersih PTBA masih berpotensi lanjut tertekan hingga 2025. Masing-masing, laba bersih PTBA di 2024 diperkirakan turun 18,98 persen, sedangkan di 2025 diperkirakan turun 24,9 persen.
Itu jika secara angka-angka, secara rencana bisnis, PTBA memiliki beberapa rencana untuk mendorong pertumbuhan bisnisnya.
Salah satu rencana besar PTBA adalah terkait proyek hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME). Meski, rencana ini sempat terkendala oleh mundurnya Air Products and Chemicals Inc., tapi perseroan tengah menjajaki dengan beberapa mitra baru.
Lalu, kabar teranyar, PTBA berencana mengakuisisi tambang batu bara berkalori tinggi milik swasta untuk meningkatkan kinerja perseroan di masa depan. Adapun, perseroan juga mendapatkan tawaran ikut lelang wilayah izin usaha pertambangan dari Kementerian ESDM. Namun, perseroan tidak tertarik karena kalori rendah dan tingkat keekonomiannya rendah.
PTBA juga punya rencana proyek energi baru terbarukan (EBT) pembangkit listrik tenaga surya, tapi kini masih dalam tahap penjajakan calon mitra seperti PT Semen Padang, PT Jasa Marga (Persero) Tbk., PT Timah Tbk. (TINS), dan lainnya. Skema proyek ini lebih kepada memanfaatkan lahan pasca tambang di Tanjung Enim, Ombilin, dan Bantuas untuk pengembangan PLTS dengan kapasitas masing-masing area sekitar 200 megawatt peaks.
Dari ketiga rencana itu, yang bisa mendorong pertumbuhan jangka pendek adalah jika PTBA mengekskusi akuisisi tambang batu bara berkalori tinggi, sedangkan untuk DME juga perlu dilihat apakah bisa menggantikan LPG secara tingkat keeekonomian di konsumen. Serta, ada kelebihan beban royalti PTBA yang berkurang. Sehingga jika rencana satu dan dua dikolaborasikan, bisa memberikan keuntungan yang menarik untuk PTBA.
Untuk rencana ketiga, kami menilai itu tidak akan signifikan memberikan tambahan pendapatan kepada perseroan.
Dengan menggunakan asumsi proyeksi konsensus analis untuk laba bersih per saham PTBA di 2024 sekitar Rp429,4 per saham. Kami, menilai harga wajar PTBA ada di level Rp2.537 per saham. Sehingga, posisi saat ini sudah cukup tinggi.
Saham ADRO
ADRO mencatatkan penurunan pendapatan lebih dalam dibandingkan dengan PTBA sebesar 19,56 persen menjadi 6,51 miliar dolar AS.
Hal ini disebabkan, ADRO mencatatkan penurunan harga rata-rata jual lebih tinggi sebesar 28,15 persen menjadi 92,9 dolar AS per ton, serta pertumbuhan volume penjualan yang cenderung moderat di 7,18 persen menjadi 65,7 juta ton.
Sementara itu, laba kotor ADRO turun 45,47 persen menjadi 2,53 miliar dolar AS. Hal ini juga ada kaitannya dengan kenaikan cash cost sebesar 1,64 persen menjadi 55,8 dolar AS per ton.
Namun, ADRO bisa meredam penurunan laba bersih lebih rendah dari laba kotor, setelah laba bersih hanya turun 34,16 persen menjadi 1,64 miliar dolar AS. Posisi laba bersih ADRO lebih oke karena adanya penurunan beban pajak penghasilan sebesar 73 persen menjadi 443,78 juta dolar AS.
Lalu, bagaimana prospek ADRO ke depannya?
Dari konsensus analis, kinerja laba bersih ADRO diperkirakan masih tertekan setelah diperkirakan turun 29,85 persen menjadi 17,77 juta dolar AS. Namun, tren penurunan laba bersih ADRO makin lambat, hingga di 2025, laba bersih perseroan diperkirakan turun sebesar 16,37 persen menjadi 14,86 juta dolar AS.
Secara konsep diversifikasi bisnis, ADRO sudah memiliki konsep yang dijalankan, yakni perseroan menargetkan sudah bisa mencatatkan 50 persen pendapatan dari luar bisnis non-batu bara termal pada 2030.
Rinciannya, perseroan akan fokus mengembangkan batu bara metalurgi yang merupakan bahan baku pembuatan baja, serta smelter aluminium. Lalu, ADRO juga punya proyek pembangkit listrik tenaga air Mantarang dengan kapasitas 1,37 Giga watt. Dari tiga pendapatan itu, ADRO optimistis kinerjanya bisa bertumbuh dan porsi dari ketiganya bisa mencapai 50 persen dari total pendapatan perseroan.
Meski, untuk pembangkit listrik Mantarang ini penggunaannya lebih untuk smelter sehingga kami prediksi tidak memiliki kontribusi besar ke pendapatan perseroan.
ADRO mencatatkan penurunan pendapatan lebih dalam dibandingkan dengan PTBA sebesar 19,56 persen menjadi 6,51 miliar dolar AS.
Hal ini disebabkan, ADRO mencatatkan penurunan harga rata-rata jual lebih tinggi sebesar 28,15 persen menjadi 92,9 dolar AS per ton, serta pertumbuhan volume penjualan yang cenderung moderat di 7,18 persen menjadi 65,7 juta ton.
Sementara itu, laba kotor ADRO turun 45,47 persen menjadi 2,53 miliar dolar AS. Hal ini juga ada kaitannya dengan kenaikan cash cost sebesar 1,64 persen menjadi 55,8 dolar AS per ton.
Namun, ADRO bisa meredam penurunan laba bersih lebih rendah dari laba kotor, setelah laba bersih hanya turun 34,16 persen menjadi 1,64 miliar dolar AS. Posisi laba bersih ADRO lebih oke karena adanya penurunan beban pajak penghasilan sebesar 73 persen menjadi 443,78 juta dolar AS.
Lalu, bagaimana prospek ADRO ke depannya?
Dari konsensus analis, kinerja laba bersih ADRO diperkirakan masih tertekan setelah diperkirakan turun 29,85 persen menjadi 17,77 juta dolar AS. Namun, tren penurunan laba bersih ADRO makin lambat, hingga di 2025, laba bersih perseroan diperkirakan turun sebesar 16,37 persen menjadi 14,86 juta dolar AS.
Secara konsep diversifikasi bisnis, ADRO sudah memiliki konsep yang dijalankan, yakni perseroan menargetkan sudah bisa mencatatkan 50 persen pendapatan dari luar bisnis non-batu bara termal pada 2030.
Rinciannya, perseroan akan fokus mengembangkan batu bara metalurgi yang merupakan bahan baku pembuatan baja, serta smelter aluminium. Lalu, ADRO juga punya proyek pembangkit listrik tenaga air Mantarang dengan kapasitas 1,37 Giga watt. Dari tiga pendapatan itu, ADRO optimistis kinerjanya bisa bertumbuh dan porsi dari ketiganya bisa mencapai 50 persen dari total pendapatan perseroan.
Meski, untuk pembangkit listrik Mantarang ini penggunaannya lebih untuk smelter sehingga kami prediksi tidak memiliki kontribusi besar ke pendapatan perseroan.
Adapun, jika mengacu ke proyeksi laba bersih per saham ADRO di 2024 sekitar Rp555 per saham. Kami menilai harga wajar ADRO berada di kisaran Rp2.778 per saham. Posisi ini 4,9 persen lebih tinggi dari harga perdagangan pasar pada 14 Maret 2024 pukul 11 WIB di Rp2.640 per saham.
Kesimpulan
Ada beberapa yang bisa kami bandingkan antara ADRO dan PTBA di sini:
Pertama, dari segi rencana masa depan, ADRO memiliki rencana lebih matang untuk diversifikasi dari bisnis pertambangan batu bara termal dengan target di 2030 pendapatannya sudah terbagi 50:50 antara pendapatan batu bara termal dengan pendapatan dari batu bara metalurgi, smelter aluminium, dan PLTA. Sementara itu, PTBA masih mencari penjajakan mitra di proyek DME, rencana akuisisi, dan juga pembangkit listrik tenaga surya.
Kedua, dari potensi fluktuasi harga saham, PTBA berpotensi mencatatkan fluktuasi lebih tinggi karena tingkat dividen yield bisa mencapai 18 persen jika membagikan 100 persen laba bersih menjadi dividen. Belum lagi, jika rumor akuisisi mulai muncul sehingga membuat harga saham bergerak fluktuatif. Sementara, ADRO mungkin akan bergerak lebih kalem, apalagi dividen final di 2024 hanya memiliki tingkat dividen yield 4,41 persen.
Ketiga, PTBA memiliki risiko jika akhirnya dipaksa mengelola tambang batu bara kalori rendah yang sempat ditawarkan oleh kementerian ESDM. Pasalnya, tingkat keekonomian wilayah tambang itu diperkirakan cukup rendah. Meski begitu, PTBA menjadi penikmat kebijakan iuran kompensasi DMO karena porsi lokalnya paling besar.
Keempat, jika dinilai secara hitung-hitungan proyeksi di 2024, posisi PTBA saat ini lebih mahal dibandingkan dengan harga wajarnya. Namun, ini mengecualikan potensi fluktuasi akibat adanya dividen yield 18 persen, dan sentimen tidak terduga di masa depan. Di sisi lain, posisi ADRO lebih murah dengan potensi dividen yang cenderung moderat karena lagi pengerjaan beberapa proyek.
Untuk itu, mana yang lebih baik antara ADRO dan PTBA? kami menilai jika kamu ingin mengincar fluktuasi tinggi dan potensi dividen besar, PTBA bisa menjadi pilihan yang menarik. Meski, risikonya tingkat dividen per saham PTBA bisa turun seiring dengan tren penurunan kinerja hingga 2025. (proyeksi ini bisa berubah jika ada hal tidak terduga yang mempengaruhi harga batu bara dan kami proyeksikan sektor batu bara bisa mulai pulih di 2026)
Sementara, ADRO cocok untuk kamu yang ingin mencari pertumbuhan kinerja dengan fluktuasi harga yang tidak terlalu tinggi. Soalnya, secara rencana jangka panjang, ADRO sudah lebih jelas dibandingkan dengan PTBA.
Nah, kamu lebih pilih PTBA atau ADRO nih?
MEMBURU DIVIDEN DI MUSIM RUPS TAHUNAN? YUK BELAJAR DAN DAPATKAN PILIHAN SAHAM DIVIDEN TERBAIK DI MIKIRDIVIDEN
Kalau kamu beli #Mikirdividen edisi bundling ini, kamu bisa mendapatkan:
- Update review laporan keuangan hingga full year 2023-2024 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan (HINGGA Maret 2025)
- Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
- Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
- Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)
- Publikasi eksklusif bulanan untuk update saham mikirdividen dan kondisi market
Tertarik? langsung saja beli Zinebook #Mikirdividen dengan klik di sini
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini