Adu Saham Kawasan Industri Sinarmas vs Keluarga Suriadjaja

Saham kawasan industri bisa jadi menarik jika minat industri kembali meningkat. Apalagi, kebutuhan industri bukan saja dari FMCG dan otomotif, tapi juga teknologi seperti data center. Kira-kira saham kawasan industri mana yang menarik?

Adu Saham Kawasan Industri Sinarmas vs Keluarga Suriadjaja

Mikirduit – Dari sisi saham kawasan industri, kami menilai ada dua yang bisa dibandingkan, yakni DMAS sebagai penguasa di area Deltamas dan SSIA yang lebih ekspansif dengan memiliki area di Karawang dan juga Subang. Dari kedua ini, mana saham kawasan industri yang lebih menarik?

Saham SSIA

Secara umum, SSIA memiliki tiga bisnis utama, yakni properti, konstruksi, dan perhotelan. 

Dari sisi properti, SSIA memiliki Suryacipta City of Industry seluas 1.400 hektar, Subang Smartpolitan seluas 2.717 hektar. Lalu, mereka juga memiliki Glodok Plaza, SSI Tower, dan Edenhaus Simatupang. Serta memiliki beberapa aset properti seperti Umana Bali. 

Dari segi konstruksi dan infrastruktur, SSIA memiliki anak usaha NRCA. 

Lalu, dari perhotelan, SSIA memiliki Umana Bali, Gran Melia, Melia Bali, Batiqa Hotel  Karawang, dan The Plaza Hotel Glodok. 

Terakhir, SSIA juga menjadi salah satu pemegang saham di Online travel agent, yakni Travelio. Perseroan berencana membawa Travelio IPO, tapi belum ada kabar lebih detail terkait rencana tersebut.

Dalam setahun terakhir, ada dua hal yang membuat SSIA menjadi perhatian. 

Pertama, Grup Djarum mengakuisisi anak usaha SSIA di sektor kawasan industri, yakni Suryacipta Swadaya sebesar 37 persen senilai Rp3,1 triliun pada Maret 2024. Dengan porsi itu, SSIA masih menjadi pengendali dari anak usaha sektor kawasan industrinya tersebut. 

Kedua, BYD bangun pabrik di kawasan Subang, yakni milik anak usaha SSIA. Kabarnya, BYD bakal bangun pabrik di lahan seluas 108 hektar di kawasan Subang Smartpolitan tersebut. 

Nantinya, serah terima lahan akan dilakukan pada Agustus 2024 dan pabrik mulai beroperasi pada Januari 2026. 

Untuk prospek kinerja SSIA, kami menilai dari segi pendapatan berpeluang mencatatkan kenaikan lebih tinggi. Apalagi, kalau penjualan lahan industri di Subang Smartpolitan terus meningkat. Penjualan kawasan industri itu baru dilakukan perseroan pada 2023, dan ada potensi jumlahnya meningkat di 2024. 

Porsi penjualan kawasan industri terhadap seluruh pendapatan SSIA paling kecil. Per kuartal I/2024 hanya senilai Rp67 miliar dari total pendapatan sekitar Rp1,9 triliun. Meski begitu, tingkat laba bersihnya menjadi yang ketiga terbesar, senilai Rp50 miliar. 

Apalagi, segmen kawasan industri ini mencatatkan pendapatan dan hasil segmen yang meroket hingga ribuan persen di kuartal I/2024. 

Untuk bisnis utamanya, sebenarnya pendorong utama kinerja SSIA ada di segmen konstruksi, yang dijalankan anak usahanya NRCA. Segmen tersebut mencatatkan pendapatan senilai Rp713 miliar, meski dari segi margin keuntungan segmen paling kecil, yakni hanya 10,98 persen. 

Bisnis terbesar keduanya adalah dari hotel. Per kuartal I/2024, mencatatkan pertumbuhan sebesar 28,27 persen menjadi Rp231 miliar. Tingkat margin segmennya juga lumayan besar, yakni 64,32 persen. 

Meski dari segi pendapatan naik tinggi, tapi kami sangsi kinerja laba bersih SSIA akan membaik. Pasalnya, porsi kepentingan non-pengendali SSIA berpotensi makin tergerus, terutama setelah Grup Djarum akuisisi anak usahanya di sektor kawasan industri. Hal itu bisa membuat posisi bottom line SSIA masih dalam tekanan rugi hingga tahun ini. 

Untuk masalah risiko kredit juga bisa dibilang rendah. Tingkat debt to Equity rasio SSIA hanya 0,59 kali. Lalu, tingkat kas dan setara kas eksisting senilai Rp904 miliar masih mencukupi untuk menyelesaikan utang jangka pendek.

Adu Saham Bank Syariah, BRIS vs BTPS, Siapa yang Terbaik?
Saham BRIS dan BTPS lagi kompak melaju, jika bicara saham bank syariah, siapa yang terbaik antara kedua bank tersebut?

Saham DMAS

Berbeda dengan SSIA yang mayoritas pendapatan berasal dari konstruksi (NRCA) dan hotel, DMAS lebih terkonsentrasi ke penjualan lahan industri. Porsi pendapatan hotel DMAS sangat kecil sekali kurang dari 1 persen. 

Saham DMAS memiliki dua hal yang lagi ditunggu kepastiannya dari investor. 

Pertama, sebenarnya lebih ke sentimen jadinya proyek Pusat Data Nasional pertama di kawasan DMAS. Kabarnya, Pusat Data Nasional itu akan dirilis pada 17 Agustus 2024. 

Kedua, DMAS dikabarkan lagi proses pembebasan lahan baru di sekitar area Deltamas untuk memperluas areanya. Hanya saja, aksi korporasi ini masih bersifat confidential. Perluasan area Deltamas ini bisa menjadi sumber revenue bagi DMAS di masa depan. Sejauh ini, land bank DMAS diperkirakan masih bisa bertahan hingga 5 tahun ke depan.

Kinerja DMAS di kuartal I/2024 bisa dibilang cukup oke dengan mencatatkan kenaikan pendapatan usaha sebesar 145,5 persen menjadi Rp549 miliar. 

Direktur dan Sekretaris  Perusahaan Tondy Suwanto mengatakan pendapatan usaha perseroan dari segmen industri pada kuartal pertama 2024 didorong dari penjualan lahan industri ke sektor data center dan otomotif. 

Jika dilihat secara rinci, 86 persen pendapatan perseroan berasal dari tiga klien besar, yakni Microsoft senilai Rp249 miliar, PT Standart Energi Indonesia (perusahaan manufaktur untuk pendukung pembangkit listrik tenaga surya) senilai Rp119,18 miliar, dan PT Mekar Armada Jaya (perusahaan karoseri bus) senilai Rp101 miliar. 

Dari kenaikan pendapatan yang signifikan itu, laba bersih DMAS juga naik 135 persen menjadi Rp366 miliar. 

Meski begitu, pertumbuhan kinerja pendapatan dan laba bersih yang signifikan itu membuat dari segi biaya lebih besar juga. Hal itu membuat gross profit margin DMAS turun menjadi 68 persen dibandingkan dengan 69,64 persen pada periode sama tahun sebelumnya. Lalu, net profit margin DMAS juga turun menjadi 66,68 persen dibandingkan dengan 69,51 persen pada periode sama tahun sebelumnya.

Namun, hal ini masih wajar karena harus ada yang dibayar ketika mencatatkan pertumbuhan bisnis secara organik yang cukup signifikan.

Kesimpulan

Jadi, lebih bagus mana DMAS atau SSIA? kedua kawasan industri ini juga lagi sama-sama kedatangan permintaan kawasan data center. Sehingga ada potensi penjualan lahan ke depannya bisa meningkat, terutama di kawasan Cikarang dan Karawang. 

Namun, ada beberapa hal yang membedakan antara SSIA dengan DMAS. 

Pertama, dari segi struktur pendapatan, SSIA lebih oke karena jumlah recurring income dari bisnis hotel dan perkantoran sangat tinggi hampir 25 persen dari total pendapatan. Sehingga, SSIA lebih memiliki kepastian pendapatan berulang meski sifatnya memiliki siklus sesuai daya beli masyarkaat juga. Apalagi, skema ekosistem SSIA menarik karena mereka juga memiliki bisnis kontraktor. Sehingga pembangunan di kawasan industri bisa menggunakan jasa NRCA. Sementara itu, porsi recurring income DMAS masih sedikit kurang dari 5 persen. 

Kedua, tapi secara struktur keuangan hingga bottom line, DMAS lebih profitable karena tidak ada pembagian dengan kepentingan non-pengendali yang cukup signifikan. Sementara, kondisi itu membuat kinerja laba bersih SSIA fluktuatif. Hasilnya, dari segi dividen, DMAS menjadi lebih menarik dibandingkan dengan SSIA yang tidak konsisten. Meski, dalam dividen terakhir, DMAS memutuskan tidak bagikan dividen final karena dikabarkan ingin mengoptimalkan kas-nya.

Inikah Alasan Saham DMAS Tidak Bagi Dividen Final
Saham DMAS bikin kehebohan setelah menahan dividen final sehingga total dividen yang dibagikan cuma interim senilai Rp12. Ada apa dengan DMAS?

Ketiga, SSIA memiliki tingkat rasio utang berbunga hingga 0,5 kali, sedangkan DMAS menjadi salah saham tanpa utang berbunga. Hal itu membuat DMAS bisa lebih fleksibel mengoptimalkan kasnya, sedangkan posisi bottom line SSIA juga dipengaruhi biaya beban bunga dan cicilan utang tersebut.

Keempat, dari segi bisnis kawasan industri, DMAS bisa dibilang bermain aman dengan fokus memperbesar lahan industri di area yang sudah dimilikinya. Sehingga biaya penjualan dan operasional lebih efisien. Sementara itu, SSIA lebih ekspansif dengan membuka kawasan industri baru di Subang, hanya saja untuk melakukan penjualan di kawasan industri baru itu butuh waktu menunggu infrastruktur memadai. Dalam hal ini, SSIA sudah menunggu proses pembangunan infrastruktur di kawasan Subang hampir 5 tahun silam. 

Kelima, dari sisi harga saham, SSIA dengan kondisi fundamental tersebut sudah cukup tinggi. Price to book value (PBV) SSIA sudah tembus 1,25 kali. Itu adalah posisi PBV tertinggi dalam 5 tahun terakhir berada jauh di atas PBV standard deviasi +2 5 tahunnya yang berada di 1,05 kali. Harga wajar dengan asumsi PBV wajarnya sekitar Rp533 per saham. 

Sementara itu, harga saham DMAS justru lagi posisi murah dengan tingkat PBV sekitar 1,2 kali. Harga wajar DMAS dengan menggunakan asumsi PBV wajar sekitar Rp166 per saham.

Dengan ulasan ini, kamu lebih tertarik SSIA atau DMAS jika bicara saham kawasan industri?

Join Market Outlook Semester II/2024 Mikirduit Pada 20 Juli 2024 Pukul 13:00 - selesai secara Online

Market outlook semester II/2024 akan membahas saham-saham potensial dari untuk investing maupun trading pendek yang menarik. Kamu yang ikutan akan diberikan booklet spesial market outlook jelang penurunan suku bunga the Fed agar tidak kelewatan momentum jelang bullish market.

Jika kamu bukan member Mikirdividen, kamu bisa daftar presale diskon Rp50.000 dengan kode promo SAHAMBULLISH dengan klik link ini (kode promo bisa dimasukkan setelah klik tombol bayar)

Lalu, jika kamu mau ambil paket lengkap bisa join Mikirdividen Bundling dan dapatkan paket lengkap:

  • Ulasan 31 Saham Dividen Jangka Panjang yang Diupdate Setiap Rilis Laporan Keuangan
  • Publikasi Bulanan untuk gambaran arah market sebulan ke depan, terbit setiap akhir bulan
  • Grup diskusi mikirdividen
  • Event Online Bulanan termasuk Market Outlook Semester II/2024

Klik di sini untuk join Mikirdividen Bundling dan nikmati potongan harga tambahan jika menggunakan kode promo SAHAMBULLISH.