Cara Menyakinkan Diri Saat Investasi Saham Jangka Panjang
Siapa yang pas beli saham untuk jangka panjang abis itu dilema, apakah saham ini akan turun atau naik. Ketika turun langsung resah mau jual dan sebagainya. Pahami cara yakinkan diri dalam investasi saham di sini.
Mikir Duit – Siapa sih yang tidak pengen investasi saham yang cuan besar banget. Apalagi, beberapa pekan terakhir saham-saham Lo Kheng Hong melejit semua, Warren Buffett Indonesia itu mungkin mencatatkan bagger di beberapa sahamnya. Namun, ketika kita hold keras sebuah saham, pasti selalu ada pertanyaan apakah saham ini bagus atau tidak ya? kira-kira Lo Kheng Hong mempertanyakan hal serupa nggak ya ketika dia hold keras saham?
Ada salah satu cerita yang menggiurkan lagi, salah satu investor saham legendaris yang konon hold keras saham PT Mandala Multifinance Tbk. (MFIN) sejak IPO hingga kemarin dan sudah cuan luber-luber. Wah, nampaknya enak sekali ya investasi saham bisa cuan berkali-kali lipat? iya tapi masalahnya adalah harus hold keras selama 18 tahun, meski dalam periode itu dia mendapatkan dividen, serta modalnya besar. Sehingga dividen yang didapatkan lebih berasa.
Pertanyaannya, bagaimana bisa se-confidence itu menahan harga saham hingga berpuluh-puluh tahun, kenapa bisa yakin?
BACA JUGA: Begini Cara Memilih Saham Pertama Serta Deretan Kesalahan yang Terjadi Saat Pilih Saham Pertama
Mencari Saham yang Benar
Yaps, hampir mayoritas investor saham ingin membeli saham yang benar-benar bisa naik. Namun, tidak ada saham yang 100 persen selalu naik dan tidak pernah turun. Setiap saham pasti pernah turun, tapi harapannya penurunannya tidak lebih besar daripada kenaikannya. Salah satu saham yang kerap dijadikan contoh adalah PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA).
Meski valuasinya terkenal mahal, tapi tren harga saham BBCA terus naik. Namun, bagi yang belum masuk pasti bingung, kapan waktu terbaik masuk ke saham BBCA?
Ketika mendengarkan banyak ulasan [maybe termasuk di Mikirduit], jadi galau, waduh kayaknya masih mahal. Yaudah tunggu murah, eh pas murah uangnya sudah terpakai. hehe..
Namun, jika nekat beli di harga tinggi, ketika terjadi floating profit, pasti isi hati gundah gulana. Ada pertanyaan? apakah jual dulu, nanti baru beli lagi di bawah? atau average down saja terus?
Jika kamu masih penuh dengan pergolakan yang seperti itu, artinya kamu belum menemukan keyakinan untuk membeli saham tersebut. Kamu masih dibumbui kecemasan harga saham turun dan tidak akan naik. Artinya, kamu tidak percaya bisnis perusahaan bisa tumbuh dan akan mengerek harga sahamnya.
Jadi, bagaimana cara memilih saham yang benar?
Cara Memilih Saham yang Benar
Banyak versi cara memilih saham yang benar, dari mencari yang punya return on equity (ROE) konsisten tinggi di industrinya, serta valuasi harga relatif dengan price to book value (PBV) maupun price to earning ratio (PER) yang murah. Bahkan, sampai ada yang analisis valuasi harga dengan discounted cash flow, sebuah cara rumit menghitung valuasi saham.
Selain itu, ada juga yang mati-matian mencari posisi margin safety teraman dengan harapan investasi sahamnya rendah risiko. Nggak ada yang salah dengan semua itu, tapi tidak semua orang mampu membaca angka-angka itu dan menyimpulkan.
Kami di Mikirduit ingin membantu kamu investor ritel untuk lebih mudah memahami angka-angka itu, tapi jika belajar terlalu lama bisa jadi tertinggal kendaraan potensial yang lagi murah atau siap terbang.
Jadi, bagaimana caranya memilih saham yang benar pasti naik? Lagi-lagi, saya tekankan tidak ada saham yang 100 persen naik nggak pernah turun. Berikut ini cara ringkas saya dalam memilih saham yang bisa mencatatkan rata-rata kenaikan per tahun sekitar 10-15 persen. (ya tidak besar, tapi lumayan dan risiko terukur).
- screening saham berdasarkan market cap-nya. Pilihannya ada dua, jika kamu siap berjuang dengan saham second liner, cari dari saham market cap dari Rp5 triliun ke atas. Namun, kalau kamu ingin perusahaan yang sudah matang, cari yang market capnya Rp10 triliun ke atas.
- Seleksi saham berdasarkan kondisi valuasi PBV dan PER termurah. Untuk posisi screening ini, saya cenderung menyarankan PBV yang lebih general untuk seluruh sektor. Soalnya, valuasi PER kerap terdistraksi kenaikan laba bersih yang bukan didorong oleh operasionalnya. Cari sekitar 10 saham dengan PBV positif yang terendah tanpa notasi khusus. Asusmi terendah di sini, selain angkanya rendah, lalu juga rendah di bandingkan dengan rata-rata 5 tahunnya. Kalau, ada yang PBV-nya negatif skip aja. (Cara cek ini bisa menggunakan screener Stockbit)
BACA JUGA: Deretan Saham Murah Menurut PBV-nya
- Cek selama year to date atau sepanjang 12 bulan terakhir, penurunan harga sahamnya sudah berapa dalam. Jika posisi saham baru saja naik dan sedikit mengalami penurunan lebih baik cari yang lain. Namun, jika melihat harga saham sudah turun signifikan, dan kinerja bisnis tidak ada masalah, berarti ini bisa masuk watchlist.
- Sudah ketemu ada beberapa saham, cek fundamentalnya di laporan keuangan. Hal terpenting yang perlu dilihat:
- Jika dia perusahaan non-bank bisa cek rasio liabilitasnya dibandingkan dengan ekuitas yang sering disebut debt to equity ratio (DER). Kalau gede banget, lebih baik skip, karena emiten dengan utang besar rentan goyah jika ada krisis.
- Cek sumber pendapatan dari siapa aja, apakah ada hal yang aneh dari pencapaian pendapatannya (seperti hanya ada satu klien besar di tahun ini yang berpotensi tidak ada di tahun berikutnya).
- Cek gross profit margin dan net profit margin dan bandingkan dengan saham sektor serupa. Bagaimana posisinya? (ini bisa cek secara gratis di RTI)
- Cek sumber penghasil laba, apakah dari operasionalnya atau ada faktor lain seperti dari investasi atau bagian laba entitas asosiasi, hingga cuma lagi dapat keuntungan selisih kurs yang signifikan.
- Cek arus kas operasional, apakah positif atau negatif. Jika positif berarti araus kas setara kas bisa berasal dari operasional. Jika negatif, berarti kehidupan perusahaan dibiayai dari utang atau penerbitan saham baru alias investor yang jika tidak kunjung positif bisa berefek buruk ke harga saham.
- Cek seberapa rutin bagi dividen dan berapa besarannya. Tujuannya, agar investasi jangka panjang-mu memiliki value dengan tambahan pendapatan pasif dari dividen. Meski, jika melihat masa lalu bukan berarti di masa depan akan selalu kasih dividen. Namun, setidaknya dengan melihat masa lalu,ktia ada gambaran bagaimana cara perusahaan ini membagikan dividen.
- Cek prospek bisnis perusahaan yang dihubungkan dengan kebijakan pemerintah lebih pro atau kontra dengan bisnis saham tersebut. Serta, cek rekam jejak anak usahanya ada yang kena PKPU atau tidak. Biasanya, kalau ada anak usaha kena PKPU sudah dapat notasi khusus dari BEI sih.
- Cek likuiditas saham. Jangan sampai bid-offer hariannya cuma 1-100 doang. Ini agak bahaya juga mudah digoreng. Cari saham likuid biar agak tenang diemin dalam jangka panjang.
Cara yang saya tunjukkan ini memang bukan best practice para praktisi. Ini hanya formula buatan investor ritel seperti saya untuk membantu kamu semua memilih saham yang bagus untuk jangka panjang dengan keyakinan tinggi. Lalu, kamu juga bisa mengubah formula ini sesuai dengan gaya-mu. Ibaratnya ini default yang bisa diotak-atik sesuai dengan seleramu, termasuk menambahkan ketentuan posisi teknikal yang menarik.
Mungkin kamu tidak akan bisa langsung seperti Lo Kheng Hong atau pemilik MFIN sejak IPO yang saya ceritakan dalam waktu seminggu atau sebulan. Namun, setidaknya, kamu bisa memiliki saham yang potensial untuk jangka panjang dengan keyakinan tinggi.
Kesimpulan
Kenapa saya bisa yakin dengan menggunakan cara di atas membuat kita tidak khawatir lagi prospek harga saham-nya? soalnya, kita sudah punya alasan kuat kenapa beli saham tersebut untuk jangka panjang. Dari alasan kuat itu, kita tinggal tunggu panennya saja suatu saat nanti.
Meski, saya masih menyarankan agar para investor jangka panjang juga memantau update perkembangan kinerja keuangan terbaru agar bisa pivot segera jika ada perubahan nasib fundamentalnya.
Kira-kira, apa saham yang sesuai 7 kriteria di atas ya? apakah saat ini ada saham yang memenuhi kriteria tersebut?