Deklarasi Perang Israel, Prospek Saham Serta Ekonomi Global 2024
Deklarasi perang dari Israel membuat harga minyak dunia langsung naik 5 persen dalam sehari. Kira-kira, apa efeknya ke pasar saham dan ekonomi Indonesia ya?
Mikirduit – Kejutan terjadi jelang akhir 2023, tiba-tiba Israel mendeklarasikan perang terhadap Palestina. Deklarasi perang oleh Israel ini menjadi yang pertama sejak 1973 saat terjadi Perang Yom Kippur. Lalu, apa efeknya terhadap pasar saham dan perekonomian dunia?
Mengingat Sejarah Krisis Minyak 1973
Perang Yom Kippur terjadi pada 6 Oktober 1973 yang merupakan serangan balasan setelah Mesir dan Suriah kehilangan wilayah setelah perang pada 1967. Di sini, terjadi perang luar biasa hingga Amerika Serikat (AS) turun tangan.
Turun tangannya paman sam untuk mendukung Israel membuat organisasi pengekspor minyak OPEC mengembargo ekspor ke AS ditambahn dilakukan pemangkasan produksi secara signifikan. Hasilnya, harga minyak melejit 301 persen menjadi 11,65 dolar AS per barel. Gara-gara itu, harga bensin di AS naik hingga membawanya menjadi krisis energi.
Embargo memang cuma berjalan kurang dari 6 bulan, tapi hal itu membuat inflasi naik signifkan di seluruh dunia. Apalagi, saat itu kondisinya pertumbuhan ekonomi belum tumbuh bagus sehingga dikenal sebagai periode stagflasi, yakni inflasi naik saat ekonomi masih stagnan.
BACA JUGA: Harga Minyak ke 100 dolar AS per Barrel, Ini Saham yang Diuntungkan
Apa Efek Deklarasi Perang Israel Oktober 2023?
Pertanyaannya muncul, kali ini Israel dekralasi perang dengan Palestina. Apa efeknya terhadap ekonomi dunia dan pasar saham?
Oke, secara kasat mata subjek dari peranng ini adalah Israel dan Palestina. Namun, di sini, Iran datang untuk mendukung Palestina.
Di mana, posisi geopolitik Iran bisa dibilang berlawanan dengan Amerika Serikat. Iran bisa saja melakukan tindakan yang bisa menganggu distribusi minyak jika Israel tidak segera menghentikan serangan.
Seperti, jika Iran menutup selat Hormuz, area milik Iran dan mereka berhak buka tutup selat tersebut, berarti ada potensi menganggu jalur kapal yang melalui area tersebut. Sebagai catatan, jalur selat Hormuz itu adalah salah satu jalur penting karena menjadi tempat distribusi sekitar 17 juta barel minyak mentah dan kondesat setiap harinya.
Sementara itu, saat ini Iran telah mencatatkan kenaikan ekspor minyak yang signifikan dan tertinggi dalam lima tahun setelah lepas dari sanksi Amerika Serikat.
Jika tiba-tiba ekspor minyak ini dihentikan, supply minyak dunia makin terbatas dan harganya berpotensi melambung tinggi.
Dikutip dari Bloomberg, analis ANZ Group Holdings Ltd. Biran Martin dan Daniel Hynes mengatakan kunci dari perang ini adalah apakah konflik tetap terkendali atau bisa menyebar ke wilayag lainnya seperti, Arab Saudi.
"Sejauh ini, pelaku pasar masih berasumsi efek dari perang masih terbatas dan akan berefek terhadap harga minyak. Namun, jika durasi berlangsung lebih lama, bukan tidak mungkin volatilitas harga minyak yang lebih tinggi bisa terjadi," ujarnya.
Harga minyak dunia per 9 Oktober 2023 pun mencatatkan kenaikan cukup tinggi. Harga minyak WTI naik 5,06 persen menjadi 86,98 dolar AS per barel, sedangkan harga minyak Brent naik 5 persen ke 88,81 barel per barel.
BACA JUGA: Harga Minyak Naik Pilih ELSA atau RUIS?
Efek ke Pasar Saham di Indonesia
Kenaikan harga minyak dunia ini jelas akan menjadi angin segar bagi emiten yang menjual minyak sebagai penambang maupun sekadar trader. Di Indonesia, hanya PT Medco Energi International Tbk. (MEDC) yang menjadi penambang minyak dan pastinya diuntungkan dari kenaikan harga minyak dunia serta konflik Timur Tengah tersebut.
Selain MEDC, ada beberapa saham yang terkait jual-beli atau operasional minyak seperti, PT AKR Corporindo Tbk. (AKRA) yang memperdagangkan BBM.
Lalu, ada PT Sigma Energy Compressindo Tbk. (SICO) yang bisnisnya adalah menyewakan compressor ke penambang migas, tapi perseroan juga melakukan aktivitas jual-beli migas. Terakhir, ada PT Elnusa Tbk. (ELSA) dan PT Radiant Utama Interinsco Tbk. (RUIS) yang merupakan kontraktor penambang migas.
Selain itu, ada juga yang bisnisnya melakukan distribusi migas seperti, PT Soechi Lines Tbk. (SOCI), PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk. (HITS), PT Buana Lintas Lautan Tbk. (BULL), dan PT Wintermar Offshore Marine Tbk. (WINS).
BACA JUGA: Review 5 Saham IPO 2022-2023 yang Bagi Dividen Jumbo
Deretan saham itu berpotensi diuntungkan karena kenaikan harga minyak. Namun, untuk perkapalan pembawa migas mungkin ada sedikit tantangan jika adanya penutupan jalur yang berpotensi menganggu distribusi minyak di selat Hormuz. Namun perlu dicek apakah klien dari perusahaan kapal migas itu ada yang melewati jalur tersebut atau tidak. Kalau iya, risiko kinerja bisa agak terganggu jika distribusi bermasalah.
Sementara itu, ketika harga minyak melonjak tinggi akan membuat harga komoditas alternatif seperti batu bara juga terkerek naik. Pasalnya, untuk menyeimbangkan biaya, beberapa industri berpotensi melakukan shifting sebagian proses produksi atau pembangkit dengan batu bara agar operasional lebih efisien.
Hal itu bisa membantu mengerek pergerakan harga batu bara dunia yang jelas bisa membantu emiten batu bara mengurangi penurunan kinerja keuangan akibat normalisasi harga komdoitas.
Begitu juga dengan CPO, permintaan inovasi biodiesel bisa saja dioptimalkan pemerintah Indonesia hingga Malaysia atau negara lain untuk bisa lebih menghemat biaya energi yang naik akibat lonjakan harga minyak.
Meski begitu, secara overall jika perang memanas dan harga minyak dunia meroket, efeknya akan lebih negatif kepada seluruh sektor di pasar saham. Alasannya, biaya distribusi hingga energi akan naik signifikan sehingga bisa menganggu daya beli masyarakat yang berujung kinerja keuangan mayoritas emiten malah melambat.
Efek ke Ekonomi Dunia, Termasuk Indonesia
Hal tersulit lainnya adalah kondisi ekonomi dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Inflasi yang tinggi, serta posisi suku bunga tinggi membuat pertumbuhan ekonomi melambat. Bahkan, ekonomi Amerika Serikat (AS) juga terkena tekanan perlambatan akibat agresivitas Federal Reserve (The Fed) yang menaikkan suku bunga terlalu cepat dalam hampir 1,5 tahun terakhir.
Masalahnya, jika deklarasi perang Israel ini menjadi berlarut-larut bisa membuat harga minyak dunia meroket. Apalagi, jika ada intervensi dari Iran dan negara Arab penghasil minyak lainnya.
Efeknya, inflasi dunia berpotensi lanjut meroket naik [karena adanya kenaikan biaya BBM yang membuat harga produk sehari-hari meningkat]. Artinya, suku bunga tinggi bisa lanjut naik untuk normalisasi inflasi, terutama suku bunga The Fed. Kenaikan suku bunga The Fed jelas jadi petaka bagi negara lain, termasuk Indonesia.
BACA JUGA: Ini Penyebab Harga BBM non-Subsidi di Indonesia Naik Turun Setiap Bulannya
Artinya, Bank Indonesia juga harus menaikkan tingkat suku bunga acuan agar tidak ada arus modal yang keluar signifikan, menjaga nilai tukar rupiah, dan mengendalikan laju inflasi.
Namun, kenaikan suku bunga itu akan mengorbankan pertumbuhan ekonomi yang berpotensi melambat. Jika merujuk kepada kejadian Rusia-Ukraina pada 2022, jika ada intervensi entah dari Amerika Serikat atau Negara Arab terkait perang tersebut atau Israel makin membabi buta, berarti efeknya bisa berjalan sekitar setahun di 2024. Di mana, mungkin kita akan menjadi saksi sejarah krisis energi yang terakhir terjadi pada 1970-an.
Kesimpulan
Kenaikan harga minyak dunia memang bisa jadi berkah untuk perusahaan migas dan juga energi lainnya, seperti batu bara. Namun, kenaikan harga minyak yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kenaikan inflasi yang signifikan hingga membuat ancaman resesi global menjadi kian nyata.
Ditambah, dengan risiko kenaikan inflasi yang tinggi bisa membuat suku bunga acuan bank sentral dari The Fed hingga Bank Indonesia akan lebih lama berada di level tinggi. Di mana, kami sempat ekspektasikan suku bunga mulai melandai di kuartal II/2024. Efeknya jika suku bunga masih lanjut naik dan bertahan lebih lama di level tinggi adalah pasar saham akan makin tidak menarik untuk sementara, sedangkan ekonomi akan makin lambat.
Semoga deklarasi perang Israel tidak berjalan dalam waktu yang lama ya agar tidak terjadi fenomena krisis energi seperti tahun 1970-an.
Mau dapat guideline saham dividen 2024?
Pas banget, Mikirduit baru saja meluncurkan Zinebook #Mikirdividen yang berisi review 20 saham dividen yang cocok untuk investasi jangka panjang lama banget.
Kalau kamu beli #Mikirdividen edisi pertama ini, kamu bisa mendapatkan:
- Update review laporan keuangan hingga full year 2023 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
- Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
- Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
- Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)
Tertarik? langsung saja beli Zinebook #Mikirdividen dengan klik di sini
Referensi
- Investopedia, 20 Juli 2023, 1973 Crisis Energy: Causes and Effect
- History, 9 November 2009, Yom Kippur War
- Bloomberg, 9 Oktober 2023, Oil Rallies by More Than 3 After Hamas Attacks Against Israel