Fakta 4 Periode Penurunan Suku Bunga The Fed, Tanda Saham Lanjut Naik?

Penurunan suku bunga the Fed di depan mata, tapi sebaiknya kamu jangan langsung greed borong semua semua saham. Cari tau alasannya di sini.

Fakta 4 Periode Penurunan Suku Bunga The Fed, Tanda Saham Lanjut Naik?

Mikirduit – Jerome Powell, Gubernur Federal Reserve (The Fed) sudah menegaskan jika inflasi Amerika Serikat (AS) kembali melambat di Agustus 2024, berarti suku bunga Fed Fund Rate akan diturunkan pada September 2024. Secara logika, keputusan itu menjadi tanda bagus karena bisa membuat ekonomi kembali bertumbuh, tapi jangan lupa setiap ada penurunan suku bunga The Fed kerap diiringi kejadian luar biasa. Apa maksudnya?

Sejak The Fed menaikkan suku bunga secara agresif pada 2022 hingga 2023, otomatis pasar saham pun melandai karena peredaran uang melambat. Di sini, pelaku pasar berharap The Fed menurunkan suku bunga segera untuk bisa menggerakkan kembali roda perekonomian. 

Sayangnya, secara historis, penurunan suku bunga The Fed bisa merepresentasikan dua hal. Pertama, untuk antisipasi perlambatan ekonomi dan risiko resesi yang sudah terjadi. Kedua, untuk mengantisipasi risiko ekonomi yang belum terjadi. Artinya, penurunan suku bunga The Fed bisa juga memberikan pertanda ada risiko ekonomi yang bisa terjadi. 

Hal itu terlihat setidaknya dalam penurunan suku bunga The Fed sejak 1998 hingga saat ini. Selama periode itu, The Fed sudah 4 kali menurunkan suku bunga dengan tujuan poin pertama (antisipasi risiko resesi) dan dampak kedua (antisipasi risiko yang belum terjadi). Berikut timeline-nya.

meme jerome powell

Periode 1998: Penurunan Suku Bunga The Fed Akibat Krisis Mata Uang Global

Sepanjang 1998, The Fed melakukan pemangkasan suku bunga sebanyak 3 kali dengan total sebesar 75 bps dari 5,5 persen menjadi 4,75 persen. 

Penurunan suku bunga dilakukan karena ada anomali kondisi ekonomi di seluruh dunia, dipicu dari ambruknya mata uang Thailand yang menular ke seluruh Asia, Rusia, dan Amerika Latin. Bahkan, salah atu hedge fund raksasa AS Long-Term Capital Management kala itu diambang kebangkrutan.

Sebenarnya, permasalahan krisis mata uang 1997-1998 itu juga ada kaitannya dengan keputusan pemerintah AS pada 1970 untuk tidak menjamin dolar AS dengan emas. Hasilnya, sistem kurs mata uang di bank sentral seluruh dunia mulai berubah dari fix Exchange rate menjadi floating managed hingga free float Exchange rate. 

💡
Fix Exchange rate: mata uang dijaga di level tertentu dengan intervensi 

Managed Floating Exchange Rate: mata uang dijaga di rentang level tertentu selama beberapa periode dengan intervensi

Free float Exchange rate: mata uang bergerak sesuai Supply and demand di pasar. Intervensi bisa dilakukan tapi sekadar untuk menjaga kestabilan tanpa target tertentu

Namun, beberapa negara seperti Thailand masih menggunakan Fix Exchange Rate, sedangkan Indonesia saat itu sudah menggunakan Managed Floating Exchange Rate. 

Tantangannya, bagi bank sentral yang masih menggunakan Fix Exchange Rate dan Managed Floating Exchange Rate adalah ketika dolar AS menguat, mereka harus intervensi untuk menjaga nilai sesuai dengan ketentuan. 

Masalahnya, pada 1994-1995 The Fed membuat kehebohan dengan menaikkan suku bunga, serta diumumkan ke publik untuk pertama kalinya. Bahkan, dalam setahun di 1994, The Fed menaikkan suku bunga hingga 250 bps menjadi 5,5 persen.Kenaikan suku bunga itu jelas mengejutkan Thailand yang kala itu juga punya utang dalam dolar AS yang sangat besar. 

Dengan kondisi sistem fix exchange rate dan dolar yang menguat, akhirnya Thailand mengubah sistemnya menjadi free float exchange rate karena cadangan devisa menipis untuk intervensi. Hasilnya baht melemah dan investor asing di Asia Tenggara mulai panik juga. Sehingga permasalahan di Thailand juga menular ke negara-negara lain di Asia. 

Dalam kondisi ini, penurunan suku bunga The Fed dilakukan karena terjadi anomali ekonomi dunia yang juga bisa berdampak terhadap ekonomi AS. Artinya, pada periode ini penurunan suku bunga dilakukan untuk antisipasi risiko ekonomi yang telah terjadi agar tidak semakin meluas.

Periode 2001: Penurunan Suku Bunga The Fed Setelah Bubble Dotcom Pecah

The Fed memangkas suku bunga cukup agresif sepanjang 2001 sebesar 475 bps dari 6,5 persen menjadi 1,75 persen hanya dalam1 tahun. Artinya, setiap pertemuan FOMC, The Fed setidaknya memangkas suku bunga sekitar 25 bps hingga 50 bps. 

Pemangkasan suku bunga pada periode ini terjadi setelah bubble dotcom (lonjakan harga saham internet tanpa basis fundamental kuat akhirnya jatuh) pada 2000. Euforia saham internet itu membuat banyak uang masuk ke perusahaan internet yang tidak menguntungkan secara bisnis. Sampai akhirnya, euforia itu berakhir dan pesta saham internet berakhir. Dari ratusan saham internet yang lahir saat itu, hanya beberapa yang masih bertahan hingga saat ini, beberapa diantaranya Microsoft dan Amazon.

Pecahnya bubble dotcom sempat memberikan dampak signifikan ke sektor riil. Ekonomi AS sempat mengalami resesi (mengalami penurunan ekonomi atau pertumbuhan negatif) selama 8 bulan. Apalagi, tekanan ekonomi bertambah setelah ada serangan 11 September 2001 yang disebut meningkatkan masalah ekonomi di Amerika Serikat. 

Dalam periode ini, The Fed melanjutkan penurunan suku bunga pada tahun selanjutnya di 2002-2003. Bank sentral AS menurunkan suku bunga 75 bps menjadi 0,75 persen hingga 1 persen. Hal itu dilakukan karena kondisi ekonomi masih belum pulih meski suku bunga sudah turun cukup agresif sepanjang 2001. Kala itu, posisi inflasi AS sangat rendah. Personal Consumption Expenditures (PCE) sempat di 1,47 persen pada 2003. (angka rendah yang cenderung dekat dengan deflasi dan di bawah rata-rata indikator The Fed sebesar 2 persen).

Dalam periode ini, penurunan suku bunga The Fed juga dilakukan untuk antisipasi risiko ekonomi yang telah terjadi, yakni efek pecahnya bubble dotcom pada 2000.

Periode 2007-2008: Penurunan Suku Bunga The Fed Sebelum Krisis Subprime Mortgage Pecah

The Fed melakukan pemangkasan suku bunga pada periode ini sejak September 2007. Kala itu, sepanjang 2007, The Fed pangkas sekitar 100 bps dari 5,25 persen menjadi 4,25 persen. Lalu, penurunan suku bunga dilanjutkan sebesar 350 bps di 2008 dari 4,25 persen menjadi 0,25 persen. Pada tahun 2008, penurunan suku bunga dilakukan lebih agresif karena telah terjadi pecah bubble subprime mortgage yang menganggu likuiditas sistem keuangan di AS. 

Berbeda dengan dua penurunan suku bunga sebelumnya untuk mengantisipasi hal yang telah terjadi, kami menilai penurunan suku bunga pada 2007 ini dilakukan untuk mengantisipasi hal yang belum terjadi. 

Kala itu, mereka belum menyadari dengan yakin kalau pembiayaan perumahan subprime mortgage bisa membuat krisis keuangan hebat di AS. 

💡
Subprime Mortgage: pembiayaan perumahan seperti KPR ke segmen berisiko tinggi (tidak memiliki pendapatan tetap seperti pebisnis, freelancer, dan lainnya)

Namun, petaka di 2007-2008 juga terjadi karena ada hubungan dengan penurunan suku bunga rendah periode sebelumnya di 2001-2003. Pada periode itu, lembaga pembiayaan mulai menyalurkan pembiayaan perumahan subprime mortgage yang dinilai menguntungkan dan segmen pasarnya cukup besar, serta dengan risiko rendah. 

Kenapa risiko rendah? karena dana pembiayaannya untuk beli properti, yang berarti jika tidak bisa bayar tinggal menyita propertinya. Namun, mereka tidak memperhitungkan ada momen bubble harga properti yang membuat aset tersebut menjadi tidak terlalu likuid alias susah dijual.

Menjawab Mitos Saham Dividen Sulit Mendorong Pertumbuhan Bisnis
Saham dividen dianggap sulit berkembang karena hasil keuntungan ada yang dibagikan ke pemegang saham. Tapi apakah benar begitu? simak ulasan lengkapnya di sini

Petaka itu pun terjadi sejak The Fed mulai kembali menaikkan suku bunga sejak 30 Juni 2004 hingga 29 Juni 2006 sebesar 425 bps dari 1 persen menjadi 5,25 persen. 

Hasilnya, debitur subprime mortgage mulai kesulitan membayar utang-nya karena tingkat bunga yang naik signifikan. Masalahnya, ketika pihak lembaga keuangan menyita rumahnya, mereka sulit melelang rumah tersebut karena harganya sudah terlampaui tinggi akibat kenaikan permintaan properti karena suku bunga subprime mortgage yang terjangkau. 

Sampai akhirnya, beberapa lembaga keuangan mengalami masalah likuiditas dan merembet ke bank besar yang menyediakan pendanaan dalam bentuk efek beragun aset subprime mortgage tersebut. Krisis keuangan 2008 pun terjadi di sini. 

Sebenarnya, Indonesia tidak terlalu terdampak dari krisis keuangan 2008. Namun, pasar saham lumayan terdampak karena asing mengamankan modal seiring kondisi ekonomi AS yang tidak kondusif. Ditambah, kala itu di 2008 juga lagi ada bubble saham Bakrie (BUMI hingga BNBR) yang akhirnya terjun bebas karena gagal bayar repo.

Periode 2019-2020: Perang Dagang AS vs China hingga Pandemi Covid-19

Salah satu fase penurunan suku bunga The Fed yang terdekat adalah pada 2019-2020. Sebenarnya, penurunan suku bunga The Fed fase ini bisa menjadi yang paling normal, tapi malah terjadi black swan, yakni pandemi Covid-19 pada 2020. Sehingga, secara tidak langsung penurunan suku bunga the Fed pada 2019-2020 juga antisipasi risiko yang tidak terduga. 

💡
*Black swan adalah peristiwa langka yang tidak terduga dan berdampak besar terhadap perekonomian

Sepanjang 2019, The Fed hanya menurunkan suku bunga sebesar 75 bps sejak 1 Agustus 2019 hingga Oktober 2019. Kala itu suku bunga the Fed diturunkan dari 2,5 persen menjadi 1,75 persen. 

Penurunan suku bunga dilakukan karena kekhawatiran The Fed terhadap efek ekonomi dari perang dagang antara AS dengan China di bawah pemerintahan Donald Trump. Pasalnya, konflik tersebut berpotensi meningkatkan angka pengangguran di Amerika Serikat dan berdampak buruk terhadap ekonomi. 

Beberapa indikator kekhawatiran The Fed muncul dari angka Price Consumption Expenditure Inti US per Juni 2019 hanya 1,7 persen atau di bawah standar 2 persen. 

Sampai sini, sebenarnya tidak ada hal luar biasa yang terjadi. Namun, ternyata sejak awal 2020 ramai ada virus berbahaya yang muncul di China, yakni Coronavirus yang akhirnya melahirkan pandemi Covid-19. 

Akhirnya, suku bunga The Fed kembali diturunkan 2 kali berturut-turut di Maret 2020 sebesar 150 bps menjadi 0,25 persen. 

Kondisi luar biasa itu juga menjadi game changer perekonomian dunia selanjutnya yang membuat anomali di sektor teknologi yang sempat melesat hingga komoditas karena normalisasi permintaan lebih cepat daripada Supply.

Bagaimana dengan Periode Penurunan Suku Bunga 2024-2025?

Jika dilihat hasil data tenaga kerja AS yang dirilis pada 2 Agustus 2024 mulai menunjukkan kepanikan di pasar saham. 

Pasalnya, tingkat pengangguran AS per Juli 2024 meningkat 4,3 persen, serta jumlah lapangan pekerja yang bertambah lebih lambat hanya 114.000 dibandingkan dengan 175.000 dari ekspektasi awal. 

Pasar saham di AS, mulai dari indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 1,51 persen, S&P 500 (SPX) turun 1,84 persen, dan Nasdaq turun 2,43 persen. Apakah ini artinya akan ada efek lanjutan yang buruk dari penurunan suku bunga The Fed yang dilakukan pada  September 2024 nanti? 

Kami sudah merilis risiko ini di publikasi 24 Digest July ke Member Mikirdividen kemarin, tapi kami pertegas di website setelah melihat data ekonomi Amerika Serikat (AS) per 2 Agustus 2024 kemarin. 

Kenapa suku bunga turun malah jadi risiko ekonomi? jawabannya sederhana karena efek penurunan suku bunga bank sentral ke sektor riil itu ada periode lagging sekitar 3-6 bulan. Sementara itu, penurunan baru terjadi 1 kali di 2024 sebesar 25 bps yang bisa dibilang cukup kecil dan baru terasa di 2025. 

Penurunan suku bunga di 2025 bisa lebih agresif jika ternyata pertumbuhan ekonomi AS di kuartal III/2024 dan kuartal IV/2024 melambat hingga mengalami kontraksi. Jika dua kuartal tersebut ekonomi AS mencatatkan hasil negatif, berarti AS resmi resesi. 

Jika kondisi begini, ada beberapa potensi risiko yang terlihat:

Pertama, bubble sektor AI di pasar saham AS bisa pecah. Pasalnya, kondisi ekonomi yang kurang bagus membuat pengembangan dan penetrasi pengguna teknologi canggih itu terhambat. Soalnya, tools AI memiliki biaya yang cukup tinggi. Namun, kami melihat efek bubble AI ini tidak begitu besar karena penetrasi produknya ke pasar belum terlalu besar. 

Kedua, jika Donald Trump terpilih menjadi presiden AS yang baru lagi bisa memberikan risiko ganda ke ekonomi global, yakni bisa menekan industri renewable energi yang lagi ekspansi meski dampaknya tidak terlalu besar. Namun, kami mengkhawatirkan efek memburuknya ekonomi China mengingat kebijakan Trump di periode pertamanya dulu.

Kesimpulan

Lalu, apa yang kita lakukan? apakah akan ada krisis baru yang besar? 

Sebenarnya, kita tidak perlu panik. Hal terpenting adalah tetap menjaga posisi cash alias tidak rakus beli saham saat market lagi cukup tinggi saat ini. 

Sehingga jika ada penurunan pasar saham yang signifikan, kita masih punya modal untuk nyerok. 

Lalu bagaimana dengan potensi resesi? jadi gini, resesi itu adalah indikator lagging yang telah kita rasakan baru disebut resesi. Efeknya lebih kepada sulitnya mencari kerja, gaji tidak naik, bonus dan insentif diturunkan, dan hal lainnya. 

Hal ini akan diatasi oleh kebijakan moneter seperti penurunan suku bunga yang membuat semua kembali normal bertahap dalam 3-6 bulan. Jadi, santai saja yang penting atur money managementnya agar selalu ada peluru ketika peluang besar datang. 

Kami prediksi untuk ekonomi Indonesia juga tidak akan mengalami resesi mengingat kondisi fundamental saat ini, tapi mungkin agak sulit naik lebih tinggi jika ekonomi China juga belum pulih. Soalnya, driver pertumbuhan ekonomi Indonesia yang utama masih dari komoditas.

Mau Belajar Saham Langsung Praktek dan Bisa Diskusi Langsung? Dapat Pilihan Saham Dividen untuk Jangka Panjang Serta Strategi Investasinya Lagi!

Join Mikirdividen sekarang untuk mendapatkan banyak benefit serta strategi investasi dan diskusi dengan para investor saham. Berikut benefit gabung mikirdividen:

  • Update review laporan keuangan saham dividen fundamental bagus hingga full year 2024 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
  • Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
  • Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
  • Publikasi eksklusif bulanan untuk update saham mikirdividen dan kondisi market
  • Event online bulanan

Tertarik? langsung saja beli Zinebook #Mikirdividen dengan klik di sini

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini