Fakta TPIA Beli 5 Persen SSIA, Saham yang Tidak Punya Pengendali

Saham SSIA sempat ramai karena ada nama TPIA yang masuk ke jajaran pemegang saham di atas 5 persen. Namun, apakah itu akuisisi? simak selengkapnya di sini

saham ssia

Mikirduit – TPIA, emiten milik Prajogo Pangestu, tercatat sebagai pemegang saham di atas 5 persen SSIA, emiten kawasan industri. Apakah menjadi sinyal akuisisi?

Dalam catatan KSEI pada 21 Maret 2025, TPIA tercatat menjadi pemegang saham SSIA sebanyak 5,33 persen. Jika mengacu ke harga penutupan pada 21 Maret 2025, total modal yang dikeluarkan TPIA untuk borong SSIA mencapai Rp214 miliar. 

TPIA melakukan transaksi di saham SSIA melalui rekening efek BJBR. Transaksi pun dilakukan dalam bentuk PDNI dari HPAM bernama CAP Fund. 

PDNI adalah singkatan dari Pengelolaan Dana Nasabah Individu. PDNI dikenal sebagai Kontrak Pengelolaan dana. Jadi, PDNI adalah jasa manajer investasi untuk mengelola portofolio saham milik nasabah tertentu. 

Di sini, manajer investasi mendapatkan wewenang dari nasabah untuk mengelola porto sesuai dengan perjanjian yang dibuat. 

Artinya, transaksi TPIA di saham SSIA ini dilakukan oleh manajer investasi HPAM sesuai dengan kontrak yang dibuat kedua belah pihak. 

Sehingga ada pertanyaan di sini, aksi masuk ke SSIA murni karena keinginan pihak Prajogo Pangestu atau inisiatif dari manajer investasi sambil meminta persetujuan dengan kliennya tersebut. Jadi, akhirnya aksi ini belum tentu termasuk aksi akuisisi.

SSIA Saham Tanpa Pengendali?

SSIA menjadi salah satu saham tanpa pengendali. Pasalnya, mayoritas saham perseroan dipegang oleh publik sebesar 73,11 persen. Selain itu, ada beberapa pemegang saham di atas 5 persen, yakni PT Arman Investments Utama sebesar 8,25 persen, Intrepid Investment Ltd sebesar 8,2 persen, PT Persada Capital Investama sebesar 7,85 persen, termasuk TPIA yang pegang 5,33 persen. 

Sejak Agustus 2021, SSIA sudah disenggol oleh OJK untuk memenuhi kewajiban terkait pengambilalihan perusahaan terbuka. Pihak manajemen SSIA melalui Head of Investor Relation-nya Erlin Budiman mengaku perseroan belum proses mencari pemegang saham pengendali. Namun, itu cerita di Januari 2024 alias setahun silam.

Menurutnya, saat ini Johannes Suriadjaja sebagai CEO dan perwakilan founders menjadi pemegang saham utama telah memimpin perusahaan sejak 2001 hingga saat ini. 

SSIA didirikan oleh Benjamin Suriadjaja, yang merupakan adik dari William Suriadjaja yang merupakan pendiri Astra. 

Di sisi lain, salah satu risiko saham tanpa pengendali adalah bisa menghambat arah kebijakan perusahaan. Pasalnya, tidak ada pemegang saham pengendali berarti tidak ada pihak yang menentukan arah kebijakan perusahaan.

Dari segi teknis harga saham, porsi free float yang lebih dari 50 persen bisa membuat harga saham lebih sulit naik. Pasalnya, Supply yang ditransaksikan juga besar. Kecuali, dari 73 persen free float SSIA, ada pihak-pihak tertentu terkait pendiri yang bisa menjaga harga. 

Dalam catatan Simply Wallstreet, ada 10 pemegang saham di bawah 5 persen SSIA hingga akhir 2024 antara lain:

  • Evil Fund Management Company Ltd. (4,83 persen)
  • Dimensional Fund Advisor LP (2,23 persen)
  • Norges Bank Investment Management (0,66 persen)
  • Mayr Investment Manager GmbH (0,23 persen)
  • Jok The (0,22 persen)
  • Acadian Aset Management LLC (sebesar 0,2 persen)
  • Johannes Suriadjaja (sebesar 0,19 persen)
  • Wilson Effendy (sebesar 0,11 persen)
  • American Century Investment Management Inc, (sebesar 0,091 persen)
  • Sonny Satianegara (sebesar 0,071 persen)

Dari kesepuluh pemegang saham di bawah 5 persen termasuk direksi SSIA itu mencapai 8,83 persen kepemilikan. Artinya, jumlah pihak yang memegang porsi kecil masih cukup besar. hingga Februari 2025, jumlah investor SSIA ada sebanyak 6.786 pihak.

Saham BRIS Jeblok Karena Bank Syariah Muhammadiyah? Begini Fakta Sebenarnya
Saham BRIS turun 35 persen dalam sebulan terakhir, apakah harganya sudah murah? lalu bagaimana prospek sahamnya? apakah terkena efek negatif dari pendirian bank syariah Muhammadiyah?

Momen dan Prospek SSIA

Salah satu momen besar SSIA adalah rencana pembangunan pabrik mobil listrik BYD (mobil asal China) dan Vinfast (mobil asal Vietnam) di kawasan industrinya di Subang. Total investasi dari kedua brand mobil tersebut di Indonesia mencapai 2,2 miliar dolar AS. 

Adapun, pabrik BYD diperkirakan rampung dan mulai beroperasi pada 2026, sedangkan pabrik Vinfast rampung sekitar kuartal III atau IV tahun ini. Sehingga operasional juga terjadi pada 2026.

Sementara itu secara bisnis, kinerja SSIA ditopang oleh bisnis kawasan industri yang sedang tumbuh agresif selaras dengan permintaan lahan di kawasan Subang. 

Pendapatan SSIA dari kawasan industri pada kuartal III/2024 naik 591 persen menjadi Rp387 miliar, sedangkan laba segmennya naik 766 persen menjadi Rp281 miliar. Tingkat margin segmennya naik hingga 72,79 persen dibandingkan dengan 58 persen pada periode sama tahun sebelumnya. 

Untuk kontributor laba besar terbesar SSIA berasal dari NRCA. Pada kuartal III/2024, SSIA mencatatkan pertumbuhan pendapatan 26,87 persen menjadi Rp2,52 triliun. Di sisi lain, laba segmennya juga naik 29,17 persen menjadi Rp265 miliar. Laba segmen NRCA ini menjadi kontributor ketiga bagi SSIA setelah kawasan industri dan hotel. 

Untuk bisnis hotel perseroan masih mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 23,4 persen menjadi Rp817 miliar, sedangkan laba segmennya mencapai Rp661 miliar. Dengan begitu margin keuntungan segmennya mencapai 80,91 persen. 

Tantangan SSIA ada di bisnis real estate dan sewa gudang yang mencatatkan penurunan pendapatan 18,99 persen menjadi Rp293 miliar. Laba segmennya juga turun 21,22 persen menjadi Rp98 miliar. 

Dari sini, kami menilai risiko dari saham SSIA adalah ketika pendapatan dari kawasan industri pada tahun ini tidak sebesar tahun sebelumnya sehingga ada risiko konsolidasi kinerja yang signifikan. Kecuali, berbagai tenant dan proyek terus konsisten berdatangan yang membuat laju pertumbuhan bisnis SSIA akan menarik.

Kesimpulan

SSIA memang masih memiliki momentum jangka pendek dari rilis laporan keuangan full year 2024 yang hasilnya cukup bagus. Namun, kinerja SSIA sepanjang 2025 masih penuh tanda tanya karena kontributor terbesar ada di hotel yang berpotensi mencatatkan perlambatan selaras dengan perlambatan ekonomi. 

Sementara itu, pendapatan dari kawasan industri juga bisa melambat jika penjualan lahan tidak setinggi 2024. Meski, posisi valuasi harga SSIA berdasarkan PBV band masih ada di area tidak jauh dari mean 5 tahunnya. (0,75 kali saat ini vs 0,68 kali mean 5 tahunnya). 

Namun, cukup berisiko menjadi SSIA investasi jangka panjang dengan posisi harga beli yang tidak begitu murah. 

Menurutmu, seberapa menarik saham SSIA yang PBV-nya memang di bawah 1 kali ini, tapi tidak punya pengendali?

Konsultasikan dan Diskusi Kondisi Portomu dengan Join Mikirdividen

Jika kamu ingin tahu atau mau langsung gabung ke Mikirdividen, kamu bisa klik di sini .

Untuk mengetahui tentang saham pertama, kamu bisa klik di sini.

Jika ingin langsung transaksi bisa klik di sini

Langganan Sekarang dan dapatkan Fix Rate perpanjangan seperti harga pembelian pertama selama dua tahun ke depan.

Beberapa benefit baru:

  • IPO Digest Premium
  • Saham Value dan Growth Bulanan yang Menarik
  • Update porto Founder Mikirduit per 3 bulan

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini