Hal yang Bisa Kamu Lakukan Saat IHSG Jeblok Ditinggal Asing
Banyak trader dan investor yang panik saat big bank kolaps pada 28 Februari 2025. Langsung muncul nada pesimistis dengan pasar saham Indonesia, padahal semua aset lagi koreksi. Lalu, apa yang bisa dilakukan saat pasar saham lagi bearish begini?

Mikirduit – IHSG sudah turun 20 persen sejak level tertinggi di Oktober 2024 hingga penutupan pasar 28 Februari 2025. Banyak yang pamer prediksi, kan sudah dibilang jual, atau menyebutkan sudah telat stop loss sekarang, tapi sebenarnya apa solusi dari portofolio saham yang nyangkut saat IHSG mode bearish seperti ini?
Sebelumnya, kami akan memberikan beberapa pandangan nasib IHSG ke depannya dan kenapa sih pasar saham Indonesia bisa jeblok seperti ini.
Pasar saham Indonesia bisa mengalami penurunan signifikan dan terus mengalami net sell asing yang signifikan sejak akhir September 2024 disebabkan prospek ekonomi makro yang melambat.
Perlambatan ekonomi makro di Indonesia selaras dengan normalisasi harga komoditas, yang menjadi driver pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai negara komoditas. Dengan penurunan harga komoditas, Indonesia membutuhkan sumber penerimaan negara yang baru untuk bisa menutup potensi penurunan penerimaan bukan pajak dari sektor komoditas.
Ditambah, terjadi transisi pergantian pemerintahan yang cenderung boros anggaran dengan kabinet yang gemuk dan mempercepat realisasi program makan bergizi gratis, serta program lainnya seperti 3 juta rumah.Di sisi lain, Indonesia juga menghadapi SBN jatuh tempo hingga Rp800 triliun pada 2025.
Sementara itu, tingkat suku bunga acuan BI yang tetap tinggi hingga Agustus 2024 juga telah membuat roda ekonomi melambat. Sampai akhirnya setelah Federal Reserve (The Fed), bank sentralnya AS, menurunkan suku bunga, BI pun turut melonggarkan kebijakan moneternya. Namun, efek penurunan suku bunga ke sektor riil itu memiliki periode lagging 3-6 bulan. Apalagi, tren penurunan suku bunga dilakukan sangat bertahap, berbeda saat menaikkan suku bunganya.
Tekanan ekonomi makin kuat dengan posisi rupiah yang terus melemah. BI pun tampaknya sibuk memborong obligasi negara di pasar sekunder demi mendukung program 3 juta rumah dari pemerintah baru. Aksi BI itu dinilai cukup negatif mengingat bank sentral adalah lembaga independen yang tidak perlu melakukan intervensi untuk program fiskal pemerintah. Ditambah, dengan membeli obligasi di pasar sekunder, berarti tingkat peredaran uang rupiah semakin banyak sehingga jadi salah tekanan nilai tukar rupiah.
Pelemahan nilai tukar rupiah berefek terhadap inflasi karena membuat harga dengan basis bahan baku impor mencatatkan kenaikan. Namun, inflasi tak kunjung naik karena daya beli sudah turun karena pendapatan masyarakat menurun.
Alhasil, ekonomi melambat, inflasi Indonesia rendah bahkan secara bulanan beberapa kali mengalami deflasi. Hal itu menambahkan daya beli masyarakat yang cukup sulit, meski harga barang di pasar tidak mengalami penurunan harga. Penurunan daya beli disebabkan adanya PHK hingga muncul fenomena makan tabungan, hingga mencari alternatif produk yang lebih murah.
Imbas dari roda ekonomi yang melambat adalah kinerja bisnis, termasuk emiten yang ada di IDX, cenderung melambat. Emiten pun menurunkan belanja modal untuk lebih efisien dalam beberapa waktu ke depan. Melihat risiko tersebut, Morgan Stanley sampai downgrade pasar saham Indonesia dari Equal menjadi Underweight yang berujung terhadap pengurangan bobot terhadap saham di Indonesia.
Hal ini terepresentasi dari penurunan IHSG, terutama big caps dengan bobot market cap free float cukup besar, yang sangat signifikan. Pasalnya, ETF yang mengacu MSCI juga mengikuti pengurangan bobot di pasar saham Indonesia sehingga ada aksi jual yang cukup tinggi.
Lalu, apakah ini artinya kiamat? bagaimana strategi investasi saham saat market bearish seperti ini?
Menghadapi Market Bearish Sebagai Investor
Ada perilaku atau psikologis yang membuat seorang calon investor tidak pernah melakukan action, yakni tidak berani beli saat turun karena dinilai berisiko, serta tidak berani beli saat naik karena menunggu harga lebih murah. Sehingga calon investor tersebut tidak pernah bertransaksi saham.
Namun, ada juga perilaku di saham hanya ingin untungnya saja, tapi tidak menyiapkan strategi manajemen risiko. Padahal, saham itu memiliki risiko dari fluktuasi harga saham yang penuh ketidakpastian.
Hal yang harus dipahami adalah saham itu termasuk aset high risk high return. Sehingga, ketika masuk ke saham, ktia harus siap dengan risiko fluktuasi nilai asetnya. Cara mempersiapkan diri dalam menghadapi risiko tersebut adalah dengan manajemen portofolio serta membuat rencana dalam setiap plan yang ada di portofolio.
Misalnya, kami di Mikirduit selalu menekankan pengelolaan portofolio khusus di saham (di luar aset lain seperti reksa dana pasar uang, obligasi, emas, atau Bitcoin) dibagi menjadi tiga jenis porto, yakni:
- Porto jangka panjang lebih dari dua tahun (bisa hold sampai dana dibutuhkan atau jika ada perubahan fundamental), serta pilih saham yang ada dividennya
- Porto jangka menengah dengan toleransi hold maksimal 2 tahun
- Porto jangka pendek untuk trading kurang dari 1 tahun
Setiap plan portofolio ini memiliki porsi khusus sesuai dengan profil risiko, yakni:
- Profil Risiko konservatif, yang tidak mau menghadapi risiko cut loss banyak bisa membagi portofolio jangka panjang 60 persen, jangka menengah 30 persen, dan jangka pendek 10 persen. Porsinya fleksibel, yang penting untuk jangka pendek harus maksimal 10 persen.
- Profil Risiko Moderat, yang siap untuk menghadapi risiko cut loss, tapi tidak terlalu banyak juga. Komposisi porto bisa menjadi 60 persen jangka panjang, 20 persen jangka menengah, dan 20 persen jangka pendek. Porsinya juga fleksibel tapi disarankan untuk jangka pendek tidak lebih dari 20 persen total modal di saham.
- Profil Risiko Agresif yang siap menghadapi risiko cut loss. Komposisi porto jangka panjang sebesar 50 persen, jangka menengah 20 persen, dan jangka pendek 30 persen.
Dengan kondisi portofolio ini, jika ada momentum market bearish, kita hanya perlu memantau real-time saham-saham di jangka pendek saja. Saham-saham di plan jangka pendek harus diselamatkan dengan take profit atau cut loss terlebih dulu untuk menjadi cash dan mengamankan modal.
Lalu, untuk saham-saham jangka panjang dan menengah yang dilihat adalah fundamentalnya. Apakah ada perubahan fundamental yang disebabkan oleh internal manajemen atau penurunan kinerja yang terjadi sebatas efek eksternal yang terjadi? selama disebabkan efek eksternal kita bisa tetap HOLD maupun averaging down yang terukur.
Dengan begitu, psikologis kita hanya akan fokus mengatur transaksi jangka pendek yang sudah diukur dengan tingkat profil risiko.
Sehingga pilihan yang bisa dilakukan saat market bearish seperti ini adalah:
- Sedia cash dengan cara take profit atau cut loss saham jangka pendek untuk masuk ke saham jangka menengah pendek sambil menunggu pasar mulai pulih lagi. (Setelah take profit atau cut loss, dana yang ada tidak wajib langsung digunakan, kita harus benar-benar menunggu sinyal market bisa lebih baik dulu)
- Averaging down untuk saham jangka panjang jika ada modal, tapi dibuat terukur dengan averaging down yang dialokasikan secara bertahap.
- Spekulatif masuk ke saham big bank untuk jangka pendek dan menengah dengan porsi terukur terkait risiko tekanan harga yang masih berpotensi terjadi. Untuk yang spekulatif ini bukan averaging down, tapi masuk baru. JIka punya satu saham yang sama, berarti kita beli di beda sekuritas, atau mencari saham yang setara (misalnya sudah punya BBRI, bisa pilih BMRI)

Lalu, Kapan Market Akan Pulih?
Kami menilai di Maret ini harusnya ada potensi rebound tipis sementara. Hal itu merunut ke rencana pembagian dividen dan wacana buyback beberapa emiten. Namun, hal itu bukan berarti menjadi sinyal tekanan market mereda. Pasalnya, ada tantangan dari rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dirilis pada April - Mei 2025 yang bisa jadi trigger tekanan market selanjutnya.
Setelah rilis kondisi data ekonomi yang melambat, kami menilai pemerintah bisa bertindak cepat dengan merilis paket kebijakan ekonomi yang mendorong pemulihan lebih cepat. Dengan begitu, investor asing bisa mulai tertarik untuk kembali masuk ke Indonesia.
Jika paket kebijakan dirilis dan dinilai positif bisa memperbaiki kondisi ekonomi dalam jangka menengah, pasar saham bisa pulih. Untuk itu, penentuan pulihnya market bisa diukur paling optimistis di semester II/2025, konservatif di kuartal II/2026.
Meski begitu, secara per saham bisa saja sudah mulai rebound jika ada intervensi buyback atau aksi dari pengendali, seperti Danantara masuk ke pasar pada periode April - September 2025. Namun, lagi-lagi sifatnya sementara jika likuiditas dari asing tidak kembali lebih cepat atau sinyal pemulihan ekonomi tak kunjung muncul.
Harapan selanjutnya adalah penurunan suku bunga The Fed, yang diperkirakan paling cepat terjadi di Mei 2025. Namun, tidak menutup kemungkinan baru terjadi lagi di akhir tahun jika data ekonomi AS secara angka dinilai cukup baik dan mulai kembali melambat di kuartal ketiga atau keempat 2025.
Dalam menghadapi tekanan market ini, setiap dana yang disuntikkan ke investasi jangka panjang harus dana dingin dengan toleransi hold maksimal 3-5 tahun. Untuk jangka menengah dan pendek mengincar capital gain bisa dana dingin dengan toleransi hold 2 tahun.
Jangan panik dengan ketakutan yang diutarakan banyak pihak dari content creator, atau pelaku pasar di forum-forum. Jika kita sudah punya rencana, kita tetap jalankan dari rencana yang sudah ada, seperti screening fundamental, pantau fundamentalnya, serta saham tradingan tetap disiplin trading plan yang sudah dibuat.
Kutipan yang sudah basi, tapi masih relevan, badai pasti berlalu, tinggal bagaimana kita bertahan di badai ini.
Konsultasikan dan Diskusi Kondisi Portomu dengan Join Mikirdividen
Jika kamu ingin tahu atau mau langsung gabung ke Mikirdividen, kamu bisa klik di sini .
Untuk mengetahui tentang saham pertama, kamu bisa klik di sini.
Jika ingin langsung transaksi bisa klik di sini
Langganan Sekarang dan dapatkan Fix Rate perpanjangan seperti harga pembelian pertama selama dua tahun ke depan.
Beberapa benefit baru:
- IPO Digest Premium
- Saham Value dan Growth Bulanan yang Menarik
- Update porto Founder Mikirduit per 3 bulan
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini