Hal yang Harus Dilakukan Investor Saham Saat Floating Loss
Pasar saham bergejolak lagi setelah Israel menyerang Iran. Banyak saham big caps dan fundamental bagus kolaps. Kalau saham investasi lagi floating loss, apa yang harus kita lakukan?
Mikirduit – Indeks harga saham gabungan turun 1,11 persen pada penutupan 19 April 2024. Serangan Israel ke Iran menjadi pemicu kekhawatiran efek perang ke ekonomi global dan membuat suku bunga The Fed makin lama diturunkan. Hanya 13 persen dari total 940 saham di BEI yang mencatatkan kenaikan. Dengan tren begini, apa yang harus dilakukan investor?
Secara pribadi, saya pun terkejut BJBR yang tadinya untung sekitar 8-9 persen, tiba-tiba floating loss sekitar 6,73 persen. Apalagi, dari 20 saham dengan market cap terbesar hanya ada 4 saham yang menguat. Dengan kondisi begitu, kira-kira apa yang sebaiknya dilakukan investor saham saat mengalami floating loss di saham investasinya?
Jadi, persepsi saham investasi di sini adalah saham yang secara fundamental oke, artinya dari segi bisnis memiliki margin yang bagus, tingkat utang terkendali (kecuali saham padat modal seperti telekomunikasi), bisnis masih bertumbuh, serta membagikan dividen.
Di sisi lain, ada beberapa investor saham yang merasa merugi karena investasinya mengalami floating loss. Namun, dalam investasi saham itu, floating loss adalah hal yang wajar. Sehingga, nggak perlu dibawa galau. Soalnya, kita nggak bisa mendapatkan harga paling bawah karena ketidakpastian di masa depan sangat tinggi. Seperti saat ini, sedang terjadi perang.
Kalau begitu, apa yang harus dilakukan saat saham investasi mengalami floating loss?
1. Cuekin Aja Tutup Mata Selama Penurunan Terjadi Secara Sektoral Bukan Saham Itu Sendiri Aja
Penurunan saham yang terjadi secara sektoral berarti disebabkan faktor eksternal yang tidak bisa dikendalikan seperti perang, kenaikan atau penurunan harga komoditas, kenaikan atau penurunan suku bunga, dan lainnya. Sehingga, kita tidak bisa mengantisipasi hal tersebut dan yang bisa dilakukan adalah hold aja selama fundamentalnya masih oke.
Berbeda cerita, jika penurunan harga saham terjadi hanya di satu saham yang kita pegang. Artinya, ada hal internal yang menyebabkan hal itu terjadi seperti, ada masalah pembayaran utang, masalah hukum atau kepatuhan, serta aksi korporasi yang kurang menguntungkan. Artinya, ada potensi perubahan fundamental yang mengubah prospek masa depan.
Biasanya, penurunan harga saham akibat market crash terparah bisa sekitar 8-12 bulan, sedangkan jika tingkat penurunan harga saham hanya crash ringan 1 bulan hingga 5 bulan bisa pulih. Jadi, nggak usah panik dan tutup mata aja.
2. Serok Saham yang Dinilai Punya Prospek Bagus, Tapi Turun Karena Faktor Eksternal
Cash is the king itu berguna saat market saham crash. Sehingga kita masih punya peluru untuk serok saham terbaik yang turun karena faktor eksternal. Kapan dan seberapa banyak seroknya?
Kami merekomendasikan serok saham saat market mulai menunjukkan tanda-tanda rebound. Jangan risau nggak beli harga di level bottom, tapi setidaknya kita beli saat market sudah berpotensi rebound jadi secara psikologis lebih aman.
Seberapa banyak nyeroknya? jika kamu yakin saham itu bisa pulih dengan cepat, misalnya saham BBCA tiba-tiba turun ke Rp6.000 per saham, serta prospeknya masih bagus sehingga berpotensi balik ke harga sebelumnya di Rp9.000-an per saham. Kamu bisa all in serok saat mulai ada tanda rebound.
Namun, jika kamu merasa ekonomi masih melambat dan bakal menekan kinerja saham tersebut dalam setahun ke depan, lebih baik masuk bertahap mulai dari 30 persen sampai 50 persen dari total dana yang disiapkan untuk menyerok.
3. Masuk ke Saham Potensial Lainnya yang Sudah Murah
Selain itu, kamu juga bisa menggunakan cash yang sudah disediakan untuk membeli saham potensial lainnya yang sebelumnya tidak bisa dibeli karena mahal, tapi sekarang sudah murah. Jadi, untuk saham yang floating loss bisa dicuekin aja, dan kamu ambil kesempatan cuan dari saham potensial tersebut.
Deretan Persiapan yang Harus Dilakukan Jauh-jauh Hari untuk Menghadapi Potensi Market Crash
Setelah baca tiga poin tadi terlihat simpel, tapi kita perlu melihat kondisi keuangan secara keseluruhan untuk antisipasi market crash. Pasalnya, market crash bisa terjadi karena ada fenomena yang menganggu pertumbuhan ekonomi.
Untuk itu, kamu harus menyiapkan dana darurat minimal setara penghasilan 3 bulan untuk single tanpa cicilan, 6 bulan untuk single dengan cicilan, 12 bulan untuk yang sudah berkeluarga, 24 bulan untuk yang berbisnis. Dana darurat ini di luar cash yang disiapkan untuk menyerok investasi tersebut. Dengan begitu, kita bisa menyerok tanpa khawatir dengan kondisi keuangan.
Dana darurat bisa disimpan di reksa dana pasar uang atau deposito yang sifatnya likuid, meski dalam pencairannya butuh waktu.
Selain menyiapkan dana darurat, kita juga perlu melakukan sedikit diversifikasi untuk antisipasi market crash. Diversifikasi dilakukan agar saat market crash, kita masih punya aset yang bergerak berlawanan atau tidak berkorelasi.
Misalnya, untuk lindung nilai, kita bisa menempatkan sebagian kecil seperti 5-10 persen aset di emas. Tujuannya, saat market crash, kita punya cadangan aset yang bergerak berlawanan dengan pertumbuhan ekonomi. Sehingga jika terdesak dan dana darurat sudah abis, kita masih punya cadangan emas tersebut.
Selain itu, bisa juga menyimpan aset di obligasi negara. Dengan setiap kupon-nya bisa di re-investasi ke aset seperti emas atau reksa dana pasar uang. Sehingga bisa menambah pundi-pundi aset likuid.
Investasi ke Bitcoin juga bisa jadi pililhan, tapi kalau bisa masuk saat tren harganya di bawah (saat siklus lagi rendah bukan seperti saat ini jelang halving), sehingga ada potensi kenaikan aset cukup signifikan.
Terakhir, diversifikasi juga bisa dilakukan dalam jenis saham yang dipilih, seperti ada di saham cyclical, non-cyclical, dan cash cow. Lalu, pilih sektor bisnis saham yang tidak berkorelasi, misalnya pegang saham BBCA, UNTR, MAPI, dan TLKM. Keempat saham itu memiliki korelasi rendah karena BBCA dan TLKM saham defensif yang berbeda bisnis, MAPI dan UNTR saham cyclical yang juga berbeda dari segi lini bisnis. (Disclaimer: keempat saham ini bukan rekomendasi, tapi sekadar contoh diversifikasi saham)
Sehingga, saat ada market crash, kita punya aset saham yang bisa pulih lebih cepat saat ekonomi bangkit seperti BBCA, atau UNTR yang bisa melejit saat permintaan batu bara mulai pulih.
Kesimpulan
Dalam menyiapkan antisipasi market crash ini tidak bisa mendadak, jadi memang harus disiapkan dari jauh-jauh hari. Kapan? ya sekarang karena kita tidak bisa prediksi 100 persen kapan market crash akan terjadi.
Jika struktur persiapan untuk antisipasi market crash belum sempurna, seperti baru terkumpul dana darurat, tapi belum ada cash untuk mulai investasi. Berarti, lebih baik fokus untuk menjaga dana darurat untuk kebutuhan tidak terduga jangan gunakan dana itu untuk investasi. Nggak apa-apa ketinggalan momen beli, yang penting keuangan untuk hal nggak terduga tetap aman.
Nah, kamu sudah siapkan apa saja nih untuk antisipasi market crash?
Musim Bagi Dividen Nih, Mau Tau Saham Dividen yang Oke dan Bisa Diskusi serta Tau Strategi Investasi yang Tepat?
Yuk join Mikirdividen, masih ada promo Berkah Ramadan hingga Rp200.000. Berikut ini benefit yang akan kamu dapatkan:
- Update review laporan keuangan hingga full year 2023-2024 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan (HINGGA Maret 2025)
- Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
- Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
- Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)
- Publikasi eksklusif bulanan untuk update saham mikirdividen dan kondisi market
Tertarik? langsung saja beli Zinebook #Mikirdividen dengan klik di sini
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini