Hampir 100 Juta Orang Indonesia Tidak Punya Rekening Bank
Hampir 100 juta orang di Indonesia masih belum punya rekening bank. Memangnya bisa ya hidup tanpa rekening bank? baca permasalahan dan solusi yang sudah dilakukan di sini ya..
Mikir Duit – Tren bank digital yang makin menjamur membuat rata-rata masyarakat di perkotaan memiliki lebih dari satu rekening bank. Namun, fakta mirisnya, masih hampir 100 juta orang di Indonesia belum memiliki rekening bank. Apakah rekening bank penting dimiliki? apa usaha regulator untuk meningkatkan penetrasi pertumbuhan pemilik rekening bank di Indonesia?
Daftar Isi Konten
- Alasan Masyarakat Indonesia masih Belum Memiliki Rekening Bank
- Solusi untuk Meningkatkan Penetrasi Kepemilikan Rekening Bank
- Kesimpulan
Masalah masyarakat yang belum memiliki rekening bank bukan cuma dialami oleh Indonesia, tetapi di seluruh dunia, meski dengan skala yang berbeda. Bahkan, negara maju seperti Amerika Serikat per 2021 kemarin masih mencatatkan total masyarakat yang belum memiliki rekening bank sebanyak 5,9 juta jiwa atau setara 4,5 persen dari total masyarakat di sana.
Bagaimana dengan Indonesia? sampai 2021, Indonesia mencatatkan sektiar 97 juta orang yang belum memiliki rekening bank. Jumlah itu mencapai 48 persen dari total penduduk dewasa. Ditambah, dengan total itu, Indonesia menjadi negara keempat dengan tingkat unbanked terbesar di dunia.
Posisi Indonesia hanya kalah dari India, China, dan Pakistan yang memiliki jumlah masyarakat yang belum memiliki rekening bank mencapai lebih dari 100 juta jiwa.
Alasan Masyarakat Indonesia masih Belum Memiliki Bank
Menurut sebuah riset, ada 5 alasan masyarakat Indonesia ogah bikin rekening bank. Berikut, kelima masalahnya.
Pertama, lokasi cabang bank terdekat sangat jauh. Hal ini biasanya terjadi di daerah pedalaman di mana untuk menuju kantor cabang bank terdekat membutuhkan waktu berjam-jam. Hal itu membuat pilihan menyimpan uang dalam tunai menjadi lebih menarik.
Kedua, biaya menabung di bank lebih tinggi. Ini maksudnya bukan sekadar biaya admin yang membuat masyarakat khawatir uang tabungannya tergerus, tapi juga ongkos untuk menabung di bank. Kenapa tidak menggunakan mobile banking? lagi-lagi ini ada pengaruh penetrasi internet yang masih rendah di daerah sehingga ketika ingin menabung, nasabah di sana harus datang ke teller cabang offline. Hal itu membuat adanya biaya seperti ongkos ke bank hingga biaya parkir.
Ketiga, ketidakpercayaan dengan lembaga keuangan. Ada beberapa pihak yang masih khawatir uangnya disimpan di bank. Pasalnya, mereka termakan isu seperti uang di bank akan digunakan untuk orang lain. Nanti, bagaimana ketika si penyimpan butuh uangnya? bisakah kembali uangnya? nggak ada yang ambil uangnya kan? pertanyaan sepele itu pun sudah ada jawaban mitos-mitos yang bikin masyarakat tertentu tidak percaya dengan lembaga keuangan.
Keempat, adanya pertimbangan agama seperti menabung di bank dianggap riba. Alasannya, bank memberikan tingkat bunga dalam tabungannya. Padahal, ada bank syariah di Indonesia jika menggunakan alasan riba, meski kita tidak tahu seberapa dalam penetrasi bank syariah di Indonesia masuk ke wilayah-wilayah pedalaman Indonesia.
Kelima, ketika ada satu orang di keluarga memiliki bank, anggota keluarga lain akan meminjam rekeningnya untuk melakukan transaksi juga. Hal itu membuat anggota keluarga lain tidak memilih bikin rekening, tapi bertransaksi melalui kerabatnya tersebut.
Solusi untuk Meningkatkan Penetrasi Pemilik Rekening Bank di Indonesia
Sebenarnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia sudah memiliki solusi untuk penetrasi kepemilikan rekening bank di Indonesia, seperti program Laku Pandai dan Layanan Keuangan Digital.
Meski sering dianggap berbeda, tapi konsep Laku Pandai dan Layanan Keuangan Digital memiliki kesamaan terkait membantu kemudahan transaksi bank di daerah dengan menyiapkan agen sukarela dengan imbal hasil keuntungan dari setiap transaksi. Perbedaan keduanya hanya di penggagas.
Jadi, dua program dari OJK dan Bank Indonesia itu menjadi solusi akses bank ke pedalaman lebih mudah. Soalnya, akan ada agen yang bisa membantu transaksi bank jadi alasan lokasi cabang bank jauh dan biaya lebih tinggi bisa dihapuskan.
Di luar dua program itu, beberapa program mandiri yang dibuat bank antara lain antar jemput orang yang ingin menabung. Hal itu dinilai juga membantu kemudahan dan meningkatkan keinginan masyarakat untuk menabung di bank.
Namun, semua program itu tampaknya kurang menjadi solusi untuk masalah ketiga hingga kelima. Di sini, butuh program lainnya yang membantu pemecahan solusi tersebut.
Kesimpulan
Dari sudut pandang kami, ada beberapa kesimpulan yang diambil dari fenomena masyarakat yang belum terjamah oleh bank tersebut.
Pertama, dengan masih ada sekitar 97 juta orang yang belum memiliki rekening bank, artinya potensi pertumbuhan bisnis perbankan masih cukup tinggi dalam jangka menengah panjang. Soalnya, masih ada sekitar 97 juta orang yang bisa menumbuhkan bisnis perbankan, belum lagi angka itu bisa bertambah seiring dengan kenaikan tingkat kelahiran.
Kedua, seberapa mampu bank digital memberikan solusi terkait masalah unbanked tersebut. Sejauh ini, baru PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., dan beberapa bank swasta yang bekerja sama dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di daerah untuk meningkatkan inklusi keuangan dari sisi bank di Indonesia.
Ketiga, solusi ketiga hingga kelima bisa terselesaikan jika penetrasi internet meningkat. Dengan penetrasi internet meningkat, bank konvensional maupun bank digital bisa melakukan ekspansi pengenalan aplikasinya untuk memudahkan transaksi. Lalu, masyarakat juga bisa diedukasi agar percaya dengan lembaga keuangan, memberikan solusi untuk pertimbangan agama, hingga edukasi pentingnya memiliki rekening bank sendiri alias tidak numpang kerabat.
Kira-kira dari teman kamu semua, ada yang masih belum punya rekening bank atau belum ya? atau kamu ada ide untuk menyelesaikan masalah ini? kalau ada, share di sini yuk siapa tau kita bisa kembangin sama-sama..