IHSG Jeblok, Peluang Saham Big Bank Jelang Cum-date Dividen Jumbo
IHSG sempat trading halt dan 4 saham big bank mencatatkan ARB setelah turun 15 persen. Apakah ada peluang dari penurunan saham big bank tersebut?

Mikirduit – IHSG mengalami trading halt sejak menit pertama dibuka pada 8 April 2025. Bahkan, 4 saham big bank mencatatkan penurunan hingga auto reject bawah di 15 persen. Meski setelah itu kembali pulih. Apakah saham big bank masih menarik?
3 dari 4 saham big bank memiliki momentum pembagian dividen yang akan memasuki periode cum-date mulai 10-14 April 2025 nanti. Dengan penurunan saham pada 8 April 2025, potensi tingkat dividend yield yang diterima bisa semakin besar.
Dengan mengacu ke harga saham pada perdagangan 8 April 2025 pada pukul 10:30 WIB, berikut potensi dividend yield dari saham big bank:
- BBRI: Rp208 per saham, yield 5,65 persen, cum-date 10 April 2025
- BMRI: Rp466 per saham, yield 9,87 persen, cuma-date 11 April 2025
- BBNI: Rp374 per saham, yield 9,35 persen, cum-date 14 April 2025.
Lalu, apakah saham-saham big bank ini menarik untuk diborong. Kami ada beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk saham big bank:
Pertama, strategi investasi jangka panjang. Jika kamu ingin investasi jangka panjang di saham big bank dalam kondisi saat ini, kamu bisa mulai cicil beli. Namun, jangan langsung all in dengan harapan dapat dividen hingga 9 persen.
Jadi, kamu bisa masuk bertahap dengan beberapa skenario seperti:
- 50 persen masuk sekarang, sisanya masuk saat kondisi terburuk seperti awal Mei 2025 ketika rilis data GDP Indonesia. Jika posisi harga saham big bank berada jauh di bawah harga rata-rata saat ini, kita bisa average down sisanya.
- 25 persen masuk sekarang, sisanya sebanyak masing-masing 3 kali cicil bisa masuk setiap ada penurunan signifikan yang membawa harga saham ke bawah harga rata-rata yang dimiliki. Kami saran secara teoritis bisa masuk setiap penurunan hingga 10-15 persen dari harga saham yang dimiliki saat ini. Namun, aturan ini tidak kaku, bisa disesuaikan dengan kondisi teknikal yang penting beli di bawah harga rata-rata.
Dengan cara ini, kamu bisa mendapatkan keuntungan seperti:
- Mendapatkan porsi dividen dari masuk sekarang
- Mendapatkan peluang beli di harga yang lebih murah saat ex-date dan risiko pasar selanjutnya
Kedua, strategi investasi jangka pendek. Kamu hanya masuk dalam jangka pendek dengan target capital gain jelang cum-date. Berapa pun keuntungan dari capital gain jelang cum-date disarankan take profit. Sehingga bisa menambah porsi cash-mu untuk menghadapi risiko market dalam jangka pendek.
Ketiga, jika kamu sudah punya saham banking dengan target hold jangka panjang. Kamu bisa melakukan beberapa hal ini:
- Jika masih punya modal, bisa bagi dua kali average down, saat ini dengan nanti ketika risiko terburuk terjadi. Dividen yang diterima bisa jadi cash untuk nambah modal average down saat ada risiko lanjutan.
- Jika sudah tidak ada modal bisa HOLD dan nikmati dividennya hingga pemulihan harga.
Namun, jika ingin dijadikan cash, kamu sebaiknya memastikan harus jual untung. Alasannya, sayang banget jika harus jual rugi di saham big bank dengan potensi pemulihan harga yang paling cepat saat semua risiko ekonomi selesai. Kecuali, posisimu sudah floating profit, bisa jual terlebih dulu untuk jadi cash dan tidak mengambil dividennya.
Gambaran Risiko Saham Big Bank
Kami bisa bilang saham BBRI dan BBCA sudah berada di level yang sangat murah. Alasannya, PBV kedua big bank itu sudah berada di bawah standard deviasi -2 dalam 5 tahunnya.
Artinya, harga saat ini sudah lebih murah dibandingkan dengan 5 tahun lalu (saat market crash Covid) yang diakumulasikan dengan pertumbuhan book value per share (tingkat ekuitas) kedua emiten tersebut.
Sementara itu, untuk saham BMRI dan BBNI baru berada di bawah standard deviasi -1 dalam 5 tahunnya. Apakah artinya BMRI dan BBNI masih mahal? tentu tidak, kita bisa bilang sudah cukup murah, tapi tidak semurah BBRI dan BBCA.
Lalu, kalau sudah murah kenapa turun terus?
Salah satu sentimen terbesar saham big bank adalah risiko ekonomi makro secara internal terkait defisit APBN, transisi pemerintahan, penurunan daya beli masyarakat, dan pembayaran utang serta pelemahan kurs rupiah.
Selain itu, ada juga risiko ekonomi makro secara eksternal dari kebijakan tarif Trump ke seluruh negara dunia.
Risiko bagi big bank bukan cuma terkait tarif yang dikenakan ke Indonesia, tapi juga ke China. Pasalnya, jika ekonomi China terus melambat berarti ada risiko permintaan komoditas bisa tetap rendah dan berefek ke perusahaan komoditas di dalam negeri, serta ekonomi Indonesia (termasuk pendapatan bukan pajak dari royalti komoditas).

Dari deretan hal itu, efek ke kinerja big bank adalah risiko perlambatan kredit selaras dengan perlambatan ekonomi yang bisa terjadi dalam 1 tahun ke depan (sepanjang 2025). Apalagi, jika suku bunga The Fed tidak kunjung diturunkan karena kebijakan tarif tersebut, artinya ada risiko BI juga tidak akan menurunkan suku bunga.
Namun, hal ini biasanya terjadi hanya dalam 1 periode. Ketika efek dari kebijakan tarif telah memperlambat ekonomi, bisa membuat The Fed agresif menurunkan suku bunga di 2026 yang membuka ruang untuk BI menurunkan suku bunga. Dengan begitu, ada potensi gairah kembali di ekonomi maupun sektor bank. Sehingga ada periode pemulihan sekitar 1-2 tahun tergantung dari bagaimana risiko ekonomi terkait Tarif Trump ini selesai.
Konsultasikan dan Diskusi Kondisi Portomu dengan Join Mikirdividen
Jika kamu ingin tahu atau mau langsung gabung ke Mikirdividen, kamu bisa klik di sini .
Untuk mengetahui tentang saham pertama, kamu bisa klik di sini.
Jika ingin langsung transaksi bisa klik di sini
Langganan Sekarang dan dapatkan Fix Rate perpanjangan seperti harga pembelian pertama selama dua tahun ke depan.
Beberapa benefit baru:
- IPO Digest Premium
- Saham Value dan Growth Bulanan yang Menarik
- Update porto Founder Mikirduit per 3 bulan
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini