Industri Manufaktur Lesu, Tanda Buruk atau Cuma Musiman?
Data Prompt Manufacturing Index Indonesia per kuartal IV/2022 melambat. Apakah tanda buruk? atau cuma sekadar musiman setiap akhir tahun ya?
Mikir Duit - Prompt Manufacturing Index Indonesia per kuartal IV/2022 disebut masih berada difase ekspansi, meski angkanya mengalami perlambatan ke level 50,06 dibandingkan dengan 53,71 pada kuartal III/2022. Pertanyaannya, apa hubungan data Prompt Manufacturing Index ke kehidupan kita? kamu nggak usah pusing kita yang mikirin duitnya ya.
Jadi, data Prompt Manufacturing Index (PMI) adalah data yang menggambarkan kondisi industri manufaktur di Indonesia. Jika angka index di atas 50, berarti industri manufaktur berada di fase ekspansi, yang artinya permintaan terjaga, produksi aman, dan tenaga kerja terkendali. Namun, jika angka index di bawah 50, berarti industri manufaktur berada di fase kontraksi, artinya permintaan mengalami penurunan, yang membuat produksi menurun, dan terjadinya pemutusan hubungan kerja.
Ada 5 indikator yang membentuk PMI, yakni volume produksi, volume total pesanan yang masuk, volume persediaan barang, penggunaan tenaga kerja, dan kecepatan penerimaan barang.
Selain itu, data PMI juga akan menunjukkan industri manufaktur sektor mana saja yang lagi ekspansi dan kontraksi.
Kinerja industri manufaktur bisa dibilang menjadi indikator penting dalam perekonomian. Soalnya, industri manufaktur ikut menggambarkan tingkat daya beli masyarakat, ekspor, hingga kondisi pekerja, mengingat manufaktur adalah industri padat karya.
Jika produksi menurut bisa jadi pertanda daya beli masyarakat turun atau justru permintaan ekspor yang turun. Lalu, ketika produksi turun berarti ada potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang bisa berdampak kepada daya beli masyarakat juga.
Kinerja Manufaktur Indonesia Kuartal IV/2022
Kinerja PMI Kuartal IV/2022 cukup mengkhawatirkan karena mulai berada di batas antara ekspansi dan kontraksi, meski posisinya masih ekspansi. Jika dilihat dari 5 indikator pembentuk PMI, penggunaan tenaga kerja dan kecepatan penerimaan barang mengalami kontraksi.
Indikator penggunaan tenaga kerja turun drastis menjadi 46,68 dari sebelumnya 50,32. Hal itu terlihat dari banyaknya kabar pemutusan hubungan kerja di industri manufaktur [tidak termasuk PHK di sektor teknologi karena mereka tidak termasuk industri manufaktur].
Di sisi lain, indikator kecepatan penerimaan barang memang mengalami kontraksi, tetapi kinerjanya justru menunjukkan kenaikan. Per kuartal IV/2022 kecepatan penerimaan barang naik menjadi 48,6 dari sebelumnya 48,34.
Dari sisi sektor usaha, beberapa yang mengalami kontraksi adalah sektor kayu dan hasil hutan lainnya sebesar 43,58, logam dasar besi dan baja 48,56, serta pupuk, kimia, dan barang dari karet 47,04.
Menariknya, saat industri tekstil dilanda PHK yang cukup besar, data PMI menunjukkan sektor itu mencatatkan kenaikan ekspansi menjadi 55,13 dari kuartal sebelumnya 52,62.
Kesimpulan
Adapun, perlambatan PMI pada kuartal IV/2022 bisa dibilang efek dari siklus akhir tahun yang rata-rata memang selalu rendah. Hal itu terlihat ekspektasi PMI di kuartal I/2023 yang justru bisa menjadi sangat ekspansif.
Artinya, sebenarnya kondisi industri manufaktur Indonesia masih bagus. Asal, tidak ada gangguan pengiriman barang untuk ekspor maupun pengiriman bahan baku impor. Sehingga produksi dan pengiriman barang tidak terganggu.
Jadi, masih optimistis dong dengan ekonomi Indonesia di 2023 meski banyak yang bilang dunia terancam resesi?