Jejak BBKP yang Sakitnya Tidak Kunjung Sembuh

Saham BBKP sudah bangkit dari gocap, apakah akan berlanjut? jawabannya adalah tergantung strategi Kookmin Bank untuk kembali menyehatkan BBKP yang sudah mulai muncul gejala sakit sejak 2016

Jejak BBKP yang Sakitnya Tidak Kunjung Sembuh

Mikirduit – PT Bank KB Bukopin Tbk. (BBKP) mulai bangkit dari tidurnya di harga Rp50 per saham. Apakah ada tanda-tanda pemulihan? kira-kira bisa berapa lama kinerja keuangan BBKP bisa pulih lagi?

Dalam pemberitaan di koran Kontan pada 22 Agustus 2024 berjudul Ini Tanda-tanda KB Bank Segera Bangkit disebutkan beberapa rencana dan target perseroan untuk pemulihan kinerja. 

Direktur Utama BBKP Tom Lee mengungkapkan fokus manajemen BBKP saat ini adalah untuk memperbaiki aset, organisasi, dan infrastruktur. Meski, belum bisa membalikkan posisi rugi menjadi laba pada 2024, pihaknya menargetkan tingkat kualitas aset terus membaik. 

BBKP menargetkan rasio kredit bermasalahnya bisa turun ke level 5 persen pada akhir 2024, serta tingkat loan at risk menjadi 16 persen. Bahkan, Dirut BBKP itu sesumbar bisa mencetak laba di 2025.

Memang bagaimana kondisi saham BBKP saat ini?

BBKP lagi melakukan audit kinerja kuartal II/2024. Adapun, untuk kinerja kuartal I/2024, BBKP masih mencatatkan kenaikan kerugian hingga Rp827 miliar dibandingkan dengan Rp213 miliar pada periode sama tahun sebelumnya. 

Tingkat non-performing loan (NPL) gross BBKP naik menjadi 9,92 persen dibandingkan dengan 6,98 persen, sedangkan NPL net turun menjadi 4,93 persen dibandingkan dengan 4,95 persen pada periode sama tahun sebelumnya.

Untungnya dari segi permodalan, BBKP masih kokoh dengan tingkat capital adequacy rasio (CAR) sebesar 23,53 persen. 

Lalu, apakah BBKP bisa menekan NPL menjadi 5 persen di akhir 2024 dan kembali laba di 2025? jika melihat historis, itu bisa saja dan pernah dilakukan oleh PT Bank Permata Tbk. (BNLI) pada periode 2016-2017. Begini ceritanya.

Cerita BNLI Perbaiki Kinerja Rugi Rp6 triliun Jadi Laba Dalam Setahun

BNLI saat masih dimiliki oleh PT Astra Internasional Tbk. (ASII) dan Standard Chartered sempat mengalami masalah signifikan pada 2016. Kinerja bottom line perseroan tiba-tiba merugi Rp6,48 triliun. Tingkat rasio kredit bermasalah gross naik hingga 8,83 persen, serta NPL net naik menjadi 2,24 persen. 

Sebenarnya, permasalahan BNLI mulai terlihat saat laba bersih perseroan turun 84 persen menjadi Rp247 miliar pada 2015. Kala itu, penurunan laba bersih BNLI didorong oleh kenaikan pencadangan yang signifikan 212 persen menjadi Rp3,67 triliun.

Tingkat NPL gross BNLI pada 2015 juga naik drastis menjadi 2,74 persen dibandingkan dengan 1,7 persen pada periode sama tahun sebelumnya. NPL nett melejit jadi 1,4 persen dibandingkan dengan 0,63 persen. 

Namun, dalam sekejap, BNLI bisa kembali mencatatkan laba bersih senilai Rp748 miliar pada 2017. Bahkan, tingkat NPL gross terpangkas menjadi 4,6 persen dibandingkan dengan 8 persen pada 2016. Setelah itu, kinerja BNLI terus pulih dan kembali mencatatkan laba bersih di atas Rp1 triliun pada 2019. Hingga akhirnya ASII dan Standard Chartered jual saham BNLI ke Bangkok Bank pada 2020.

Lalu, apa resep pemulihan kinerja BNLI yang sangat cepat dari kerugian terparahnya tersebut?

Bisa dibilang, saat kinerjanya langsung terpuruk karena kredit segmen komersial tersebut pada 2015-2016. Perseroan langsung gerak cepat salah satunya menjaga permodalan dengan right issue. Pada 2016, BNLI langsung right issue sekitar Rp5,5 triliun untuk mengurai masalah kredit bermasalahnya. Lalu, melakukan right issue lagi pada 2017 senilai Rp2,9 triliun. 

Lalu, BNLI juga menjual kredit bermasalahnya kepada perusahaan Luxemburg, yakni CVI CVF III LUX Master SARL senilai Rp1,12 triliun.  

Setelah itu, BNLI juga langsung mengganti direktur utama dari Roy Arman Affandi menjadi Ridha Wirakusumah di akhir 2016. Sosok Ridha sendiri dianggap sosok berpengalaman dalam cuci aset bermasalah. 

Secara historis, Ridha pernah ditunjuk Grup Maybank untuk akuisisi BII (sekarang Maybank Indonesia alias BNII) dari Temasek. Dalam proses akuisisi itu, Ridha melakukan bersih-bersih aset bermasalah. (Terakhir Ridha menjabat sebagai CEO di SWF Indonesia). 

Dengan aksi cepat pemulihan kinerja itu, kinerja BNLI langsung membaik hanya dalam kurun waktu 1-2 tahun. 

Sebenarnya, yang dilakukan oleh BNLI adalah langkah biasa dalam penyelesaian kredit bermasalah, lalu kenapa BBKP mengalami kerugian dan sulit pulih?

3 Saham Big Caps Diskon, PE di Bawah 10 dan PBV di Bawah 1, Tanda Sudah Murah?
Meski IHSG sudah menuju all time high lagi, tapi ada 3 saham big caps yang masih diskon dengan asumsi PE di bawah 10 dan PBV di bawah 1. Siapa saja mereka?

Penyebab BBKP Sulit Pulih

Jawabannya adalah kecepatan dalam merespons kondisi sulit. Ketika bisnis bank sakit itu harus segera diselesaikan secepat mungkin, jika ditunda, efeknya sakit semakin parah. Hal itu yang terjadi di BBKP. 

Masalah BBKP sudah mulai terjadi sejak 2016. Saat itu laba bersih BBKP masih naik 13 persen menjadi Rp1 triliun. Namun, tingkat NPL gross BBKP juga naik tinggi menjadi 3,72 persen dibandingkan dengan 2,84 persen pada periode sebelumnya. NPL net juga cukup tinggi sebesar 2,76 persen dibandingkan dengan 2,15 persen. 

Antisipasi BBKP hanya menaikkan sedikit pencadangan pada 2016. Kala itu, pencadangan BBKP hanya dinaikkan 78 persen menjadi Rp649 miliar. Bahkan, perseroan masih membagikan dividen senilai Rp31 per saham. Jika dihitung tingkat yield-nya saat itu sekitar 7,69 persen.

Masalah berlanjut hingga laba bersih turun 87 persen pada 2017 menjadi Rp135 miliar. Tingkat NPL gross melejit 8,47 persen, serta NPL net naik menjadi 6,2 persen. Tingkat rasio kecukupan modal BBKP susut jadi tersisa 10,52 persen. Bahkan, modal inti hanya tersisa Rp5 triliun dibandingkan dengan 2016 yang sebesar Rp8,1 triliun. 

Namun, tidak ada aksi suntikan modal tambahan apapun. Hal yang dilakukan hanya meningkatkan pencadangan 24 persen menjadi Rp810 miliar. Dalam situasi kenaikan NPL itu (sampai kuartal II/2017 sudah naik menjadi 4% untuk gross), BBKP masih bagi dividen Rp35 per saham. Jika dihitung dengan harga saham saat itu, tingkat yield sekitar 7,9 persen. Padahal, dengan kondisi itu, sebaiknya BBKP tidak bagikan dividen dan optimalkan untuk pemulihan kinerja. 

Sampai akhirnya, BBKP melakukan right issue pada Juli 2018 dan mampu menghimpun dana Rp1,46 triliun. DI sini, Kookmin Bank mulai masuk, tapi masih belum mayoritas. Bank asal Korea itu baru masuk 22 persen dari total saham beredar. 

Kala itu, masih ada aturan OJK yang berlaku terkait single presence policy, yakni jika ada investor asing menguasai mayoritas saham bank di Indonesia, dia harus akuisisi minimal 2 bank dan dimerger. Tujuannya untuk mengonsolidasikan jumlah bank di Indonesia yang terlalu banyak. 

Kinerja BBKP sempat pulih pada 2019, Laba bersih kembali tumbuh 14,1 persen menjadi Rp216 miliar. Tingkat NPL gross sempat turun ke 5,99 persen dan NPL net 4,45 persen. 

Sayangnya, ada pandemi Covid-19 yang membuat kinerja BBKP kembali memburuk pada 2020. Perseroan mencatatkan kerugian Rp3,22 triliun pada 2020. Lalu, rasio kredit bermasalah gross naik hingga 10,16 persen. 

Dari situ, Kookmin Bank mengakuisisi BBKP untuk menjadi pengendali dalam kondisi kerugian yang cukup parah. Kookmin Bank masuk ke BBKP sebagai pengendali via aksi right issue. Dalam aksi right issue itu, BBKP menerbitkan saham baru sebanyak 4,66 miliar lembar di harga Rp180. Dari situ, BBKP menghimpun dana sekitar Rp838 miliar. 

Untuk itu, setelah kini dipegang oleh Kookmin Bank, harapannya kinerja BBKP bisa kembali pulih. Namun, karena sakitnya sudah cukup lama, proses pemulihan bakal membutuhkan waktu. Jika bisa mencapai target Dirut BBKP, yakni tahun ini NPL ke 5 persen dan tahun depan sudah meraih laba bersih, itu menjadi momen turnaround story yang cukup menarik.

Kesimpulan

Lalu, apakah BBKP akan menjadi lebih menarik lagi dari sisi harga saham? jawabannya belum tentu juga. Semua itu akan tergantung dari realisasi kinerja perseroan. Apalagi, dengan keputusan melakukan audit pada laporan kuartal II/2024, kami belum bisa ekspektasi apa yang akan dilakukannya, apakah kembali melakukan right issue atau ada aksi korporasi lainnya. 

Jadi, untuk kamu yang tertarik dengan BBKP harus siap dengan risiko kalau rencana pemulihan butuh waktu yang lama. Kami ekspektasi 2026 dan 2027 kinerja BBKP bisa lebih baik jika konsisten dipulihkan dan tidak ada gejolak besar secara makro ekonomi.

Event Perdana Mikirduit: Saham Pertama, step by step investasi saham hingga bisa taking profit

Mikirduit bakal mengadakan event online secara umum pada 31 Agustus 2024 pukul 10:00 Wib sampai dengan selesai. Event ini terbatas hanya untuk 150 peserta.

Sesuai saran dan permintaan beberapa subscriber dan followers, harga pre-sale harga Rp150.000 (dari harga normal Rp300.000) di-perpanjang sampai 28 Agustus 2024 (jadi pas gajian masih bisa ikut dengan harga spesial, kalau masih kebagian)

Benefit join event:

  • Harga tiket event termasuk e-Book panduan investasi saham ala Mikirduit bertajuk Saham Pertama
  • Review 10 saham untuk investing jangka panjang yang ada dalam e-Book
  • Grup belajar dan diskusi (bukan grup rekomendasi saham) after event selama sebulan

Beli tiket harga pre-sale di sini

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini 

event saham pertama