Laba per Saham Mempengaruhi Harga Saham, Fakta atau Mitos?
Ada yang bilang laba bersih per saham mempengaruhi harga saham. Kira-kira itu mitos atau fakta ya? cari tau jawabannya di sini.
Mikirduit – Banyak investor yang memantau pergerakan laba bersih per saham untuk memperkirakan prospek sebuah saham. Lalu, apakah perkembangan laba bersih per saham selalu menggambarkan prospek harga sahamnya? berikut ini, kami melakukan riset hubungan antara kinerja laba bersih per saham dengan harga sahamnya.
Mengenal Laba per Saham atau Earning per share (EPS)
Laba per saham akan menunjukkan berapa banyak uang yang dihasilkan emiten dari setiap lembar saham yang ada. Hal itu membuat laba per saham menjadi salah satu metrik perhitungan untuk memperkirakan valuasi saham, seperti dalam price to earning ratio (PER).
Angka laba per saham sudah tersedia di laporan keuangan yang dirilis setiap kuartal. Secara sederhana, perhitungan laba per saham adalah dengan membagi laba emiten dengan jumlah saham beredar.
Pertumbuhan laba per saham yang terus meningkat secara konsisten memberikan ekspektasi investor siap membayar lebih mahal untuk saham tersebut. Soalnya, investor menilai saham itu memiliki keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pergerakan harga sahamnya.
Selain itu, investor juga bisa membandingkan saham-saham di satu sektor yang sama untuk melihat mana saham yang paling potensial. Penilaiannya bisa dilihat dari pertumbuhan setiap periode hingga nominalnya. Semakin besar nominal laba per saham dibandingkan kompetitornya berarti prospeknya bagus dan menjadi penguasa pasar. Namun, saham yang laba per sahamnya boleh biasa aja, tapi pertumbuhannya lebih tinggi dari penguasa pasar atau nominal laba per saham terbesar, berarti saham itu berpotensi tumbuh lebih tinggi lagi.
BACA JUGA: Mencari Saham Murah dengan Price to Earning Ratio
Fakta Hubungan Laba per Saham Mempengaruhi Harga Saham
Kami melakukan analisis hubungan antara laba per saham 10 saham dengan kapitalisasi pasar terbesar [mengecualikan PT Amman Mineral Tbk. (AMMN) yang baru IPO] terhadap harga sahamnya.
Hasilnya, dari 10 saham kapitalisasi pasar terbesar, ada 8 saham yang pergerakan harga sahamnya mengikuti pertumbuhan kinerja laba bersih per saham.
Misalnya, laba bersih per saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) annualized pada semester I/2023 senilai Rp392,46 per saham. Posisi laba bersih per saham BBCA itu tumbuh 18,77 persen jika dibandingkan dengan laba bersih per saham 2022, dan tumbuh 34,02 persen jika dibandingkan dengan laba bersih per saham annualized semester I/2022, serta tumbuh 87,24 persen jika dibandingkan dengan laba bersih per saham 2018. [perhitungan persentase menyesuaikan stock split 1:5 pada semester II/2021]
Dengan kinerja laba bersih per saham BBCA itu, secara year to date sampai 25 Agustus 2023, harga saham BBCA sudah naik 8,48 persen. Secara year on year naik sebesar 14,86 persen, dan dalam 5 tahun terakhir naik 84,95 persen. Meski, pertumbuhan laba bersih per saham lebih tinggi dibandingkan harganya, tapi tren kenaikannya sangat mirip.
Namun, ada beberapa kasus perkembangan laba bersih per saham tidak seirama dengan harga sahamnya.
Hal itu terjadi di saham PT Bayan Resources Tbk. (BYAN). Misalnya, laba bersih per saham BYAN sampai semester I/2023 senilai Rp651 per saham. Nilai itu turun 36,11 persen dibandingkan dengan laba per saham 2022 dan turun 24,9 persen jika dibandingkan dengan laba bersih per saham annualized semester I/2022, serta naik 199,45 persen jika dibandingkan dengan laba bersih per saham pada 2018. [angka laba bersih per saham BYAN di semester I/2022 dan 2018 sudah disesuaikan oleh stock split 1:10 pada semester II/2022]
Kalau dilihat perkembangan harga saham BYAN justru sedikit berlawanan. Misalnya, secara year on year, kenaikan harga saham BYAN mencapai 184 persen, meski laba bersih per saham annualized year on year-nya turun 24,9 persen. Meski, pergerakan harga sahamnya mulai menyesuaikan jika melihat kinerja secara year to date yang koreksi 12,74 persen. Secara lima tahunan, harga saham BYAN justru telah melejit hingga 846 persen.
Namun, anomali itu wajar akibat kenaikan harga saham yang terlalu tinggi di periode sebelumnya. Sehingga memperlihatkan kinerja harga sahamnya sedikit berlawanan dengan laba bersih per saham.
Anomali ini terjadi karena di 2022 ada fenomena booming batu bara ketika harga komoditas tersebut terbang ke 400 dolar AS per ton, yang bisa dibilang kejadian luar biasa. Hal itu membuat ekspektasi kinerja saham batu bara meningkat tinggi sepanjang 2022 sampai awal 2023 saat pembagian dividen tahunan dari kinerja keuangan tahun sebelumnya.
Kesimpulan
Jadi, kesimpulannya adalah pergerakan laba bersih per saham bisa diakui menjadi faktor cukup besar yang mempengaruhi pergerakan harga saham. Hal itu terlihat dari pergerakan saham banking besar (BBCA, BBRI, BMRI, BBNI), TLKM, dan consumer goods (UNVR dan ICBP).
Di sisi lain, ASII memiliki kasus tersendiri. Jika melihat laba per saham annualized ASII cenderung terus naik, tapi harga sahamnya secara year on year dan dalam 5 tahun terakhir koreksi. Kondisi itu disebabkan adanya penurunan harga saham yang terjadi setelah pemulihan pandemi Covid-19, yakni pada 2022 akibat kerugian yang belum terealisasi dari investasi di PT Goto Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO).
Hal itu membuat tingkat laba bersih per saham ASII secara kuartalan pada 2022 menjadi sangat labil. Seperti, secara interim hingga semester I/2022, kinerja ASII cukup moncer dengan kenaikan laba bersih per saham annualized sebesar 105 persen menjadi Rp897,84 per saham. Namun, memasuki semester II/2022, tren laba per saham annualized-nya menurun hingga tutup tahun menjadi Rp714 per saham.
Penurunan itu ada kaitannya dengan penurunan harga saham GOTO yang cukup signifikan setelah periode lock-up dibuka pada akhir 2022. Hasilnya, laba bersih dari PT United Tractor Tbk. (UNTR) yang tinggi sedikit tergerus dengan kerugian investasi yang belum terealisasi dari GOTO. Meski, sebenarnya hal itu tidak terlalu mempengaruhi bisnis ASII juga.
Untuk itu, saham ASII bahkan sempat mendekati level Rp5.000-an di akhir Desember 2022 hingga awal Januari 2023. Namun, harga saham ASII kembali menguat sampai saat ini dengan kenaikan secara year to date sampai 27 Agustus 2023 tembus 13,16 persen seiring laba bersih per saham ASII yang juga membaik dibandingkan dengan kinerja laba bersih per saham annualized pada akhir 2022.
Lalu, dalam kasus ICBP juga cukup menarik. Ketika laba bersih per saham ICBP melejit tinggi dari rata-rata annualized setiap kuartal di 2022 sekitar Rp300 - Rp600 per saham, tiba-tiba di 2023 pada kuartal I/2023 tembus Rp1.300 per saham, sedangkan kuartal II/2023 tembus Rp981 per saham. Harga saham ICBP pun naik, tapi kenaikannya tidak yang begitu spektakuler mengikuti tren laba per sahamnya seperti, sepanjang tahun ini (year to date) cuma 12 persen, dan year on year cuma 30-an persen.
Hal itu terjadi karena secara kinerja bisnis ICBP tidak terlalu spektakuler, meski cukup bagus masih mampu mencatatkan margin keuntungan kotor di atas 35 persen. Lebih baik dari rata-rata 2022 yang berkisar antara 31-34 persen. Lonjakan laba bersih pun terjadi karena adanya keuntungan dari selisih kurs pinjaman dolar AS-nya karena sepanjang semester I/2023, rupiah cukup perkasa. Namun, hal itu bisa jadi berubah drastis di semester II/2023 di mana rupiah melemah hingga sempat mendekati Rp15.400 per dolar AS.
Di sini, investor masih mengapresiasi langkah operasional bisnis ICBP yang lebih efisien dan masih tetap mampu mencatatkan pertumbuhan pendapatan sehingga margin kotornya bisa tembus 36 persen. Untuk itu, harga saham ICBP pun masih melaju naik, tapi bisa jadi ada risiko ketika keuntungan kurs menjadi kerugian kurs bakal mempengaruhi laju laba bersih per sahamnya.
Untuk itu, kami mengambil kesimpulan laba bersih per saham menjadi faktor terbesar [bukan satu-satunya] yang menjadi penggerak harga saham. Secara normal, kenaikan harga saham biasanya mengikuti laba bersih per saham. Dari segi persentase, kenaikan harga saham cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan laba bersih per saham.
Namun, ada beberapa situasi yang membuat harga saham bisa bergerak lebih tinggi hingga berlawanan dari pertumbuhan laba bersih per saham seperti:
- Saham yang memiliki siklus bisnis, seperti batu bara. Saat memasuki periode booming, harga sahamnya bisa lebih tinggi dibandingkan kenaikan laba bersih per sahamnya, tapi saat penurunan juga bisa lebih dalam. Penyebabnya, ada daya beli yang tinggi dari investor untuk memanfaatkan periode booming tersebut.
- Saham yang memiliki kapitalisasi pasar kecil dan tidak likuid. Alasannya, karakter saham dengan kapitalisasi pasar kecil dan tidak likuid ini sangat mudah digoreng, bahkan oleh ritel dengan modal Rp500 juta sampai Rp1 miliar. Sehingga, untuk membandingkan kinerja laba bersih per saham dengan harga sahamnya menjadi tidak relevan.
- Posisi kinerja bottom line emiten mengalami kerugian. Jadi bukannya laba per saham menjadi rugi per saham. Namun, pergerakan harga sahamnya anomali seperti malah naik atau turun, tapi tidak terlalu dalam. Di sini, kita bakal kesulitan melihat prospek emiten rugi dengan hanya sekadar melihat rugi per sahamnya. Untuk kasus ini, perlu dilihat penyebab kerugian dan prospek saham itu bisa turnaround stroy kembali menjadi laba per saham.
Di sisi lain, sebagai investor, kita juga tidak boleh hanya percaya dengan melihat laba bersih annualized yang naik saja. Namun, kita perlu melihat secara detail pergerakan laba bersih per saham annualized setiap kuartal. Jika ada anomali secara year on year maupun quater on quarter, kita bisa mengecek lagi apa yang sebenarnya terjadi dengan saham tersebut.
Hal ini terjadi kepada ASII dan ICBP. Untuk posisi ASII, dengan penurunan laba bersih per saham karena di luar faktor operasional bisnis, serta diiringi penurunan harga saham. Berarti, posisi valuasi murah saat berada di Rp5.000-an pada akhir Desember 2022 - Januari 2023 menjadi titik terbaik untuk beli.
Lalu, untuk ICBP yang saat ini harganya sudah cukup tinggi, dan laba bersih tidak ditopang sepenuhnya oleh operasional bisnis, melainkan ada selisih kurs dari pinjaman dalam dolar AS. Artinya, jika rupiah melemah lagi bisa jadi keuntungan kurs dari semester I/2023 bakal jadi kerugian di semester II/2023. [dengan asumsi ICBP tidak melakukan hedging untuk mengurangi kerugian dan sebagainya]
Dengan begitu, saat posisi ICBP yang tinggi seperti ini dengan pertumbuhan operasional bisnis yang bagus, tapi tidak spektakuler. Malah jadi momen bagus untuk take profit atau ambil untung, demi memburu saham yang lebih murah.
Jadi, harga saham bisa dipengaruhi oleh laba per saham karena investor besar melihat prospek dari saham-saham tersebut di masa depan. Ingat, sifat pasar saham adalah forward looking bukan melihat masa lalu. Dengan adanya sifat investor dengan modal besar seperti itu, ketika ada perbaikan atau pertumbuhan laba bersih per saham yang signifikan dari operasional bisnis, membuat banyak yang ingin membeli saham itu dan mengerek harganya secara perlahan.
Setelah membaca ini, kamu tertarik menganalisis prospek laba per saham dari saham yang sudah masuk watchlistmu? catatan, metode ini efektif untuk saham secondliner hingga blue chip. Khusus secondliner pun harus yang likuid sehingga sulit untuk digoreng.
Untuk kamu yang mau tahu cara pilih saham dividen ala Mikirduit, bisa baca di 6 artikel series ini ya:
- Mengenal Dividen dan Pendapatan Pasif
- 5 Cara Mendapatakan Pendapatan Pasif dari Dividen Secara Rutin
- 5 Cara Memilih Saham Dividen yang Menguntungkan Jangka Panjang
- Strategi Investasi Saham Dividen yang Aman Hingga Pensiun
- Cara Analisis Saham Dividen, Tentukan Hold atau Jual
- Peran Dividen dalam Portofolio Investasi Jangka Panjang