Laju Laba Saham Bank Besar Melambat, Peluang Serok?
Pertumbuhan laba bersih saham bank besar sudah agak melambat nih. Ada potensi pencadangan di 2024 naik sehingga laju laba makin lambat. Jadi tanda-tanda untuk mulai serok?
Mikirduit – Kinerja saham big bank mulai menunjukkan kenaikan yang melambat. Tekanan suku bunga tinggi membuat laju kinerja keuangan saham big bank terhadang. Kira-kira, apakah ada momen emas untuk borong saham big bank lebih murah di 2024? kita cari tanda-tandanya di laporan keuangan kuartal III/2023.
Sampai 26 Oktober 2023, baru ada PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) yang merilis laporan keuangan. Nanti secara berkala keempat saham bank ini akan diupdate di sini.
Dalam melakukan analisis laporan keuangan bank agak berbeda dengan laporan keuangan emiten biasa. Pasalnya, model bisnis bank memang cenderung berbeda. Untuk itu, kami akan studi kasus analisis laporan keuangan saham bank dengan mengacu ke deretan saham big bank ini.
Kinerja Keuangan Kuartal III/2023 BBCA
Saham BBCA masih mampu mendorong pertumbuhan laba bersihnya sebesar 25,78 persen menjadi Rp36,42 triliun pada kuartal III/2023. Laba bersih itu didorong oleh penurunan pencadangan sebesar 41 persen menjadi Rp2,29 triliun. Lalu, pertumbuhan pendapatan bunga bersih sebesar 23,98 persen menjadi Rp55,9 triliun.
Jika beberapa bank mulai mencatatkan penurunan NIM, BBCA justru masih mencatatkan kenaikan menjadi 5,52 persen. Artinya, BBCA mampu menjaga beban bunga agar tidak meroket.
NIM BBCA sendiri wajar naik dan bisa dimaintain karena dari sisi likuiditas, BBCA masih sangat longgar. Bayangkan, loan to deposit ratio-nya sebesar 67,41 persen. Sehingga tidak ada alasan BBCA mencari dana pihak ketiga dengan bunga lebih tinggi lagi. Soalnya, kebutuhan ekspansi kredit masih bisa diakomodir.
Sementara itu, dari sisi risiko kredit bermasalah, tingkat CKPN BBCA terhadap aset produktif turun menjadi 0,97 persen. Angka yang cukup kecil, tapi jika dibandingkan dengan tingkat kredit bermasalah bersihnya masih aman. Soalnya, tingkat kredit bermasalah bersihnya baru di level 0,68 persen.
Namun, ini menjadi pertanda di 2024 bisa jadi BBCA akan cenderung agresif menaikkan pencadangan. Soalnya, tingkat NPL gross BBCA masih 2,88 persen, meski posisi itu lebih baik dibandingkan dengan periode sama tahun lalu sebesar 3,18 persen.
Ditambah, dari sisi rasio kecukupan modal, BBCA yang skalanya besar cukup aman dengan memiliki capital adequacry ratio (CAR) di angka hampir 30 persen.
Risiko terbesar bagi bank saat suku bunga tinggi adalah debitur korporasi hingga komersial (usaha menengah) mulai goyah. Jika dilihat, kontribusi segmen kredit korporasi BBCA ke rasio kredit bermasalah itu sebesar 45,9 persen. Angka ini memang lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu, tapi beranjak naik jika dibandingkan dengan kuartal II/2023. Untuk itu, kami prediksi untuk berjaga-jaga, BBCA berpotensi menaikkan pencadangan di 2024.
Apa efek dari menaikkan pencadangan terhadap kinerja bank? jawabannya bisa mempengaruhi tingkat laba bersih karena tergerus untuk pencadangan tersebut. Lalu, bagaimana jika dibandingkan dengan kinerja keuangan BBRI?
Kinerja Keuangan Kuartal III/2023 BBRI
Berbanding terbalik dengan BBCA, kinerja BBRI mulai melambat. Perseroan mencatatkan pertumbuhan laba bersih hanya 12,35 persen menjadi Rp43,99 triliun. Pertumbuhan laba bersih BBRP ini agak lesu karena pendapatan bunga bersih BBRI hanya tumbuh 5,83 persen menjadi Rp103 triliun.
Hal itu disebabkan oleh kenaikan beban bunga hingga 63 persen menjadi Rp30,69 triliun, sedangkan pendapatan bunga hanya tumbuh 14 persen menjadi Rp131,89 triliun.
Kondisi itu membuat tingkat NIM BBRI tergerus menjadi 6,97 persen dibandingkan dengan 7,23 persen pada periode sebelumnya.
BBRI mencatatkan beban bunga yang lebih tinggi disebabkan dari sisi likuiditas mulai agak ketat. Soalnya, loan to deposit BBRI sudah mendekati 90 persen.
Sementara dari daya tahan terhadap risiko, saham BBRI juga punya rasio kecukupan modal yang cukup tebal, yakni 25,23 persen. Serta, CKPN BBRI juga cukup tebal jika dibandingkan dengan aset produktif bisa mencapai 5,61 persen. Padahal, rasio kredit bermasalah BBRI masih terjaga, seperti NPL gross di 3,23 persen, sedangkan NPL net di 0,73 persen.
Namun, pencadangan BBRI yang masih tebal bisa juga untuk antisipasi insentif restrukturisasi kredit pandemi Covid-19 untuk UMKM berakhir di awal 2024.
Sementara itu, seperti BBCA, segmen kredit yang berkontribusi besar terhadap kredit bermasalah perseroan berasal dari korporasi dan usaha kecil yang masing-masing punya NPL gross sebesar 4,66 persen dan 4,58 persen.
Dengan risiko kenaikan kredit bermasalah saat suku bunga tinggi, terutama dari korporasi, berapa posisi termurah BBCA dan BBRI yang bisa dijadikan tanda serok lebih banyak lagi?
BACA JUGA: Saham Bank Paling Cuan Saat Suku Bunga Tinggi? Jangan Kaget, Begini Penjelasannya
Prospek Saham Big Bank
Posisi saham big bank sudah mulai koreksi di kuartal IV/2023. Sebenarnya, jika melihat karakter pergerakan saham big bank, posisi saat ini sudah cocok untuk titip sendal dengan modal kecil karena price to book valuenya sudah di bawah rata-rata historis 5 tahunnya.
Seperti, PBV BBCA sudah 4,6 kali di bawah rata-rata 5 tahunnya sebesar 4,62 kali. Lalu, BBRI juga sudah di 2,46 kali di bawah rata-rata lima tahunnya sebesar 2,54 kali.
Namun, dengan risiko kenaikan pencadangan di 2024 yang bisa menekan laju pertumbuhan laba bersih, kami memperkirakan posisi harga saham big bank bisa turun ke level standard deviasi minus 1-nya. Namun, ini harus dipantau, karena kami menilai jika turun ke level ini, daya beli yang nyerok akan cukup tinggi. Sehingga hanya bisa berlangsung sekitar 1-2 hari perdagangan. Memang di berapa harganya?
Jika dilihat standard deviasi minus 1 PBV BBCA untuk rata-rata 5 tahunnya ada di 4,25 kali. Jika dihitung dengan nilai buku per saham hingga kuartal III/2023 senilai Rp1.912 per saham. Harga saham BBCA mulai menarik ketika menyentuh level Rp8.126 per saham.
Begitu juga dengan BBRI, standard deviasi minus 1 untuk PBV 5 tahunnya sekitar 2,22 kali. Dengan nilai buku per saham kuartal III/2023 senilai Rp2.022 per saham. Berarti, harga saham BBRI sudah menarik dan murah di Rp4.488 per saham.
Namun, berhubung peluang untuk masuk ke sana kecil, kami memberikan potensi upside untuk bisa masuk lebih cepat, yakni 5 persen dari harga bottom yang kami perkirakan tersebut. Berarti, kita bisa masuk ketika BBCA dan BBRI berada di harga Rp8.532 per dan Rp4.713 per saham. Posisi ini lebih realistis dicapai, apalagi jelang rapat FOMC federal reserve.
Hanya saja, kami mengingatkan tingkat risiko ekonomi global masih tinggi seiring harga minyak yang bertahan di level 89 dolar AS per barel. Serta, ada risiko Federal Reserve menaikkan suku bunga. Jadi, saat saham BBCA dan BBRI menyentuh level upside di Rp8.532 dan Rp4.713, kami menyarankan masuknya 50 persen dari modal. Sisanya masuk jika ada peluang turun, terutama mendekati harga bottom yang kammi perkirakan.
Siap nyerok saham big bank, di mana kesempatannya jarang-jarang nih, lebih baik siapkan peluru [modal] dari sekarang ya.
Mau dapat guideline saham dividen 2024?
Pas banget, Mikirduit baru saja meluncurkan Zinebook #Mikirdividen yang berisi review 20 saham dividen yang cocok untuk investasi jangka panjang lama banget.
Kalau kamu beli #Mikirdividen edisi pertama ini, kamu bisa mendapatkan:
- Update review laporan keuangan hingga full year 2023 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
- Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
- Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
- Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)
Yuk langsung join Mikirdividen DISKON LANGSUNG Rp100.000 klik di sini ya
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini