Pelajaran dari Promo Lindsay Lohan yang Didenda OJK Amerika
Lagi-lagi selebritas kena semprot regulator keuangan gara-gara asal promosi produk. Kira-kira, apa yang bisa kita pelajari dari kasus ini?
Mikir Duit – Lindsey Lohan bersama enam artis lainnya harus membayar denda kepada Securities and Exchange Commision alias SEC seperti Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia. Penyebabnya, mereka dianggap mempromosikan token crypto secara ilegal. Lalu, apa masalahnya dan apa yang bisa kita pelajari dari kasus ini?
Lindsay Lohan dan kawan-kawan dianggap SEC melakukan promosi aset crypto TRX dan BTT secara ilegal.
Arti ilegal di sini, mereka mempromosikan tanpa memberikan tanda atau mengungkapkan kalau itu adalah promosi bayaran. Jadi, mereka ini seperti ngajakin pengikutinya untuk beli token tersebut. Jadi, nggak terlihat seperti jualan banget.
Masalah lainnya,TRX dan BTT ini juga ada dugaan manipulasi trading. Jadi, Justin Sun, seorang investor crypto, dituduh melakukan penipuan dan memanipulasi aktivitas perdagangan agar kedua token crypto itu terlihat aktif diperdagangkan.
Sun juga disebut mengatur aksi kicauan para selebritas seperti Lohan dan kawan-kawan di Twitter agar terlihat seperti organic atau ajakan tanpa diendorse oleh pihak token.
Ketua SEC Gary Gensler menilai aksi manipulasi ini berpotensi merugikan investor yang transaksi setelah terpengaruh oleh kicauan Twitter para selebritas tersebut.
Ketujuh selebritas itu disebut membayar denda hingga 400.000 dolar AS atau setara Rp6,07 miliar.
BACA JUGA: Credit Suisse Bikin Panik Satu Bumi, Baca Di sini Kronologinya
Bukan Kasus yang Pertama
Sebelum Lindsay Lohan dkk, Kim Kardashian dan Paul Pierce, serta Floyd Mayweather Junior juga pernah kena semprot SEC hingga harus bayar denda 1,26 juta dolar AS atau Rp19,12 miliarpada 2022 kemarin.
Penyebabnya, Kim dkk mempromosikan crypto bodong bernama EthereumMax pada 2021. Namun, Kim tidak menuliskan kalau itu adalah promosi berbayar sehingga membuat banyak investor yang terpengaruh menjadi rugi.
Gara-gara itu, Kim harus tekor bayar denda Rp19 miliar. Padahal, bayaran endorse dari EthereumMax itu cuma 250.000 dolar AS atau setara Rp3 miliar.
Kesimpulan
Beberapa oknum yang ingin mengambil keuntungan dari investasi bodong memang kerap bekerja sama dengan artis. Pasalnya, selebritas memiliki pengikut yang banyak. Ketika mereka mempromosikan produk investasi bodong ini, hampir semua percaya kalau bisa kaya dengan cara tersebut.
Untuk itu, SEC memang cukup ketat dalam meregulasi artis-artis yang dapat endorse dari produk finansial. Pasalnya, potensi investor tertarik membeli produk itu sangat tinggi ketika dipromosikan dengan para artis secara soft-selling atau tidak ada embel-embel kalau itu dipromosikan.
Begitu juga di Indonesia, beberapa artis sempat terseret dalam kasus investasi bodong seperti, robot trading. Nama seperti Atta Halilintar hingga Ivan Gunawan dianggap merugikan investor. Padahal, mereka bukan pelaku.
Seperti, Atta yang melelang headbandnya dan ternyata uang bayaran hasil lelang itu adalah keuntungan dari robot trading. Lalu, Ivan juga dengan polosnya menerima tawaran menjadi duta atau brand ambassador robot trading DNA pro. Padahal, Ivan mengaku tidak paham soal robot trading.
Bahkan, untuk investasi yang tidak bodong seperti saham juga jadi fokus Bursa Efek Indonesia. Masih ingat kejadian Ari Lasso dan Raffi Ahmad yang disemprot BEI gara-gara mempromosikan untuk beli saham PT M Cash Integrasi Tbk. (MCAS) pada 2021. Meski, mereka kompak membantah, tapi gaya promosi yang mengajak beli saham MCAS jelas salah. Apalagi, mereka hanya menceritakan pengalaman yang bisa dikarang, bukan membahas dari segi fundamental keuangan emiten tersebut.
Artinya, para selebritas boleh memiliki pengaruh kuat, tapi mereka sendiri bisa jadi tidak paham tentang aset yang dipromosikan. Apakah ada risikonya? atau bagaimana? jadi kita sebagai audiens jangan langsung menafsirkan apa yang dipromosikan oleh selebritas adalah produk terbaik.
Bicara produk keuangan, untung-ruginya menjadi tanggung jawab kita sendiri. Untuk itu, kita harus jeli dan teliti saat memutuskan mau investasi kemana. Setuju?