Marketing Sales BSDE Tembus Rp8,8 triliun, Apa Artinya dan Perbedaan dengan Pendapatan?
Marketing sales BSDE lebih tinggi 14 persen dari target 2022. Apakah artinya kinerja BSDE bagus? lalu apa bedanya dengan pendapatan di laporan keuangan?
Mikir Duit – PT Bumi Serpong Damai Tbk. alias BSDE mengumumkan perseroan mencatatkan pendapatan pra-penjualan atau marketing sales senilai Rp8,8 triliun sepanjang 2022. Namun, apa perbedaan antara marketing sales dengan pendapatan BSDE yang tertulis di laporan keuangan?
Pencapaian marketing sales BSDE sepanjang 2022 itu lebih besar 14 persen dari target yang ditentukan senilai Rp7,7 triliun. Pendorong pertumbuhan marketing sales BSDE adalah penjualan tanah kavling dari usaha patungan di BSD City dan Cibubur yang tumbuh 338 persen, serta penjualan ruko yang tumbuh 14 persen.
Di sisi lain, segmen perumahan yang berkontribusi terbesar di marketing sales BSDE malah turun 2 persen.
Adapun, kinerja marketing sales BSDE yang tumbuh 14 persen ini juga disebabkan oleh keputusan perseroan memasang target konservatif sama seperti pencapaian di 2021, yakni Rp7,7 triliun dari targetnya Rp7 triliun.
Pertanyaannya, apa sebenarnya marketing sales itu? kenapa menjadi indikator yang cukup penting bagi emiten properti?
Apa Itu Marketing Sales?
Marketing sales atau pendapatan pra penjualan perusahaan properti adalah pendapatan yang diterima ketika proses penjualan.
Bentuknya itu seperti, uang booking hingga uang muka dari konsumen yang tertarik untuk membeli produk properti.
Marketing sales menjadi penting untuk perusahaan properti karena bisa digunakan untuk modal pengembangan proyek.
Perbedaan Marketing Sales dengan Pendapatan Perusahaan Properti
Kita bisa ambil contoh dari kinerja saham BSDE pada kuartal III/2022. Pada periode itu, BSDE disebut mencatatkan marketing sales senilai Rp6,7 triliun. Namun, pendapatan BSDE di kuartal III/2022 senilai Rp7,14 triliun.
Kenapa berbeda? soalnya marketing sales hanya mencakup transaksi awal untuk pembelian atau penyewaan yang dilakukan oleh konsumen. Nilainya bisa jadi belum dibayarkan penuh atau masih berupa uang muka.
Di sisi lain, pendapatan perusahaan properti mencakup ke seluruh uang yang didapatkan yang tidak cuma dari uang muka, tapi juga pembayaran dari bank yang dibayar berkala dari cicilan nasabah hingga pendapatan sewa penuh.
Misalnya, BSDE memiliki beberapa sumber pendapatan.
Pertama, dari penjualan tanah dan bangunan rumah tapak dan penjualan tanah dan rumah susun alias apartemen. Sampai kuartal III/2022, nilainya senilai Rp5,58 triliun. Angka khusus penjualannya pun tetap berbeda dari besaran marketing sales perseroan.
Kedua, pendapatan sewa senilai Rp666,59 miliar.
Ketiga, pendapatan dari konstruksi senilai Rp599 miliar.
Keempat, pendapatan dari hotel senilai Rp12,75 miliar.
Kelima, pendapatan dari arena rekreasi senilai Rp15,67 miliar.
Keenam, pendapatan dari pengelolaan gedung yang terdiri dari jasa pelayanan, prasarana, parkir, promosi, hingga perbaikan senilai Rp253 miliar.
Ketujuh, pendapatan lainnya senilai Rp17,35 miliar.
Kesimpulan
Jadi, mana yang lebih penting untuk dilihat, marketing sales atau kinerja keuangan emiten properti?
Sebenarnya, keduanya penting, marketing sales bisa menjadi gambaran potensi pendapatan emiten properti di masa depan. Lalu, kinerja keuangan emiten bisa dijadikan gambaran seberapa bagus operasional bisnis secara komprehensif.
Apalagi, data marketing sales sering muncul lebih dulu daripada rilis laporan keuangan. Dengan begitu, itu bisa jadi acuan untuk menilai sekilas prospek sebuah perusahaan properti.
Jika pertumbuhan marketing salesnya tumbuh secara konsisten, alias tidak perlu langsung sekali besar, tapi naik perlahan, berarti prospek kinerja emiten propertinya juga akan bagus. Namun, kalau marketing sales naik-turun signifikan alias terlalu fluktuatif, berarti bakal berefek ke kinerja keuangan propertinya yang menjadi labil.
Nah, jadi apa nih saham properti andalanmu?