Meramal Nasib SRIL Jelang 2 Tahun Suspensi
Saham SRIL hampir mencatatkan 2 tahun disuspensi oleh BEI. Jika belum dibuka-buka, saham SRIL berpotensi delisting dengan kondisi ekuitas negatif. Jadi gimana ramalan selanjutnya?
Mikir Duit – PT Sri Rezeki Isman Tbk. alias SRIL pernah menjadi salah satu pendatang baru yang sensasional. Bahkan, SRIL sempat disebut sebagai saham untuk para value investing karena memiliki price to book value (PBV) maupun price to earning ratio (PER) yang rendah. Namun, kenapa nasibnya kini malah terancam delisting?
SRIL mulai melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak Juni 2013. Waktu itu, SRIL menjajakan saham perdananya senilai Rp240 per saham. Saham tekstil itu sempat heboh karena merupakan produsen Zara hingga Uniqlo di Indonesia. Walaupun, peforma saham SRIL saat pertama kali melantai di bursa tidak gemilang, seperti hanya dibuka stagnan di level Rp240 per saham.
Masalah Besar Saham SRIL
Jika melihat peforma kinerja laba/rugi SRIL sejak awal melantai di bursa mungkin tidak akan terlihat kalau perusahaan ini memiliki masalah.
Bayangkan, dalam lima tahun pertama melantai di bursa, pertumbuhan pendapatan dan laba bersihnya selalu positif. Meski, angka pertumbuhannya cukup fluktuatif antara naik atau melambat.
Namun, masalah gunung es SRIL terjadi karena perseroan memiliki jumlah utang yang terus naik setiap tahunnya. Jika dilihat sejak IPO pada 2013 hingga 2021, tingkat liabilitas SRIL melejit hingga 500 persen.
Faktor kekacauan SRIL pun bukan cuma utang, tapi margin keuntungan yang tipis. Dengan pendapatan SRIL pada 2020 yang tembus 1,28 miliar dolar AS. Margin keuntungan kotornya hanya 17 persen. Begitu juga, margin keuntungan bersihnya hanya 6 persen.
Secara rata-rata, margin kotor SRIL tidak pernah lebih dari 25 persen, sedangkan margin bersihnya tidak pernah lebih dari 10 persen. Padahal, rata-rata kenaikan tingkat liabilitas SRIL pada periode 2013-2021 itu sekitar 26 persen. Artinya, tingkat margin kotor SRIL saja sudah di bawah pertumbuhan liabilitasnya.
Margin yang tipis itu pun membuat arus kas operasional SRIL berfluktuatif dari positif ke negatif. Hal ini yang sebenarnya sudah menjadi peringatan kalau emiten tekstil itu selepet ambruk, alias kalau ada gejolak yang membuat arus kas negatif, berarti risiko gagal bayar utangnya tinggi.
Hal itu terjadi ketika SRIL tiba-tiba mencatatkan kerugian fantastis senilai 1 miliar dolar AS pada 2021. Kerugian itu membuat ekuitas SRIL langsung negatif 398 miliar dolar AS hingga akhirnya digugat PKPU oleh para krediturnya. Mulai per Mei 2021 juga, saham SRIL disuspensi oleh BEI hingga saat artikel ini ditulis.
BACA JUGA: Bisnis Pakaian Bekas Diminta Ditutup, Jadi Kambing Hitam Lesunya Bisnis Tekstil?
Bagaimana Nasib SRIL Ke Depannya?
Sebenarnya SRIL sudah mencapai kesepakatan damai dengan para pemberi pinjaman. Dari surat putusan Mahkamah Agung, permohonan kasasi oleh PT Citibank N.A dan penolakan permohonan kasasi PT Bank QNB Indonesia Tbk. (BKSW) sudah dicabut.
Seharusnya, setelah perdamaian ini, saham SRIL sudah siap kembali dibuka. Namun, kondisinya adalah ekuitas SRIL makin memburuk setelah negatif 547 juta dolar AS.
Tanda lampu hijau saham SRIL siap diperdagangkan lagi adalah dengan perombakan direksi dan komisaris perseroan pada minggu ketiga Maret 2023.
Dalam perombakan itu, ada nama Regina Lestari Busono yang ditunjuk sebagai Direktur Independen. Regina adalah orang dari BKSW, bank yang bermasalah dengan SRIL.
Di sini, SRIL bakal dalam pantauan ketat BKSW untuk mengembalikan kinerjanya.
Kesimpulan
Peluang saham SRIL diperdagangkan sebelum tenggat 2 tahun suspensi sangat besar. Pasalnya, meski ekuitas negatif, arus kas operasional SRIL mulai positif. Per kuartal III/2022, kas operasional SRIL sudah positif 11 juta dolar AS.
Meskipun, jika akhirnya saham SRIL kembali bisa diperdagangkan, harga sahamnya berpotensi turun drastis hingga perseroan menyelesaikan semua kewajibannya.
Jika saham SRIL dibuka, ada dua pilihan, investor jual-rugi atau berharap jangka panjang kinerjanya membaik sehingga berani untuk hold keras. Sebenarnya, pilihan terbaik jual-rugi, tapi pasti banyak yang sayang juga.
Soalnya, bisnis tekstil bakal tetap menantang di tengah gempuran pakaian impor non bekas dari China serta ketidakpastian ekonomi global.
Namun, jika saham SRIL berakhir delisting, hal itu bisa jadi alamat buruk. Soalnya, ekuitas SRIL lagi negatif, nanti kita yang pemegang saham eksisting dapat apa dong?
Coba, kalau saham SRIL open suspen, apa yang akan kamu lakukan?