Momentum Investasi di Januari, Berikut 5 Pilihan Saham yang Sudah Diskon

Bicara Januari, kita pasti pernah dengar istilah January Effect dan January Barometer. Lalu, apa saja pilihan saham yang bisa dibeli di Januari? simak 5 pilihan saham terbaiknya di sini

Momentum Investasi di Januari, Berikut 5 Pilihan Saham yang Sudah Diskon

Mikirduit – Ada dua momentum pasar saham di Januari yang sering disebut January Effect dan January Barometer. Apa artinya dua momentum tersebut dan apa saja saham yang menarik pada periode tersebut? 

January Effect adalah sebuah siklus musiman yang membuat harga saham cenderung naik di bulan pertama setiap awal tahun. Tesis dari January Effect adalah biasanya investor akan menjual saham-saham yang mengalami floating loss untuk mengatur kinerja keuntungan dan menyesuaikan tagihan pajak. Lalu, modal hasil jual rugi tersebut akan digunakan untuk aksi beli di Januari. 

Namun, January Effect dinilai bukan siklus yang cukup kuat untuk konsisten mendorong harga saham terus naik di setiap bulan pertama di setiap tahunnya. 

Dalam 25 tahun terakhir, IHSG mencatatkan peluang naik sebesar 60 persen di Januari. Sebenarnya, persentase peluang di Januari ini tidak begitu spesial karena masih kalah dibandingkan dengan Februari, Maret, April Juni, Juli, dan Oktober yang di atas 60 persen. 

Bahkan, secara global dan di pasar saham AS, January Effect memang tidak terlalu terlihat signifikan lagi. Bahkan, January Effect disebut hanya seperti dongeng dalam dunia saham.

January Barometer

Nah, selain January Effect, ada satu lagi momentum pasar saham di Januari, yakni January Barometer. Jadi, beberapa trader menilai kinerja saham di Januari akan menggambarkan prospek saham setahun ke depan. 

Gagasan January Barometer ini dicetuskan oleh Yale Hirsch yang menulis Stock Trader's Almanac pada 1972. Lalu, gagasan itu masih digunakan beberapa trader hingga saat ini. 

Trader yang percaya asumsi dari Hirsch itu akan cenderung berinvestasi ketika pasar saham menguat di Januari dan tidak berinvestasi jika barometer menunjukkan potensi penurunan. 

Di pasar saham AS sendiri, January Barometer ini sifatnya juga tidak pasti karena dari periode 1950 - 2021, January Barometer ini membuat 11 kesalahan. Apalagi, fenomena serupa juga tidak ditemukan konsisten terjadi di pasar saham di luar AS. 

Untuk IHSG sendiri, dari 25 tahun, January Barometer mencatatkan kesalahan sebanyak 11 kali, yakni ketika pasar saham di Januari mengalami penurunan, sepanjang tahun malah menguat, begitu juga sebaliknya.

5 Saham yang Sudah Diskon di Januari

Jika mencari saham investasi di awal Januari 2024, kamu bisa pilih saham-saham yang secara valuasi masih cukup murah dengan prospek pertumbuhan yang cukup positif. Dalam 24 digest versi Desember, kami merilis sekitar 17 saham yang cocok untuk value investing karena harga masih murah dan prospek kinerja positif. 

Dari ke-17 saham yang cocok untuk value investing sejak awal 2025 itu, kami berikan bocoran 5 saham pilihannya. Berikut ini 5 saham pilihan value investing yang sudah murah dan cocok jadi pilihan.

Menakar Waktu Kebangkitan Saham Big Bank
3 saham big bank BUMN sudah turun signifikan. BBRI sempat naik karena diselamatkan pembagian dividen jumbo. Kira-kira, kapan saham big bank BUMN ini bisa bangkit? kalau BBCA kayaknya stabil ya meski yang lain lagi tertekan.

Saham BBRI

Saham BBRI kami menilai masih cukup murah dengan asumsi harga wajar dengan asumsi proyeksi kinerja 2026 sekitar Rp6.307 per saham. Jika punya periode holding 1-3 tahun, saham BBRI jelas menjadi pilihan yang menarik. 

Proyeksi konsensus analis menilai, laba bersih BBRI akan terus bertumbuh dari ekspektasi cuma 2,12 persen di 2024, menjadi 9,17 persen di 2025 dan 9,74 persen di 2026. 

Jika mengacu ke kinerja per November 2024, kondisi kinerja BBRI memang belum terlihat oke. Pertumbuhan laba bersih hanya 3,96 persen menjadi Rp50 triliun. Lalu, pendapatan bunga bersih hanya tumbuh 1,32 persen menjadi Rp100 triliun. Dari segi beban pencadangan juga masih naik 34,32 persen menjadi Rp35,52 triliun. 

Namun, kami menilai kondisi itu masih wajar karena secara akumulasi sepanjang 2024, kinerja BBRI akan sulit tumbuh di atas ekspektasi yang cukup positif. Toh, banyak tantangan saham BBRI mulai dari selesainya insentif restrukturisasi kredit UMKM Covid-19 sampai posisi suku bunga tinggi yang membuat biaya dana atau cost of fund juga naik. 

Namun, ada data menarik dari neraca BBRI. Pertumbuhan kredit BBRI memang hanya naik moderat sebesar 4,99 persen menjadi Rp1.219 triliun. Namun, Giro BBRI mencatatkan kenaikan sebesar 22,14 persen menjadi Rp379,55 triliun. 

Biasanya, kenaikan giro ini ada hubungannya kondisi kepemilikan cash dari nasabah yang memiliki bisnis. Dengan menempatkan dananya di giro, berarti nasabah bisnis itu siap untuk lebih ekspansi di 2025. Meski, bisa jadi disebabkan penundaan ekspansi di 2024 sehingga cashnya menumpuk di Giro. 

Namun, kenaikan giro sebesar 22 persen itu membuat rasio dana murah BBRI meningkat menjadi 65,97 persen dibandingkan dengan 63,68 persen pada periode sama tahun sebelumnya. 

Saham BMRI

BMRI juga menjadi salah satu saham yang sudah cukup murah. Jika menggunakan proyeksi kinerja di 2026, harga wajar BMRI ada di Rp7.389 per saham. 

Selaras dengan BBRI, proyeksi kinerja BMRI hingga 2026 juga terus mencatatkan pertumbuhan yang agresif. Seperti, laba bersih BMRI di 2024 diperkirakan naik 5,37 persen. Lalu, laba bersih BMRI diperkirakan naik lebih tinggi sebesar 7,92 persen di 2025, serta naik 10,15 persen di 2026. 

Secara kinerja hingga November 2024, kinerja keuangan BMRI jauh lebih baik dibandingkan dengan BBRI. 

BMRI mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 4,67 persen menjadi Rp47,17 triliun. Pertumbuhan laba bersih itu didorong oleh pendapatan bunga bersih yang masih tumbuh 5,23 persen menjadi Rp68,55 triliun, meski dari segi beban pencadangan masih naik 22,63 persen menjadi Rp7,16 triliun. 

Dari segi neraca, BMRI mencatatkan pertumbuhan kredit yang cukup agresif setelah naik 22,69 persen menjadi Rp1.283 triliun. Namun, biaya dana BMRI juga naik tinggi karena deposito-nya tumbuh 12,46 persen menjadi Rp280 triliun. Meski, tingkat pertumbuhan giro juga cukup agresif sebesar 17,9 persen menjadi Rp581 triliun. 

Saham TLKM

Saham TLKM juga menjadi salah satu pilihan untuk value investing periode hold 1-3 tahun. Dengan menggunakan asumsi proyeksi kinerja di 2026, kami menilai harga wajar TLKM ada di Rp4.413 per saham. 

Kinerja laba bersih TLKM di 2024 memang diprediksi turun 1,41 persen. Namun, hal itu disebabkan kenaikan beban pensiun dini yang menekan laba bersih perseroan. 

Untuk itu, konsensus analis memproyeksikan laba bersih TLKM di 2025 bisa naik lebih agresif di 5,98 persen. Lalu, ada potensi kembali melambat di 4,13 persen pada 2026. 

Selain itu, TLKM memiliki beberapa momen dari dua bisnisnya, yakni lelang spektrum 5G yang akan dilakukan di kuartal I/2025, serta ekspansi bisnis data center. 

Saham ASII

Saham ASII juga jadi pilihan value investing selama berada di bawah Rp5.000 per saham. 

Sepanjang 2024, konsensus analis memproyeksikan laba bersih ASII turun 5,89 persen. Lalu, kinerja ASII akan mulai tumbuh positif lagi pada 2025 dengan mencatatkan kenaikan laba bersih sebesar 3,07 persen dan berlanjut ke 2026 dengan kenaikan laba bersih sebesar 3,03 persen. 

Dengan menggunakan proyeksi kinerja 2026, harga wajar ASII sekitar Rp8.571 per saham. 

Tantangan ASII adalah pertumbuhan permintaan otomotif yang terus melandai. Harapannya, saat suku bunga makin rendah bisa mendorong permintaan otomotif serta harga komoditas. Dua hal itu bisa membantu mendorong laju pertumbuhan kinerja ASII bisa lebih positif ke depannya. 

Saham CPIN

Saham CPIN juga menjadi pilihan menarik meski ada risiko jangka pendek terkait perlambatan pertumbuhan laba bersih di 2025. 

Laba bersih CPIN diproyeksikan bisa tumbuh 44,67 persen sepanjang 2024. Namun, pertumbuhan laba bersih di 2025 tidak setinggi di 2024, setelah hanya diproyeksikan naik 13,56 persen. Meski turun signifikan, tapi pertumbuhan laba di atas 10 persen per tahun ini cukup menarik. 

Lalu, laba bersih CPIN di 2026 juga diproyeksikan lanjut naik sebesar 19,92 persen. Dengan menggunakan asumsi proyeksi kinerja hingga 2026, harga wajar CPIN ada di Rp6.130 per saham. 

Catatannya, saham CPIN ini memiliki karakter sangat cyclical yang dipengaruhi oleh perkembangan harga jagung dan kedelai sebagai bahan baku pakan ternak. Jika ada kenaikan signifikan di harga jagung dan kedelai yang anomali hal itu bisa mempengaruhi fundamental kinerja perseroan. 

Apalagi, jika kenaikan harga jagung dan kedelai juga diiringi dengan pelemahan rupiah yang membuat biaya bahan baku meningkat signifikan. 

Kesimpulan

5 dari 17 saham pilihan untuk value investing dari Mikirduit ini bisa jadi pilihan dengan timeframe 1-3 tahun. Jika sudah mencapai harga wajar, kami sarankan untuk take profit terlebih dulu saja karena plan-nya adalah value investing. 

Untuk melihat laporan lengkapnya, kamu bisa join membership Mikirdividen untuk mendapatkan akses ke 24 digest (publikasi bulanan mikirduit khusus member mikirdividen).

JOIN MIKIRDIVIDEN SEKARANG JUGA

Jika kamu ingin tahu atau mau langsung gabung ke Mikirdividen, kamu bisa klik di sini .

Jika ingin langsung transaksi bisa klik di sini

Langganan Sekarang dan dapatkan Fix Rate perpanjangan seperti harga pembelian pertama selama dua tahun ke depan.

Beberapa benefit baru yang sedang disiapkan:

  • IPO Digest Premium
  • Saham Value dan Growth Bulanan yang Menarik
  • Update porto Founder Mikirduit per 3 bulan

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini