Nasib 10 Saham Bank yang Kasih Kredit ke SRIL, Gimana Prospeknya?
Ada sekitar 10 saham bank yang kasih kredit ke SRIL. Paling besar adalah BBCA. Pertanyaannya, bagaimana prospek ke-10 saham bank itu jika SRIL benar-benar pailit?
Mikirduit – Deretan saham bank yang memberikan pinjaman kepada SRIL kompak merah setelah emiten tekstil itu dinyatakan pailit. Lalu, apa dampak terbesar kepada bank yang memberikan pinjaman ke SRIL di masa lalu dengan status pailitnya tersebut?
SRIL dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang pada 21 Oktober 2024. SRIL dinilai lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran kepada PT Indo Bharta Rayon dari putusan homologasi pada 25 Januari 2022. Homologasi adalah kesepakatan antara debitur dan kreditur untuk mengakhiri kepailitan.
SRIL juga masih belum menyerah, perseroan berencana mendaftarkan kasasi atau pengajuan pembatalan keputusan terkait pembatalan homologasi tersebut. Dalam keterangan resminya, SRIL akan memastikan kepentingan seluruh stakeholder akan terpenuhi.
Kenapa SRIL bisa berkutat dengan masalah utang, kamu bisa baca selengkapnya di sini
Masalahnya, status pailit dari SRIL telah merembet ke beberapa saham bank yang menyalurkan kredit ke perusahaan tekstil tersebut.
Dari catatan per kuartal II/2024, ada 10 emiten bank yang listing di IDX yang merupakan kreditur SRIL. Berikut ini jumlah total pinjaman jangka panjang dan pendek serta nominal yang disesuaikan dengan kurs rupiah acuan laporan keuangan pada kuartal II/2024:
- BBCA: Rp1,24 triliun
- BKSW: Rp605 miliar
- BJBR: Rp552 miliar
- BNGA: Rp420 miliar
- BNII: Rp412 miliar
- BBNI: Rp390 miliar
- BNLI: Rp277 miliar
- MCOR: Rp244 miliar
- SDRA: Rp82,44 miliar
- BDMN: Rp75 miliar
Lalu, apa efek pailitnya SRIL terhadap bank yang menyalurkan kredit ke sana?
Kisah Duniatex
Sebelum SRIL ada kasus Duniatex, perusahaan tekstil asal Solo, yang sempat digugat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada Oktober 2019. Kala itu, gara-gara digugat PKPU, Duniatex disebut terancam pailit.
Kala itu, beberapa debitur Duniatex antara lain:
- BMRI: Rp2,5 triliun
- BBRI: RP727 miliar
- BRIS: Rp334 miliar
- BABP: Rp316 miliar
- BDMN: Rp236 miliar
- PNBS: Rp220 miliar
- BBNI: Rp156 miliar
- BKSW: Rp144 miliar
- BNGA: Rp136 miliar
Status BMRI menjadi pemilik utang terbesar ke Duniatex (setelah Indonesia Eximbank yang non-tbk senilai Rp3 triliun.
Saat itu, efek ke kinerja keuangan BMRI sebagai emiten dengan eksposure penyaluran kredit ke Duniatex belum terlihat di akhir 2019. Saat itu, NPL gross BMRI masih turun menjadi 2,39 persen dibandingkan dengan 2,79 persen pada periode sama tahun sebelumnya. Hanya, NPL net memang naik menjadi 0,84 persen dibandingkan dengan 0,67 persen pada periode sama tahun sebelumnya. Bahkan, BMRI masih berani menurunkan anggaran pencadangan menjadi Rp12 triliun dibandingkan dengan Rp14 triliun pada tahun sebelumnya. Sehingga laba bersih BMRI naik sekitar 9,6 persen menjadi Rp27,4 triliun.
Adapun, efek kasus Duniatex itu memang tidak berdampak langsung ke kinerja BMRI. Pasalnya, statusnya masih dalam gugatan PKPU belum mengalami pailit.
Hanya saja, harga saham BMRI mencatatkan penurunan sebesar 12 persen dalam periode Juli - November 2019 merespons dari Duniatex yang terkena PKPU.
Akhirnya, Duniatex berhasil lepas dari PKPU setelah mengesahkan perjanjian perdamaian pada Juni 2020. Untuk menyelesaikan utang itu, Duniatex pun melepas tiga asetnya kepada PWON, yakni Pusat Perbelanjaan Hartono Mall Yogya dan Solo, serta Hotel Marriot Yogyakarta.
Efek kinerja dari Duniatex yang kena PKPU ini tidak terlihat ke BMRI sebagai debitur terbesar karena akhirnya bisa berjalan dengan dama dan melakukan restrukturisasi utang, serta angka-angka kinerja BMRI terkena disrupsi efek pandemi Covid-19 kala itu.
Lalu, bagaimana dengan nasib kreditur di SRIL?
Nasib Kreditur SRIL
Sebenarnya, kasus SRIL agak berbeda dari Duniatex. Jika kasus Duniatex baru sampai tahap PKPU, sedangkan kasus SRIL sudah mencapai titik pembatalan homologasi. Jika kasasi SRIL ditolak, emiten tekstil itu akan mengalami pailit.
Jika SRIL pailit, perseroan tidak bisa beroperasi lagi kecuali melakukan aktivitas likuidasi aset.
Nantinya, hasil dari likuidasi aset dan sebagainya akan digunakan untuk memenuhi kewajiban dengan urutan paling prioritas dan terendah seperti ini:
- Kewajiban utang atas hak pekerja dan buruh
- Kreditur separatis bank dan lembaga lainnya yang punya hak jaminan aset.
- Kreditur konkuren seperti pihak yang punya utang piutang usaha non jaminan atau agunan. Salah satu contohnya adalah kreditur yang memberikan utang via obligasi.
- Pemegang saham: jika masih ada sisa aset baru dibagikan secara proposional ke pemegang saham.
Jika mengukur tingkat aset SRIL dengan mengasumsikan yang bisa dilikuidasi seperti, kas, piutang, persediaan, aset lancar lainnya, dan aset tetap tidak lancar total nilainya mencapai Rp8,34 triliun. Dari situ, SRIL bisa melunasi seluruh utang berbunganya senilai Rp6,75 triliun.
Lalu, jika diakumulasi dengan utang usaha dan utang imbalan kerja masih ada selisih Rp318 miliar. Sisa uang itu jika dibagi rata ke pemegang saham di bawah 5 persen berarti per investor mendapatkan nilai likuidasi aset yang tersisa sekitar Rp39 per saham.
Dengan catatan pengendali tidak mengambil hak atas likuidasi aset tersebut. Serta seluruh aset yang bisa dilikuidasi termasuk piutang dan persediaan bisa terjual dengan nilai optimal. Serta, proses likuidasi aset tetap tidak lancar biasanya butuh waktu yang cukup lama hingga ada potensi nilai jual lebih rendah.
Jadi, apakah SRIL akan pailit sehingga asetnya harus dilikuidasi?
Apakah SRIL Akan Selamat?
Ketika SRIL berpotensi mengalami pailit, Presiden Indonesia Prabowo Subianto meminta empat kementerian untuk menyelamatkan perusahaan tekstil tersebut.
Hal itu diungkapkan oleh Menteri Perindustrian pada Jumat 25 Oktober 2024. Sang menteri mengungkapkan, opsi skema penyelamatan SRIL akan disampaikan secepatnya setelah empat kementerian, yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Tenaga Kerja merumuskan cara penyelamatannya.
Menurut Menteri Perindustrian tersebut, langkah prioritas adalah menjaga operasional perusahaan tetap berjalan dan pekerja bisa diselamatkan dari PHK.
Jika tujuan Prabowo itu, artinya kasasi SRIL seharusnya diterima sehingga perusahaan tekstil milik keluarga Lukminto itu bisa tetap beroperasi.
SRIL adalah emiten tekstil yang sempat terkenal karena membuat seragam tentara NATO dan beberapa negara lainnya. Selain itu, SRIL juga menjadi supplier bahan kain untuk produk seperti Hugo Boss, Uniqlo, dan H&M.
Kesimpulan
Dalam kondisi saat ini, pailitnya SRIL juga akan berdampak terhadap kreditur keuangannya. Sehingga keputusan pailitnya harus diperhitungkan secara matang. Kami menilai efek dari potensi pailitnya SRIL ke kinerja BBCA sebagai kreditur bank terbesar tidak terlalu signifikan atau setara 0,14 persen dari total kredit BBCA.
Namun, rumor ini bisa menjadi peluang untuk kamu yang ingin beli saham bank swasta terbesar di Indonesia itu saat ada penurunan tajam. Kinerja BBCA dengan mengasumsikan SRIL tidak bermasalah sehingga tidak perlu meningkatkan pencadangan di 2025 nanti diproyeksikan bakal mencatatkan pertumbuhan yang lebih agresif.
Menurutmu, seberapa menarik saham banking yang menjadi kreditur SRIL dalam kondisi ini?
Yuk Join Grup Mikirdividen untuk Dapat Pilihan Saham Investasi Jangka Panjang Serta Diskusi dan Update Saham Eksklusif Bersama Ratusan Investor Saham Lainnya
Jika kamu ingin tahu atau mau langsung gabung ke Mikirdividen, kamu bisa klik di sini . Ada promo spesial diskon langsung Rp200.000 untuk langganan setahun!
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini