Nasib AMRT Setelah Tutup 400 Gerai, Bakal Sunset?
Manajemen AMRT mengakui kalau sudah tutup sekitar 400 gerai, apakah ini jadi sinyal AMRT masuk periode sunset? simak ulasan lengkapnya di sini
MIkirduit – Sepanjang akhir pekan ini ada salah satu berita yang membuat khawatir holder AMRT atau yang baru watchlist, yakni tentang penutupan sekitar 400 gerai Alfamart sepanjang tahun ini. Apakah ini sinyal sunset bisnis Alfamart?
Direktur Corporate Affair AMRT Solihin mengungkapkan dua alasan penutupan sekitar 400 gerai tersebut.
Pertama, penutupan gerai terjadi karena adanya kenaikan biaya sewa yang tidak seimbang dengan pertumbuhan pendapatan dari penjualan. Sehingga, solusi terbaik untuk menjaga kinerja dengan menutup gerai yang memiliki biaya sewa lebih mahal tersebut.
Kedua, ada beberapa pemilik waralaba yang beralih usaha dengan membuka gerai lain. Bentuk franchise Alfamart memakan biaya sekitar Rp300 juta.
Lalu, Solihin menegaskan pihaknya menilai penutupan 400 gerai ini masih lebih sedikit dibandingkan ekspansi penambahan gerai perseroan sehingga dianggap tidak berdampak signifikan terhadap kinerja keuangannya.
Hal itu bisa dibilang sesuai dengan rencana AMRT untuk menambah 1000 gerai baru. Jika terealisasi, jumlah gerainya bisa tembus 22.947 gerai.
Lalu, apakah ini sinyal yang tidak mempengaruhi bisnis atau justru jadi tanda-tanda perlambatan bisnis?
Perkembangan Bisnis Saham AMRT
Jika melihat kinerja keuangan AMRT per September 2024, perseroan mampu mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 9,52 persen menjadi Rp2,39 triliun. Pertumbuhan laba bersih itu selaras dengan kenaikan pendapatan sebesar 10,24 persen menjadi Rp88,21 triliun.
Dari segi gross profit margin, AMRT masih mencatatkan kenaikan menjadi 21,39 persen dibandingkan dengan 21,12 persen pada periode sama tahun sebelumnya. Adapun, untuk posisi beban pokok pendapatan AMRT hanya terkait dengan perputaran persediaan.
Turnover Inventory AMRT memang cukup tinggi, per September kembali naik menjadi 8,1 kali. Posisi itu lebih tinggi dibandingkan per JUni 2024 yang sebesar 6,95 kali.
Namun, dari segi net profit margin sedikit turun menjadi 2,72 persen dibandingkan dengan 2,74 persen pada periode sama tahun sebelumnya.
Hal itu disebabkan kenaikan beban penjualan dan pemasaran sebesar 11,99 persen menjadi Rp15,04 triliun. Porsi terbesar dari beban tersebut ada di pos dari gaji, upah, dan kesejahteraan karyawan yang naik 10,33 persen menjadi Rp7,8 triliun.
Lalu, biaya sewa juga mencatatkan kenaikan sebesar 26,78 persen menjadi Rp445 miliar.
Lalu, apakah penurunan net profit margin yang tipis itu menjadi sinyal sunset bagi AMRT?
Jika dilihat angka net profit margin di 2,72 persen itu masih lebih besar dibandingkan net profit margin di 2021, meski lebih rendah dari 2022 dan 2023. Dalam public expose di Mei 2024, Manajemen pun berupaya untuk bisa menaikkan net profit margin di 2024 bisa lebih tinggi dibandingkan dengan 2023.
Penurunan net profit margin yang cenderung tipis itu juga terjadi ketika faktor eksternal seperti daya beli masyarakat yang melemah. Sehingga wajar ada risiko net profit margin tergerus karena ada potensi biaya operasional naik lebih tinggi daripada pendapatan.
Perhatian kami justru terhadap pertumbuhan laba bersih yang mulai cenderung moderat. Sebelumnya, AMRT mampu mencatatkan turnaround story pada 2017 dari mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 50 persen menjadi tumbuh 116 persen. Setelah itu, laju pertumbuhan laba bersih AMRT rata-rata di atas 50 persen, kecuali saat pandemi Covid-19. Namun, pertumbuhan laba bersih itu mulai melambat, bahkan di kuartal III/2024 di bawah 10 persen.
Jika dilihat secara siklus, bisnis AMRT memang punya korelasi kuat dengan kondisi ekonomi makro seperti inflasi, suku bunga, dan pertumbuhan ekonomi. Saat ekonomi secara global termasuk Indonesia menuju pemulihan pasca krisis 2008 di 2009-2012, rata-rata pertumbuhan pendapatan perseroan ada di atas 25 persen, sedangkan laba bersih di atas 30 persen.
Namun, saat The Fed mulai melakukan taper tantrum berefek kepada pelemahan rupiah dan sebagainya, serta banyak drama ekonomi makro pada 2014-2017, kinerja AMRT cenderung tidak stabil. Seperti, perseroan mencatatkan penurunan laba bersih tiga kali, yakni 0,74 persen (2014), 15,54 persen (2015), dan 50,17 persen (2017). Pertumbuhan pendapatan dari agresif naik di atas 30 persen pun langsung menciut jadi hanya 9-20 persen.
Periode 2025 akan menjadi penentuan kinerja AMRT selanjutnya, kami menilai kinerja AMRT berpotensi melambat terlebih dulu karena efek penurunan suku bunga tidak langsung terasa ke sektor riil. Fluktuasi kurs mata uang juga berpotensi cukup kencang di 2025 karena upaya China pemulihan ekonomi dan kebijakan pemerintah AS di bawah Donald Trump yang bisa bikin kejutan.
Namun, AMRT masih punya ruang pertumbuhan dengan melakukan ekspansi ke luar Jawa. Hal itu bisa menjaga tekanan kinerja perseroan lebih rendah karena bisnis di luar Jawa memiliki margin keuntungan yang lebih bagus.
Sampai kuartal III/2024, pendapatan AMRT di luar Jawa tumbuh 15,07 persen menjadi Rp31,93 triliun, sedangkan keuntungan segmennya naik 16,87 persen menjadi Rp1,74 triliun. Secara porsi, pendapatan di luar Jawa menjadi yang terbesar kedua, sedangkan dari segi pertumbuhan menjadi yang paling agresif dibandingkan dengan Jawa dan Jabodetabek.
Bahkan, jaringan AMRT di Jabodetabek hanya mencatatkan kenaikan sebesar 4,44 persen menjadi Rp24,7 triliun, sedangkan laba bersih malah turun 16,69 persen menjadi Rp660 miliar.
Jika AMRT masih terus menambah jaringan di luar Jawa yang memiliki daya beli tinggi, kami menilai ruang pertumbuhan bisnis AMRT bisa terjaga hingga daya beli masyarakat pulih nantinya.
Kesimpulan
AMRT menjadi salah satu saham growth investing setelah terus mencatatkan pertumbuhan kinerja keuangan yang signifikan sejak 2018 hingga 2022. Meski, pertumbuhan pendapatan cenderung moderat karena skalanya makin besar, tapi AMRT terus mampu memanajemen biaya operasional sehingga net profit margin bisa terangkat dari 0,49 persen pada 2017 menjadi 3,18 persen pada 2023.
Namun, saham yang growth investing ini bisa menuju jalan buntu jika secara bisnis sudah mateng. Untuk itu, manajemen mengungkapkan tengah fokus bangun jaringan di luar Jawa.
Dengan begitu, bagaimana strategi investasi di saham AMRT? untuk menilai apakah ini sunset atau sekadar efek faktor eksternal, kami menilai butuh waktu untuk melihat hasil kinerja di 2025 setiap kuartalnya.
Jika menghitung asumsi wajar AMRT dari PE band rata-rata 5 tahunnya, harga wajar AMRT ada di Rp2.953 per saham. Dengan begini, posisi saham AMRT per 13 Desember 2024 masih di area wajar, meski masih mahal dikit.
Dengan kondisi kabar penutupan 400 gerai, kami menilai kita bisa wait and see jika belum masuk di saham AMRT. Jika harga saham sudah mulai turun di bawah wajar, mungkin bisa jadi perhatian yang juga diselaraskan dengan data-data kinerja keuangan terbaru di Februari-Maret 2025 untuk full year 2024 hingga April 2025 untuk kinerja kuartal I/2025 sebagai basis awal apakah AMRT masih menarik atau tidak.
Soalnya, jika bicara investasi di AMRT, harapan kita adalah bisa mendapatkan capital gain yang optimal. Pasalnya, dari segi dividen rata-rata tingkat dividend yield sekitar 0,5 persen sampai 1 persen per tahun.
Dengan menggunakan asumsi laba bersih per saham TTM di 2024, yakni Rp86 per saham, dan dividend payout ratio 35 persen,total dividen perseroan sekitar Rp30 per saham dan tingkat yield hanya 1 persen.
Menurutmu, apakah saham AMRT masih menarik?
LAST CALL PROMO JOIN MIKIRDIVIDEN CUMA RP400.000 PER TAHUN SAMPAI 31 DESEMBER 2024
Jika kamu ingin tahu atau mau langsung gabung ke Mikirdividen, kamu bisa klik di sini . Ada promo spesial diskon langsung Rp200.000 untuk langganan setahun! CUMA SAMPAI 31 Desember 2024 dan Kuota terbatas!
Jika ingin langsung transaksi bisa klik di sini
Langganan Sekarang dan dapatkan Fix Rate perpanjangan seperti harga pembelian pertama selama dua tahun ke depan.
Beberapa benefit tambahan di tahun depan:
- IPO Digest Premium
- Saham Value dan Growth Bulanan yang Menarik
- Update porto Founder Mikirduit per 3 bulan
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini