Nasib Saham Batu Bara Jika Dua Sentimen Ini Terjadi
Saham batu bara di tengah persimpangan jalan. Ada kabar baik pemerintah mau evaluasi aturan royalti, tapi ada kabar kurang oke juga karena ada iuran baru. Kira-kira, bagaimana nasib saham batu bara ke depannya?
Mikirduit – Pemerintah dikabarkan lagi mengotak-atik kebijakan royalti dan rencana pengenaan iuran Mitra Instansi Pengelola (MIP) yang mungkin diterapkan pada 2025. Dengan sentimen itu, bagaimana prospek saham batu bara?
Kebijakan royalti batu bara sangat sensitif dengan emiten batu bara. Pasalnya, biaya royalti batu bara itu bisa setara 10-20 persen dari total pendapatan.
Apalagi, ketika terjadi perubahan kebijakan royalti pada 2023, rata-rata tingkat royalti yang harus dibayarkan oleh emiten meningkat. Misalnya, rasio royalti terhadap pendapatan ADRO di 2022 sebesar 15,19 persen malah naik menjadi 22,41 persen. Begitu juga dengan PTBA dari 8,93 persen menjadi Rp11,56 persen. Meski, ada juga yang justru mengalami penurunan seperti ITMG, BSSR dan GEMS.
Artinya, jika ada relaksasi royalti lebih murah bisa membantu meningkatkan margin keuntungan emiten batu bara.
Di sisi lain, pemerintah juga sudah punya relaksasi royalti hingga 0 persen untuk emiten batu bara. Sayangnya, syarat untuk dapat relaksasi itu mungkin terlalu sulit sehingga belum ada emiten batu bara yang mampu memenuhinya. Syaratnya adalah emiten batu bara harus merealisasikan hilirisasi.
PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) sempat ingin menjalankan gasifikasi batu bara, sayangnya di tengah jalan investor malah mundur. Sampai saat ini, PTBA disebut masih mencari investor untuk proyek hilirisasi batu bara tersebut.
Historis Perubahan Royalti Batu bara
Secara historis, pemerintah Indonesia sudah tiga kali merevisi royalti batu bara pada periode 2003 hingga saat ini.
Pertama, awalnya royalti dikenakan hanya berdasarkan tingkat kalori batu bara, serta jenis tambangnya. Misalnya, tambang yang digali di permukaan atau open pit memiliki tingkat royalti lebih tinggi dibandingkan dengan tambang underground atau di bawah tanah.
Tingkat royalti yang berlaku pada 2004 itu memiliki kisaran 2 persen sampai 7 persen dengan kategori kalori terbagi menjadi tiga, yakni kurang dari 5.100 kkal per kg, 5.100 - 6.100 kkal per kg, dan di atas 6.600 kkal per kg.
Kedua, pemerintah pun mengubah skema royalti pada 2003 pada 2019. Pemerintah hanya melakukan perubahan kategori batu bara. Dari di bawah 5.100 kkal per kg hingga lebih dari 6.600 kkal per kg menjadi di bawah 4.700 kkal per kg hingga lebih dari 5.700 kkal per kg. Namun, tingkat persentase royalti tetap sama.
Ketiga, ini adalah kebijakan yang baru dilakukan pada 2023 kemarin. Pemerintah melakukan perubahan tingkat royalti dan ketentuan cukup signifikan.
Jika dalam dua perubahan sebelumnya hanya kalori, sedangkan di perubahan terakhir juga mengasumsikan posisi harga batu bara acuan Indonesia atau HBA.
Tingkat royalti yang dikenakan juga lebih tinggi berkisar 4 persen sampai 13,5 persen. Nantinya besaran royalti akan tergantung kategori batu bara dari di bawah 4.200 kkal/kg hingga di atas 5.200 kkal per kg.
Efek Iuran MIP ke Emiten Batu Bara
Sebenarnya rencana iuran MIP ini bukan hal yang baru karena awalnya kebijakan itu akan berlaku pada 2024. Namun, ternyata rencana tersebut malah diundur dan diperkirakan bakal mulai dilaksanakan pada 2025.
Iuran MIP ini digunakan untuk mengelola dana kompensasi batu bara (DKB) kepada penambang batu bara yang menjual batu bara ke domestik dengan harga khusus (harga domestik market obligation fixed rate di 70 dolar AS per ton ke PLN dan 90 dolar AS per ton ke pupuk dan semen). Sehingga penambang yang menjual ke domestik tidak perlu khawatir terkait selisih harga jual DMO dengan ekspor.
Nantinya, dana MIP ini akan dikelola oleh Himbara (Himpunan Bank Negara) seperti, BBRI, BMRI, dan BBNI.
Sayangnya, petunjuk teknis detail iuran MIP ini belum diumumkan, tetapi beberapa menteri disebut sudah menyetujui rencana tersebut dan siap dijalankan.
Meski terkesan positif, tapi ada masalah terkait MIP, yakni terkait penyaluran dana kompensasi batu bara akan dikenakan beberapa biaya seperti PPN, biaya operasional, imbal jasa, serta dana cadangan.
Hasilnya, efek penerimaan ke penambang yang menjual batu bara ke domestik dinilai bisa kurang optimal.
Lalu, bagaimana efeknya ke emiten batu bara?
Jika mengecualikan biaya-biaya saat dana kompensasi disalurkan, dua emiten terbesar yang mendapatkan keuntungan adalah PTBA dan GEMS.
Kedua emiten itu memiliki porsi nilai penjualan domestik cukup tinggi. PTBA mencapai 47,24 persen, sedangkan GEMS sebesar 32,47 persen dari total penjualan. (untuk data per semester I/2024).
Secara tahunan, keduanya juga tetap tinggi. PTBA sebesar 45,57 persen, sedangkan GEMS sekitar 29,65 persen dari total penjualan. (data per 2023)
Sebenarnya, ada emiten ketiga, yakni ADRO yang memiliki rata-rata kontribusi penjualan ke domestik sekitar 20-25 persen. Angka itu di atas rata-rata yang lainnya seperti ITMG dan BSSR.
Kebijakan ini juga akan menguntungkan emiten yang menambang cooking coal seperti batu bara metalurgi. Soalnya, dalam draft terakhir di awal 2024 produsen batu bara cooking coal masih dikecualikan dari iuran MIP tersebut. Sejauh ini, dua emiten yang serius menggarap cooking coal ada ADRO via ADMR dan UNTR.
Namun, balik lagi, kami belum menerima skema detail terkait kebijakan iuran MIP tersebut. Sehingga masih cukup sulit untuk menakar dampak spesifik dari kebijakan tersebut.
Pilihan Saham Batu Bara
Kami menilai kebijakan royalti batu bara sedang dievaluasi untuk menyesuaikan dengan kebijakan iuran MIP tersebut. Jika arahnya seperti itu, kami menilai beberapa emiten batu bara yang diuntungkan adalah yang memiliki porsi penjualan ke domestik cukup besar, serta memiliki cooking coal.
Alasannya, secara biaya mereka bisa lebih manajemen dengan baik dibandingkan kompetitor lainnya. Dari kesimpulan itu, saham yang menarik antara lain PTBA dan ADRO, serta UNTR.
Lalu, untuk GEMS sebenarnya juga menarik karena memiliki porsi penjualan domestik yang besar. Namun, batu bara yang dihasilkan GEMS (jika dilihat dari kalorinya) rata-rata batu bara thermal. Ditambah, saham GEMS kurang begitu likuid, meski tingkat dividen menarik.
Kira-kira, saham batu bara apa nih yang menurutmu menarik jelang dua sentimen tersebut?
September Ceria: Jelang Penurunan Suku Bunga The Fed, Lengkapi Ilmu Saham-mu dengan Paket Lengkap Saham Pertama + Mikirdividen PROMO Diskon Rp400.000
Kamu akan mendapatkan benefit super lengkap:
- e-Book Saham Pertama: Membantumu Mulai Investasi Saham hingga Bisa Taking Profit
- Kalkulator Harga Wajar Saham
- Rekaman Event Saham Pertama (bagi yang tidak sempat ikut eventnya)
- Review dan Analisis 31 Saham Dividen untuk Jangka Panjang (update per 3 bulan)
- Publikasi bulanan 24 Digest yang rilis setiap Akhir Bulan
- Grup Diskusi Saham Mikirdividen
- Event online bulanan bersama seluruh member Mikirdividen
Dapatkan promo September Ceria ini dengan klik link di sini
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini