Neraca Perdagangan Surplus 32 Bulan, Begini Efeknya Ke Kita
Neraca perdagangan Indonesia surplus 32 bulan berturut-turut. Lalu, apa efeknya ke kehidupan masyarakat Indonesia ya?
Mikir Duit - Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan senilai 54,46 miliar dolar AS sepanjang 2022. Dengan begitu, Indonesia telah mencatatkan surplus neraca perdagangan 32 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Lalu, apa bagusnya neraca perdagangan surplus?
Neraca perdagangan adalah data transaksi ekspor-impor suatu negara. Jika ekspor suatu negara lebih besar daripada impornya, berarti neraca perdagangan mengalami surplus. Sebaliknya, ketika ekspor lebih kecil dari impor, berarti neraca perdagangan mengalami defisit.
Keuntungan Neraca Perdagangan Surplus
Ketika neraca perdagangan suatu negara mencatatkan surplus, berarti cadangan devisa suatu negara akan mengalami kenaikan. Lalu, ada potensi suprlus neraca perdagangan itu juga mendorong suprlus neraca pembayaran. Surplus neraca perdagangan juga bisa berdampak positif terhadap perekonomian.
Dengan tingkat cadangan devisa yang kokoh, suatu negara bisa menghadapi berbagai risiko fluktuasi kurs mata uang, serta membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran.
Risiko Neraca Perdagangan Defisit
Lalu, jika neraca perdagangan mengalami defisit akan berdampak sebaliknya, yakni membuat cadangan devisa menurun, menambah beban neraca pembayaran yang berpotensi ikut defisit.
Adapun, untuk cadangan devisa dianggap aman jika bisa memenuhi minimal tiga bulan impor suatu negara. Kalau di bawah itu, berarti ada risiko fluktuasi kurs mata uang tidak bisa diatasi dengan intervensi karena cadangan devisa yang terbatas.
Hal itu sempat terjadi pada 1997 ketika Indonesia mengubah skema kurs mata uang dari managed free float exchange rate menjadi free float exchange rate. Alasannya, Bank Indonesia sudah tidak punya cadangan devisa yang cukup untuk menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil di tengah tekanan arus modal keluar.
Akhirnya, mata uang rupiah melemah cukup dalam yang membuat banyak bank kolaps hingga terjadi krisis 1997.
Namun, defisit neraca perdagangan tidak selamanya buruk. Jika mayoritas impor dan defisit disebabkan oleh pembelian bahan baku produksi, artinya itu bisa berimplikasi positif. Soalnya, produk bahan baku itu akan diproduksi menjadi bahan jadi yang memiliki nilai lebih. Meski, skema begitu tetap berisiko tinggi.
Kesimpulan
Surplus neraca perdagangan memang menjadi salah satu indikator baik. Namun, ingat mayoritas pertumbuhan domestik bruto (PDB) Indonesia itu digerakkan oleh konsumsi rumah tangga bukan dari ekspor. Jadi, surplus neraca perdagangan saat ini yang didorong oleh lonjakan harga komoditas adalah bonus momen besar komoditas saja, bukan sebagai fondasi kuat perekonomian Indonesia.