NISP Beli Commonwealth Harga Diskon? Ini Prospek Ke Depannya
Saham NISP bikin kejutan mengakuisisi Bank Commonwealth dengan harga murah. Hal ini mengaburkan asumsi kalau yang beli adalah BNGA dan J Trust. Namun, apa saja PR-nya nanti?
Mikirduit – PT Bank OCBC NISP Tbk. mengakuisisi 99 persen saham Bank Commonwealth Indonesia senilai 220 juta dolar Australia atau setara Rp2,22 triliun. Transaksi ditargetkan selesai pada kuartal II atau III di tahun 2024. Pertanyaannya, akan menjadi sebesar apa NISP setelah merger ini?
Bank Commonwealth Indonesia adalah bank swasta yang dimiliki oleh Commonwealth dengan fokus bisnis di segmen ritel dan UKM. Selain itu, Bank Commonwealth juga menyediakan beberapa produk wealth management untuk nasabah kaya. Sejauh ini, Bank Commonwealth Indonesia memiliki sekitar 1,2 juta nasabah.
Bisa dibilang, bisnis Bank Commonwealth dengan NISP hampir mirip. Di mana, NISP juga punya fokus di segmen perbankan konsumen dan UKM, serta produk wealth management. Sehingga aksi akuisisi ini akan memperkuat portofolio bisnis NISP.
Namun, apa saja pekerjaan rumah NISP setelah akuisisi Commonwealth dengan harga diskon 50 persen?
Deretan Pekerjaan Rumah NISP
NISP membeli 99 persen saham Bank Commonwealth Indonesia hanya dengan harga 0,53 kali price to book value. Apakah berarti beli dengan harga diskon? bisa dibilang iya, tapi ada pekerjaan rumah berat dalam proses transisi NISP setelah akuisisi dan merger dengan Bank Commonwealth.
Pertama, masalah dari Bank Commonwealth Indonesia adalah hingga kuartal III/2023, bank tersebut dalam kondisi rugi senilai Rp415 miliar. Rugi itu membengkak dibandingkan dengan periode sama tahun lalu senilai Rp75 miliar. Sebagai catatan, Bank Commonwealth Indonesia terus merugi sejak 2020.
Kedua, jika ditelisik penyebab ruginya adalah cost to income ratio (CIR) yang terlalu tinggi. Sampai kuartal III/2023, CIR dari commonwealth tembus 144,49 persen. Artinya, biaya yang dikeluarkan perseroan untuk mendapatkan pendapatan sangat tidak efisien.
Jika dilihat dari laporan keuangannya, beban terbesar dari operasional Bank Commonwealth Indonesia adalah tenaga kerja. Perseroan mencatatkan beban tenaga kerja senilai Rp543 miliar atau lebih tinggi daripada pendapatan bunga bersihnya yang senilai Rp435 miliar.
Adapun, secara historis setiap kuartal ketiga, rata-rata beban tenaga kerja Bank Commonwealth memang sekitar Rp500-an miliar. Artinya, kerugian terjadi ketika beban tenaga kerja sama, tapi pendapatan yang dihasilkan malah terus turun. Di situ masalah dari ketidakefisienan Commonwealth Indonesia.
Ketiga, Commonwealth mencatatkan kenaikan tren rasio kredit bermasalah. Dari segi rasio kredit bermasalah gross naik 1,95 persen dibandingkan dengan 1,71 persen pada periode sebelumnya. Lalu, rasio kredit bermasalah nettnya sebesar 1,08 persen dibandingkan dengan 1,04 persen.
Keempat, secara net interest margin, Commonwealth juga mencatatkan penurunan signifikan menjadi 3,85 persen dibandingkan dengan 4,28 persen pada periode sama tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan adanya penurunan pendapatan bunga sebesar 9,35 persen menjadi Rp734 miliar. Hal itu dipicu penurunan kredit sepanjang 2023 sebesar 5,94 persen. Dari sisi kenaikan beban bunga masih di tahap wajar sebesar 13,94 persen menjadi Rp298 miliar.
Lalu, apakah itu menjadi masalah besar bagi NISP?
Menakar Kemampuan NISP Benahi Commonwealth Indonesia
Menurut kami, masalah di Commonwealth bukan hal yang besar bagi NISP. Kami akan coba ulas kemampuan NISP menyelesaikan permasalahan Commonwealth.
Pertama, masalah utama dari Commonwealth adalah operasional yang tidak efisien, terutama di beban tenaga kerja di mana melebihi dari pendapatan bunga bersihnya. Hal itu juga yang menjadi penyebab kerugian Commonwealth Indonesia sejak 2020 hingga saat ini, di mana beban tenaga kerja yang dikeluarkan tidak mampu mendorong pendapatan lebih besar.
Namun, jika dilihat, beban tenaga kerja Commonwealth Indonesia per kuartal III/2023 senilai Rp543 miliar. Jika disetahunkan sekitar Rp600-an miliar. Sementara itu, beban tenaga kerja NISP sekitar Rp2,6 triliun dalam setahun. Jika digabungkan dengan asumsi tidak melakukan PHK, berarti ada potensi beban tenaga kerja NISP naik menjadi Rp3,2 triliun.
Hal itu berpotensi hanya menggerus sekitar Rp600 miliar laba operasional NISP yang kalau melihat ekspektasi laba operasional 2023 tidak terlalu signifikan. Dari ekspektasi awal senilai Rp5,16 triliun menjadi sekitar RP4,56 triliun. Hal itu masih tercatat tumbuh 7,62 persen dibandingkan dengan periode 2022.
Adapun, jika melakukan konsolidasi jumlah karyawan pun, NISP butuh mengeluarkan modal untuk pesangon dan sebagainya yang jumlahnya masih belum bisa diasumsikan.
Namun, hitungan ini hanya simulasi karena transaksi baru rampung sekitar kuartal kedua atau ketiga di tahun depan.
Kedua, masalah kredit bermasalah yang naik juga bukan menjadi masalah signifikan. Soalnya, skala kredit Commonwealth masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan NISP. Apalagi, tingkat kredit bermasalah gross Commonwealth masih di bawah 1,95 persen. Di mana, NISP paling hanya menambah pencadanngan paling banyak Rp200 miliar untuk antisipasi risiko tersebut.
Kesimpulan
Secara umum, aksi akuisisi ini cenderung positif untuk NISP dalam mengembangkan skala bisnisnya. Hal itu bisa dilihat dengan ada potensi NISP mendapatkan tambahan nasabah sekitar 1 juta orang yang sebelumnya di Commonwealth Indonesia. Jumlah itu akan melengkapi total nasabah NISP per Juni 2023 yang sekitar 14,8 juta nasabah.
Selain itu, kondisi Commonwealth memang rugi, tapi dari segi rasio manajemen risikonya masih cukup oke. Seperti, rasio kecukupan modal yang tebal sebesar 39,43 persen hingga rasio loan to deposit yang longgar di 76,07 persen.
Namun, dalam proses transisi dibutuhkan proses yang agak panjang di mana jika transaksi usai di kuartal kedua atau ketiga tahun depan, berarti transisinya bisa memakan waktu minimal 6 bulan hingga satu tahun setelah merger.
Menariknya, jika itu terjadi di tahun depan, aksi akuisisi ini terjadi saat posisi suku bunga mungkin sudah tidak naik lebih tinggi, serta mulai muncul isu penurunan suku bunga. Hal itu jelas positif untuk saham bank yang bisa menyesuaikan margin keuntungan sehingga NISP bisa menjaga laba bersih sambil melakukan transisi akuisisi-merger.
Lalu, apakah saham NISP menarik?
Secara umum, valuasi NISP saat ini sudah cukup mahal jika dibandingkan dengan rata-rata 5 tahunnya. Saat ini per 16 November 2023, PBV NISP sekitar 0,76 kali. Angka itu jauh lebih tinggi daripada rata-rata PBV 5 tahunnya yang sebesar 0,63 kali. Ditambah, posisi valuasi NISP juga sudah sedikit di atas rata-rata saham bank menengah yang sebesar 0,7 kali. Kami menilai harga paling menarik untuk NISP saat ini masih di sekitar Rp1.000 atau PBV rata-rata 5 tahunnya.
Alasannya, meski ada prospek akuisisi, tapi itu belum terjadi, serta setelah akuisisi bakal ada transisi yang berpotensi menguras sedikit dari keuangan perseroan. Untuk itu, harga beli Bank Commonwealth cenderung murah.
Ditambah, ada potensi pembagian dividen selama 1-2 tahun ke depan setelah akuisisi sedikit dihemat. Apakah tingkat dividen payout ratio yang berkurang atau malah puasa dulu seperti sebelumnya, hal itu bisa saja terjadi.
Untuk kamu yang sudah hold di bawah Rp1.000 per saham sih bisa santai-santai saja ya. Setuju?
Mau dapat guideline saham dividen 2024? - Diskon Langsung Rp100.000
Pas banget, Mikirduit baru saja meluncurkan Zinebook #Mikirdividen yang berisi review 20 saham dividen yang cocok untuk investasi jangka panjang lama banget.
Kalau kamu beli #Mikirdividen edisi pertama ini, kamu bisa mendapatkan:
- Update review laporan keuangan hingga full year 2023 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
- Informasi posisi harga saham dividen sudah murah atau mahal
- Perencanaan investasi dari alokasi modal dan toleransi risiko untuk masuk ke saham dividen
- Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
- Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)
Yuk langsung join Mikirdividen DISKON LANGSUNG Rp100.000 klik di sini ya
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini