Penjelasan Hubungan Suku Bunga BI dan Come Back-nya Saham Big Bank

Penurunan suku bunga membuat saham big bank, terutama BBRI yang mencatatkan level terendah sejak 2021 bangkit dari kubur. Apa hubungannya?

Penjelasan Hubungan Suku Bunga BI dan Come Back-nya Saham Big Bank

Mikirduit – Bank Indonesia akhirnya memangkas suku bunga sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen. Banyak yang menanyakan, bagaimana dampaknya dengan pelemahan rupiah? dan kenapa saat rupiah melemah, pasar saham malah naik? 

Penurunan suku bunga BI bisa dibilang lebih lambat dibandingkan perkiraan. Sejak penurunan suku bunga pertama kali di September 2024 hingga akhir tahun, BI hanya pangkas suku bunga 50 bps. Di sisi lain, The Fed memangkas suku bunga sebesar 100 bps. Dengan begitu, sampai sebelum RDG Januari 2025, tingkat selisih suku bunga BI dengan The Fed sudah sebesar 150 bps. Posisi ini lebih bagus daripada September 2024 yang cuma 75 bps. 

Namun, pelemahan rupiah yang terjadi sepanjang akhir tahun 2024 hingga awal 2025 membuat BI bertahan untuk tidak menurunkan suku bunga sambil menunggu kepastian langkah dari The Fed. Lalu, kenapa saat ini BI tetap menurunkan suku bunga meski harus mengorbankan kurs rupiah jebol ke Rp16.300 per saham?

Memahami Fungsi Suku Bunga Bank Sentral

Suku bunga bank sentral bukan instrumen yang digunakan untuk sekadar menstabilkan kurs mata uang. Melainkan, sebagai salah satu tools moneter untuk mengendalikan inflasi dan menjaga pertumbuhan ekonomi. Namun, mengingat perubahan suku bunga bisa mempengaruhi supply mata uang sehingga bisa berefek ke fluktuasi kurs mata uang. 

Jika suku bunga turun, supply mata uang bertambah, kurs mata uang cenderung tertekan, sebaliknya jika suku bunga naik, supply mata uang berkurang, kurs mata uang cenderung menguat. 

Namun, fokus bank sentral bukan bagaimana mengatur kurs-nya agar selalu stabil, tapi bagaimana agar ekonomi bisa terjaga, meski harus sedikit mengorbankan kurs mata uang yang terpaksa melemah. 

Apa yang Terjadi dengan RDG BI di Januari 2025?

Jika melihat konsensus ekonom di Tradingeconomics, mayoritas masih menilai suku bunga akan ditahan. Namun, kenapa BI sampai menurunkan suku bunga 25 bps? 

Pertama, tingkat inflasi Indonesia sudah sangat rendah. Per Desember 2024, inflasi Indonesia hanya 1,57 persen. Posisi inflasi itu menjadi sinyal kalau ekonomi Indonesia butuh stimulus penurunan suku bunga dari kebijakan moneter. 

Kedua, selisih suku bunga BI dengan The Fed sudah sebesar 150 bps sehingga ada ruang penurunan tipis untuk menjaga pertumbuhan ekonomi sambil tetap menjaga kurs rupiah tetap stabil dalam jangka menengah. 

Mengutip dari CNBC Indonesia, Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan beberapa alasan kenapa menurunkan suku bunga sebesar 25 bps pada RDG Januari 2025. 

Pertama, Perry memantau perkembangan global dan domestik. Seperti, arah kebijakan The Fed yang lebih jelas setelah Trump terpilih menjadi presiden baru. Saat ini, tingkat ketidakpastian di Amerika Serikat masih tinggi, tapi BI sudah menakar arah kebijakan fiskal AS dan memperkirakan efeknya ke indeks dolar AS. 

Kedua, dari segi domestik, inflasi sudah cukup rendah menjadi ruang penurunan suku bunga. 

Ketiga, dari survei ekonomi BI, ada kecenderungan pelemahan ekonomi di kuartal IV/2024. Hal itu membuat BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2024 bisa lebih rendah menjadi sektiar 4,7 persen - 5,5 persen dengan median di 5,2 persen. 

Tiga hal itu yang membuat Januari 2025 menjadi momen paling tepat menurunkan suku bunga.

7 Faktor yang Menentukan Waktu Kebangkitan Pasar Saham
Pasar saham masih kurang bergairah di pekan kedua Januari. Lalu, bagaimana nasib pasar saham selanjutnya sepanjang tahun ini? Berikut 7 Faktor yang bisa diperhatikan

Penyebab Penurunan Suku Bunga Januari Spesial Bagi Pasar Saham Indonesia

Setelah pengumuman suku bunga BI, IHSG langsung bangkit naik 1,77 persen. Saham big bank, terutama bank BUMN, langsung meroket di atas 6 persen. Apa hubungan antara suku bunga dengan pasar saham terutama big bank?

Seperti yang kami sudah jelaskan sebelumnya di perhitungan bottom saham BBRI di sini, saham big bank punya korelasi sangat positif dengan pertumbuhan ekonomi. Jika ada sinyal pertumbuhan ekonomi mau didorong lebih agresif, hal itu akan menjadi sentimen positif untuk saham big bank. 

Secara keseluruhan, efek sentimen positif penurunan suku bunga ke saham bank, terutama big bank seperti ini:

  • Dalam jangka pendek, Penurunan suku bunga membuat likuiditas bank menjadi lebih longgar sehingga cost of fund atau biaya yang dikeluarkan untuk bayar bunga deposito bisa lebih rendah. Dengan begitu, tingkat net interest margin bank bisa menjadi lebih baik. Hal ini akan mempengaruhi profitabilitas bank dari sisi efisiensi biaya dana (belum termasuk biaya pencadangan).
  •  Dalam jangka menengah panjang, penurunan suku bunga yang terus dilakukan bertahap bisa membuat laju pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik. Hal itu bisa meng-generate pertumbuhan kredit dari segi nominal hingga kualitas. Sehingga, Bank bisa menurunkan pencadangan dan mendapatkan pertumbuhan kredit yang lebih agresif. Dengan begitu, tingkat profitabilitas bank akan membaik. INGAT: hal ini bisa terjadi di semester II/2025 hingga awal 2026, jadi tidak langsung ya. 

Berhubung tiga dari empat saham big bank (BBCA, BBRI, dan BMRI) punya bobot cukup besar ke IHSG, hal itu membuat indeks pun ikut naik pada penutupan 15 Januari 2025. Apalagi, kenaikan ketiganya agak tinggi, dari BBRI 7 persen, BMRI 6,8 persen, dan BBCA 2,89 persen. 

Lalu, apakah ini sinyal tanda pasar saham Indonesia siap bullish?

Jawabannya BELUM! Ingat ini baru salah satu step yang dinantikan pasar, tapi bukan menjadi titik akhir yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya. 

Pekan ini memang bakal jadi pekan tersibuk, karena ada beberapa data ekonomi yang akan muncul lainnya seperti, data inflasi AS yang rilis 15 Januari malam. Konsensus proyeksi inflasi AS bakal naik menjadi 2,9 persen dibandingkan 2,7 persen. Jika angka sesuai konsensus, efek ke market tetap negatif, tapi cenderung netral karena sudah diantisipasi. Namun, jika di atas konsensus, akan jadi sentimen negatif. Sebaliknya, kalau di bawah konsensus akan menjadi sentimen positif. 

Lalu, besok 16 Januari 2025 juga ada rilis data PDB China. Konsensus analis proyeksi, pertumbuhan PDB China 2024 sekitar 5 persen. Jika mencapai konsensus akan jadi sentimen positif, sebaliknya jika di bawah konsensus akan jadi sentimen negatif. 

Ditambah, Senin, 20 Januari 2025, ada pelantikan Donald Trump sebagai presiden AS. Ini juga bisa jadi sentimen negatif sesuai dengan ucapan yang dilontarkan presiden anyar AS tersebut, terutama soal kebijakan terhadap negara BRICS dan tarif ke China. 

Jadi, apa yang harus dilakukan dengan kondisi porto saham-mu saat ini? Tanyakan ke kami dengan join Mikirdividen sekarang.

PROMO JANUARI 2025: JOIN MIKIRDIVIDEN BONUS PAKET E-BOOK SAHAM PERTAMA

Jika kamu ingin tahu atau mau langsung gabung ke Mikirdividen, kamu bisa klik di sini .

Untuk mengetahui tentang saham pertama, kamu bisa klik di sini.

Jika ingin langsung transaksi bisa klik di sini

Langganan Sekarang dan dapatkan Fix Rate perpanjangan seperti harga pembelian pertama selama dua tahun ke depan.

Beberapa benefit baru yang sedang disiapkan:

  • IPO Digest Premium
  • Saham Value dan Growth Bulanan yang Menarik
  • Update porto Founder Mikirduit per 3 bulan

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini