Penyebab Saham Big Bank, TLKM, ASII Tumbang, Pertanda Apa Nih?
Secara mengejutkan IHSG turun 2 persen pada 6 Februari 2025. Apa yang sebenarnya terjadi? bagaimana nasib saham inti di IHSG seperti BBRI, BMRI, BBNI, dan BBCA, serta TLKM, ASII?
![Penyebab Saham Big Bank, TLKM, ASII Tumbang, Pertanda Apa Nih?](/content/images/size/w1200/2025/02/IHSG-turun.jpg)
Mikirduit – Indeks harga saham gabungan (IHSG) turun lebih dari 2 persen pada penutupan 6 Februari 2025. Saham-saham inti IHSG seperti, BBRI, BBCA, BMRI, TLKM, dan ASII pun mencatatkan koreksi yang cukup signifikan. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi?
Kami merangkum beberapa sentimen yang mendorong aksi jual beberapa saham inti di IHSG.
Pertama, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2024 sebesar 5,03 persen di bawah target APBN 2024 sebesar 5,2 persen. Meski, angka itu di bawah konsensus market sebesar 4,96 persen. Namun, ini menjadi sinyal perlambatan pertumbuhan ekonomi. Untuk poin ini, bisa diselamatkan dengan penurunan suku bunga Bank Indonesia hingga relaksasi kebijakan fiskal (pajak).
Namun, tantangannya BI juga tidak serta merta bisa menurunkan tingkat suku bunga dengan kondisi fluktuasi kurs rupiah yang tinggi hingga Federal Reserve (The Fed) yang memperlambat penurunan suku bunga.
Kedua, pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga, hingga dana transfer daerah. Pemangkasan anggaran APBN ini bisa jadi pedang bermata dua. Di satu sisi, bisa lebih efisien untuk mengurangi defisit APBN, tapi di sisi lain juga bisa mempengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi. Dengan anggaran yang sama, ada potensi menjadi stagnasi pertumbuhan ekonomi dari belanja negara.
Sebaiknya, pemangkasan anggaran ini juga diselaraskan dengan penurunan suku bunga atau insentif fiskal lainnya untuk menggairahkan roda ekonomi.
Ketiga, ada risiko perang dagang antara China dengan Amerika Serikat (AS) bisa mempengaruhi perdagangan ekspor di negara ASEAN.
Kepala Ekonomi Rizal Commercial Banking Corp di Manila Michael Ricafort mengatakan kebijakan proteksionis Donald Trump bisa membuat balasan yang serupa dari China dan memperlambat perdagangan global, investasi, dan kegiatan bisnis lainnya.
Senada, Kepala Riset Kenanga Investment Bank di Malaysia Wan Suhaimie Wan Mohd Saidie mengatkaan, jika proteksionisme AS lebih luas bisa melemahkan permintaan ekspor ASEAN yang berkontribusi sebesar 60 persen Produk Domestik Bruto (PDB) wilayah tersebut.
"Dengan begitu, ada risiko volatilitas mata uang yang merugikan ekonomi ASEAN sebagai pusat perdagangan dan logistik," ujarnya.
Wan Suhaimie menilai keberadaan tarif itu bak pedang bermata dua bagi ASEAN. Dari sisi perdagangan ekspor melambat, tapi menjadi peluang pembangunan industri manufaktur elektronik, tekstil, dan semikonduktor di Vietnam, Malaysia, dan Thailand.
Sayangnya, poin keuntungan dari perang dagang ini memang tidak masuk ke Indonesia. Pasalnya, Indonesia kerap terpinggirkan dari potensi masuknya investor asing untuk pembangunan pabrik atau bisnis-nya dengan alasan masalah birokrasi yang ruwet.
Poin ini yang membuat prospek ekonomi Indonesia dalam jangka pendek (hingga muncul data-data ekonomi pendukung) dinilai berpotensi melambat. Sehingga, investasi di saham (yang underlying-nya adalah bisnis) kurang diminati dan memicu aksi jual asing dari active fund hingga pengurangan bobot dari beberapa passive fund seperti Morgan Stanley.
Pasalnya, dengan pelemahan kurs rupiah, inflasi rendah, dan kondisi ekonomi global yang tidak menentu, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan melambat.
Lalu, apa yang harus dilakukan oleh investor dan trader saham saat market seperti ini?
Hal yang Bisa Dilakukan oleh Investor dan Trader Saham
Dalam posisi pasar yang tidak menentu seperti saat ini, pelaku pasar harus menetapkan posisi portonya dalam mode trading atau investasi lebih ketat lagi. Pasalnya, dengan tingkat ketidakpastian pasar saat ini, sudut pandang trading dan investasi akan bertolak belakang 100 persen. Tidak bisa memberikan kelonggaran saham tradingan jadi investing dan sebaliknya karena bisa menganggu cashflow trader dan perencanaan investasi.
Trader saham bisa memantau perkembangan pasar hingga ada ptoensi demand buy besar di sebuah saham. Ingat, prinsip dasar trader ritel adalah mengikuti pemodal besar. Jika ada pemodal besar masuk (bisa terepresentasi dari teknikal atau bandarmology), berarti harus diikuti juga dengan BUY, sebaliknya jika pemodal besar melakukan aksi jual, kita juga ikut jual.
Investor saham memiliki sudut pandang berbeda. Investor saham tidak peduli hari ini, besok, pekan depan atau bulan depan si pemain besar ini mau jualan atau beli. Investor hanya melihat basis dasarnya sebuah saham ini adalah bisnis. Jadi, bagaimana prospek bisnis ke depannya jika risiko-risiko ekonomi yang ada saat ini mereda.
Dengan penurunan signifikan saat ini, serta posisi valuasi murah, jelas menjadi titik terbaik untuk membeli saham dengan plan investasi. Pilihan sahamnya bisa masuk ke pemain inti IHSG yang dibuang asing seperti, BBCA, BBRI, BMRI, BBNI, TLKM, dan ASII. Alasannya, momen seperti ini bisa jadi jarang terjadi. Jika 1-2 tahun ke depan ekonomi sudah pulih, penurunan harga saat ini bisa menjadi best price.
Prospek Saham BBRI, BBCA, BMRI, BBNI, TLKM, dan ASII Hingga Akhir 2025
Seperti dalam penjelasan outlook 2025 dari Mikirduit (yang sempat dibahas dalam ngopdar online bulanan bersama member Mikirdividen), 2025 akan menjadi transisi pemulihan ekonomi. Dalam proses transisi ini risiko terbesar yang terjadi adalah pasar saham masih mengalami periode sideways panjang. Jadi jangan berharap harga saham big caps bisa balik ke periode 2022 - awal 2024.
Namun, jika kinerja BBRI, BBCA, BMRI, BBNI, TLKM, dan ASII mulai pulih di semester II/2025. Ini bisa jadi titik balik untuk saham big caps di 2026.
Dengan beberapa asumsi begini:
Saham big bank memiliki benefit adanya penurunan suku bunga 75 bps sejak September 2024 hingga Januari 2025. Dari penurunan itu, setidaknya saham banking bisa lebih efisien dari segi cost of fund. Seberapa besar?
Kami menilai untuk periode semester I/2025, tingkat penurunan cost of fund tidak terlalu terasa. Pasalnya, periode lagging dari suku bunga BI turun ke suku bunga deposito bank bisa lagging 3-6 bulan. Sehingga, tingkat penurunan cost of fund pada semester I/2025 baru terasa 25 bps jika dibandingkan dengan periode semester I/2024. Soalnya, BI sempat menaikkan suku bunga lagi di April 2024. Dari angka itu, kami menilai tingkat efisiensi dan pertumbuhan kinerja saham perbankan di periode semester I/2025 belum terlalu signifikan.
Namun, kinerja emiten bank sepanjang semester II/2025 berpotensi merasakan efisiensi cost of fund dari penurunan sebesar 75 bps di periode September 2024 - Januari 2025.(Ini belum memperhitungkan jika ada penurunan suku bunga lanjutan di Februari-Maret 2025).
Dengan begitu, seharusnya kinerja bank minimal sudah membaik dari segi cost of fund di semester II.2025, meski secara keseluruhan belum menunjukkan pertumbuhan kinerja yang membaik secara signifikan.
Seberapa cepat tingkat pemulihan kinerja saham bank, terutama big bank, akan tergantung dengan seberapa cepat suku bunga diturunkan. Hal ini akan berhubungan dengan kebijakan The Fed, dan kondisi ekonomi dunia seperti perang dagang yang tengah berlangsung.
Saham TLKM memiliki pola yang berbeda. TLKM menjadi salah satu saham dengan bobot besar ke IHSG yang mencatatkan arus keluar modal asing yang signifikan karena penurunan bobot di fund asing. Selain itu, kinerja TLKM sepanjang 2024 juga tidak terlalu oke karena ada biaya pensiun dini hingga Rp1 triliun - Rp2 triliun yang membebani pertumbuhan laba bersihnya.
Sehingga, seharusnya prospek pertumbuhan laba bersih 2025 akan lebih menarik. Hal ini bisa jadi momentum untuk TLKM. Meski, beberapa risikonya adalah terkait pertumbuhan kinerja bisnis telekomunikasi dan anak usahanya yang diharapkan juga bisa bertumbuh lebih agresif. Sejauh ini, hampir 80 persen kinerja keuangan TLKM ditopang oleh Telkomsel. Padahal, TLKM punya anak usaha yang cukup banyak.
Saham ASII yang menurut kami punya tantangan lebih berat dibandingkan dengan lainnya. ASII memiliki beberapa bisnis yang sangat terdiversifikasi. Sayangnya, dengan perkembangan ekonomi global saat ini, ada kecenderungan bisnisnya sedikit tertekan.
Dari domestik, bisnis otomotif masih cukup sulit bertumbuh, bukan karena disrupsi dari BYD, melainkan secara daya beli masyarakat masih rendah.
Dari global, perang dagang bisa menurunkan permintaan energi jika ekonomi China tidak pulih di tahun ini. Soalnya, pasokan batu bara China sudah over supply dengan pembelian pada 2024 kemarin. Jika ekonomi China tidak pulih di 2025, berarti pasokan yang banyak itu tidak terserap optimal yang berujung terhadap penurunan pengiriman.
Hal ini mempengaruhi bisnis UNTR secara tidak langsung. Soalnya, bisnis UNTR ini lebih ke kontraktor pertambangan dan penjualan alat berat yang tidak berhubungan langsung dengan penurunan permintaan batu bara. Tapi, membuat bisnis kontraktor batu baranya sulit bertumbuh lebih agresif. Pendukung alternatif UNTR ada di bisnis tambang emas dan nikel yang bisa menjadi pendorong pertumbuhan kinerjanya.
![](https://www.mikirduit.com/content/images/thumbnail/saham-efek-tarif-impor-Trump-1.jpg)
Kesimpulan
Jadi, kamu harus bisa memisahkan dengan ketat saham investasi dan trading saat pasar saham seperti ini. Tujuannya, agar tidak tertukar dan panik sehingga malah merealisasikan kerugian dari aset saham yang harusnya bisa untuk jangka panjang.
Fluktuasi pasar termasuk di saham blue chip saat ini masih cukup wajar. Apalagi, dalam situasi ekonomi makro secara domestik dan global yang tidak kondusif. Cara untuk bertahan adalah dengan memisahkan portofolio investasi dan trading. Untuk porto trading bisa dipantau setiap hari dan jual-beli sesuai prinsip dasar mengikuti gerak pemain besar, sedangkan investasi dilihat sebulan sekali, dan pantau laporan keuangannya agar psikologisnya tidak terkocok-kocok.
Jadi, bagaimana merapikan portofolio saham-mu saat ini? kamu bisa curhat di Grup Diskusi Mikirdividen bersama ratusan investor lainnya. Yuk join Mikirdividen sekarang.
Jika kamu ingin tahu atau mau langsung gabung ke Mikirdividen, kamu bisa klik di sini .
Untuk mengetahui tentang saham pertama, kamu bisa klik di sini.
Jika ingin langsung transaksi bisa klik di sini
Langganan Sekarang dan dapatkan Fix Rate perpanjangan seperti harga pembelian pertama selama dua tahun ke depan.
Beberapa benefit baru yang sedang disiapkan:
- IPO Digest Premium
- Saham Value dan Growth Bulanan yang Menarik
- Update porto Founder Mikirduit per 3 bulan
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini