Petualangan Grup Salim: dari Bantu Logistik Perang Hingga Pegang 23 Saham Ini

Grup Salim menjadi salah satu konglomerasi besar yang ada di Indonesia. Kira-kira, bagaimana perjalanan bisnisnya dan apa saja perusahaan di grup ini yang sudah IPO atau dimiliki secara konsorsium?

Petualangan Grup Salim: dari Bantu Logistik Perang Hingga Pegang 23 Saham Ini

Mikirduit – Salah satu Grup konglomerasi terbesar di Indonesia adalah Grup Salim. Meski lebih dikenal sebagai pemilik Indomie dan sahamnya ICBP, tapi gurita bisnisnya cukup luas. Berikut ini kisah dari Grup Salim hingga bisa besar seperti saat ini. 

Kisah Grup Salim dimulai dari pertemuan antara dua sahabat, Sudono Salim dan Soeharto. Awalnya, Sudono Salim atau Liem Sioe Liong menjadi pemasok logistik tentara. 

Dalam menjadi pemasok, Liem tidak bertemu langsung dengan Soeharto, tapi melalui perantara bernama Sulardi yang merupakan sepupu Soeharto. Hubungan antara Liem yang membantu logistik pasukan Soeharto membawa berkah di kemudian hari. 

Ketika menjadi Presiden kedua Indonesia, Soeharto tidak melupakan sosok Liem begitu saja. Apalagi, Liem dengan kemampuan bisnisnya yang terasah seiring dengan waktu pernah bermitra dengan Sudwikatmono, Djuhar Sutanto, dan Ibrahim Risjad untuk melakukan impor beras 35.000 ton pada 1967. 

Setelah sukses mencatatkan keuntungan dari bisnis beras, Salim mendapatkan wejangan dari sang Presiden kedua. 

Hal itu diungkapkan oleh Soeharto pada 24 September 1995 di Tapos Bogor. Soeharto mengungkapkan Liem Sioe Liong datang kepadanya untuk minta saran, apa usaha yang bisa dilakukannya. 

"Saya pun berikan petunjuk. Kamu jangan hanya dagang untuk cari untung, tapi harus membangun industri yang dibutuhkan rakyat. Misalnya, pangan. Kita memang sudah produksi pangan, tapi bahan pangan lainnya juga masih dibutuhkan. Kamu ada teman lain untuk mendukung modal?" ujar Soeharto saat itu. 

Om Liem mengaku sudah ada partner untuk mendirikan pabrik dan Soeharto merekomendasikan untuk mendirikan pabrik tepung terigu. "Soalnya, pemerintah mempunyai terigu PL 480 (yang merupakan bantuan kredit dari Amerika Serikat untuk gandum). Namun, kamu hanya mengolah saja, yang mengendalikan tetap Bulog," ujar Soeharto. 

Dari situ, lahirlah Perusahaan legendaris bernama Bogasari. Richard Robinson dalam Indonesia: The Rise of Capital, mengatakan pabrik Bogasari hanya bermodalkan Rp100 juta dan mendapatkan kredit Rp2,8 miliar serta izin dari bulog untuk bangun pabrik tepung terigu di Indonesia bagian barat.

Setelah memiliki bahan baku terigu ini, Salim juga ekspansi ke produk hilirnya, yakni mie instan. Awalnya, Salim mendirikan produk Sarimi. Kala itu, persaingan merek mie instan ada Supermi dan Indomie. 

Alasan Salim terjun ke bisnis mie instan juga disebabkan oleh kelangkaan beras di Indonesia pada 1970-an. Sampai akhirnya, Salim bekerja sama dengan PT Sanmaru Food punya Djajadi untuk membangun perusahaan patungan bernama Indofood. Setelah hadir Indofood, perusahaan itu langsung akuisisi brand mie instan lainnya, yakni Supermi pada 1980-an. Sampai akhirnya, PT Indofood menjadi milik Salim sepenuhnya.

Deretan Bisnis Salim dari Semen hinga Tambang Batu Bara

Meski dekat dengan Soeharto sang penguasa Indonesia selama 32 tahun lamanya, bukan berarti bisnis Salim kebal dengan krisis. 

Selain Indofood, sebelumnya Salim memiliki beberapa bisnis lainnya seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), hingga PT Indocement Tbk. (INTP). Sayangnya, kini ketiga perusahaan itu sudah tidak dimiliki oleh Salim lagi. 

Pasalnya, saat terjadi krisis 1998, bisnis Salim cukup tertekan. Hingga BCA yang mengalami masalah karena rush Money saat krisis mata uang periode tersebut diambil alih oleh pemerintah dengan status Bank Taken Over. Dari situ, Salim sudah bukan mayoritas lagi di saham BBCA. 

Begitu juga dengan INTP, Salim harus merelakan kepemilikan di perusahaan semen itu untuk bisa merestrukturisasi utang-utangnya. Akhirnya, INTP pun diambil oleh HeidelbergCement hingga saat ini.

Selain BBCA dan INTP, Grup Salim harus merelakan PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) untuk restrukturisasi utang tersebut. Akhirnya, Grup Salim melepas seluruh bisnis batu baranya kepada BPPN. Setelah itu, BPPN melakukan tender untuk mencari pembeli, dan Grup Banpu asal Thailand yang menjadi pemiliknya hingga saat ini. 

Menghilang dari  Indonesia Pindah ke Filipina

Meski ketiga bisnis besarnya di Indonesia terpaksa harus dilepas, bukan berarti Grup Salim merana. Mereka malah melakukan ekspansi cukup besar ke Filipina pada 1998. 

Ekspansi Salim ke Filipina pun ada kaitannya dengan seorang rekannya asal Filipina bernama Manuel V. Pangilinan. Om Liem bertemu dengan Pangilinan di Hong Kong saat dia masih bekerja di American Express. 

Dari pertemuan itu, Salim mendirikan First Pacific yang mengajak Pangilinan menjadi mitranya dalam pengembangan bisnis di Filipina. 

Saat Indonesia dilanda oleh krisis, Salim melakukan ekspansi besar-besaran ke Filipina seperti masuk ke bisnis telekomunikasi, yakni Phillipine Long Distance Telephone Co., MetroPacific Investment yang mengelola sektor kelistrikan, pengelolaan air, dan jalan tol. Adapun, anak usaha Metro Pacific Investment, yakni Metro Pacific Tollways Corp adalah induk usaha dari PT Nusantara Infrastruktur Tbk. (META) yang lagi proses delisting di IDX. 

Lalu, Salim diketahui juga memiliki bisnis pertambangan seperti Philex Mining Corporation dan bisnis agribisnis FP Natural Resources di Filipina, yang merupakan entitas patungan anak usaha INDF, Indofood Agri Resources Ltd., dan First Pacific.

META Delisting, Salim Mau IPO 2 Perusahaan di Filipina?
Setelah mengumumkan META akan delisting, Salim mau IPO jumbo 2 perusahaannya di Filipina? apakah sektor infrastruktur Grup Salim mau dioper ke Filipina?

Grup Salim Kembali Mencuat di Indonesia

Bisa dibilang dalam 1 - 1,5 dekade terakhir, Grup Salim kembali menunjukkan taringnya di Indonesia. 

Salim mulai merangkai bisnis-bisnisnya lagi di Indonesia pada 2007. Kala itu, INDF mengakuisisi LSIP dengan investasi Rp8,4 triliun melalui SIMP. Lalu, Salim juga kembali masuk ke bisnis bank dengan  mengakuisisi Bank Ina Perdana pada 2017 hingga akhirnya menjadi pengendali pada 2020. 

Selain itu, Grup Salim juga melakukan banyak kemitraan kepemilikan seperti kongsi di BBHI bersama CT dan EMTK. Lalu, Salim juga punya minoritas saham di EMTK. 

Belum lagi beberapa aksi akuisisi seperti masuk ke bisnis tambang Bakrie, yakni BUMI dan BRMS. Berkolaborasi di bisnis tambang mineral bersama Medco di AMMN. Mengembangkan bisnis properti bersama Aguan di PANI. 

Lalu, Salim secara individu juga menggenggam 11,12 persen saham salah satu perusahaan data center besar, yakni DCII. Grup Salim juga bikin perusahaan patungan dengan WIRG, yakni PT Metaverse Indonesia Makmur. Perusahaan itu lagi mengembangkan platform Nusameta yang menggambarkan Indonesia versi digital. 

Secara umum, ada sekitar 23 entitas grup Salim yang melantai di BEI: (untuk yang dari newsletter bisa klik link ke website untuk lihat list-nya)

Kira-kira, apa saja nih saham dari Grup Salim yang masih ada di portomu saat ini?

Mulai Langkah Investasi Saham-mu dengan Dua Program Mikirduit Ini!

Kamu bisa mulai perjalanan investasi saham-mu dari nol dengan Saham Pertama, yang bisa dijadikan guideline dasar untuk membentuk strategi investasimu sendiri.

Promo Saham Pertama September: Diskon Rp100.000 menjadi Rp200.000 dengan benefit:

  • e-Book Saham Pertama
  • Rekaman Seminar Saham Pertama
  • Kalkulator harga wajar

Checkout sekarang dengan klik di sini

Jika kamu mau paket lengkap dengan analisis 31 saham dividen untuk jangka panjang, grup diskusi, publikasi bulanan, dan event online bulanan, bisa join PAKET SEPTEMBER CERIA diskon Rp400.000 menjadi Rp500.000 (untuk periode satu tahun Mikirdividen). Benefitnya:

  • Semua yang di Saham Pertama
  • Member Mikirdividen (1 tahun)
  • 31 Ulasan Saham Dividen (update per 3 bulan)
  • 24 Digest Publikasi Bulanan (update setiap akhir bulan)
  • Grup Diskusi
  • Event online bulanan

Daftar sekarang dengan klik di sini

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini

Referensi