Prospek 3 Saham Rokok Setelah Cukai Tidak Naik di 2025
Saham rokok bisa dapat angin segar setelah cukai tidak naik di 2025. Tapi, harga jual eceran ada potensi tetap dinaikkan. Kalau begitu, bagaimana prospek saham rokok ke depannya?
Mikirduit – Pemerintah memastikan tidak menaikkan tarif cukai rokok pada 2025, tapi akan menyesuaikan harga jual eceran. Lalu, bagaimana dampaknya ke prospek kinerja emiten rokok?
Jika melihat secara historis ketika cukai rokok tidak dinaikkan pada periode 2014 dan 2019, secara normalnya, penurunan cukai akan memberikan dampak terhadap tingkat gross profit margin dan net profit margin perusahaan rokok menjadi lebih besar. Namun, implikasi ke kenaikan pendapatan akan tergantung masing-masing jenis rokok yang diproduksi.
Jika membandingkan kinerja 2014 dan 2019 tiga saham rokok, yakni HMSP, GGRM, dan WIIM. Tercatat yang konsisten mencatatkan pertumbuhan pendapatan saat cukai rokok tidak naik adalah GGRM.
Efek dari tidak naiknya cukai rokok membuat pendapatan GGRM naik 17,59 persen pada 2014 menjadi Rp65,18 triliun, sedangkan pendapatan GGRM juga naik 15,48 persen menjadi Rp110 triliun pada 2019.
Sementara itu, HMSP mencatatkan kinerja yang cenderung moderat meski cukai rokok tidak dinaikkan. Misalnya, pada 2014, HMSP hanya mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 7,55 persen menjadi Rp80,96 triliun. Bahkan, laba bersihnya mengalami penurunan sebesar 5,89 persen menjadi Rp10,8 triliun.
Tekanan kinerja HMSP disebabkan adanya kenaikan beban produksi, umum administrasi, dan beban pokok penjualan sebesar 11 persen menjadi Rp66,88 triliun. Persentase kenaikan itu lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pendapatan.
Berbeda pada 2019, HMSP masih mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 0,64 persen menjadi Rp106 triliun. Namun, dari segi margin keuntungan mencatatkan kenaikan. Gross profit margin HMSP naik menjadi 24,63 persen dibandingkan dengan 23,88 persen, sedangkan net profit margin HMSP naik menjadi 12,94 persen dibandingkan dengan 12,68 persen.
Lalu, untuk WIIM mengalami sedikit anomali. Sebenarnya, ketika cukai rokok dinaikkan, WIIM justru tidak diuntungkan karena berkurangnya potensi shifting dari rokok tier lebih tinggi di HMSP dan GGRM ke mereka.
Namun, hal tersebut tidak terjadi di 2014, pendapatan WIIM tumbuh 10,65 persen menjadi Rp1,83 triliun, serta laba bersih naik 16,96 persen menjadi Rp131 miliar.
Sementara itu, di 2019 WIIM juga mencatatkan anomali di penurunan laba bersih yang signifikan. Meski, dari pendapatan dan laba kotor pada periode itu, WIIM mencatatkan penurunan masing-masing sebesar 0,78 persen dan 2,26 persen. Tapi, dari segi laba bersih turunnya hingga 47 persen.
Penurunan kinerja laba bersih WIIM yang signifikan pada 2019 disebabkan oleh kenaikan beban penjualan dan umum sebesar 3 persen menjadi Rp28,64 miliar ketika pendapatan mengalami penurunan.
Perkiraan Efek Cukai Tidak Naik di 2025
Sebenarnya, ada dua poin yang harus dipahami, cukai rokok tidak naik, tapi pemerintah mau menyesuaikan harga jual eceran. Artinya, efek dari keputusan cukai tidak naik akan menunggu bagaimana penyesuaian harga jual rokok eceran yang diatur pemerintah. Artinya, sentimen selanjutnya adalah menanti ketentuan harga jual eceran dari pemerintah.
Jika kenaikan harga jual eceran rokok masih membuat posisi beban cukai tipis, efeknya lebih ke bagaimana emiten rokok mampu mengelola margin keuntungan yang lebih baik. Namun, kami pesimistis bisa mendorong pendapatan. Apalagi, ada fenomena perpindahan dari rokok biasa ke rokok ilegal.
Ditambah, tren daya beli masyarakat masih lemah dan mungkin paling cepat mulai menggeliat dari efek penurunan suku bunga di semester II/2025 Untuk itu, kami ekspektasi efeknya adalah perbaikan dari sisi margin keuntungan.
Jika dilihat lebih detail, komposisi yang diuntungkan paling besar secara historis adalah GGRM, serta yang tidak terlalu diuntungkan adalah WIIM. Kemudian, untuk HMSP cenderung ada di tengah-tengah. Namun, bagaimana realitanya dengan kondisi masing-masing emiten saat ini?
Saham GGRM
GGRM yang seharusnya paling diuntungkan tengah mencatatkan kinerja yang kurang oke sepanjang kuartal III/2024. Dari segi pendapatan, kinerja GGRM turun 9,61 persen menjadi Rp73,89 triliun. Lalu, laba kotor perseroan turun 35,88 persen menjadi Rp7,32 triliun.
Sebenarnya, dari segi biaya pokok pendapatan seperti pita cukai sudah mengalami penurunan selaras dengan pendapatan. Namun, masalah GGRM ada di perputaran persediaan yang justru melambat sepanjang semester I/2024 ke level terendah di 2020 dengan tingkat inventory turnover rasio di 2,2 kali. Untungnya, per September 2024, tingkat inventory turnover-nya perlahan sudah mulai naik ke 2,43 kali.
Kinerja laba bersih GGRM makin turun 77 persen menjadi Rp992 miliar setelah beban umum dan operasional tetap naik, meski pendapatan mengalami penurunan.
Jika GGRM tidak mampu mengelola biaya saat pendapatan turun, kami menilai efek dari tidak naiknya cukai rokok ke GGRM akan cenderung lebih rendah, malah tidak ada sama sekali.
Adapun, untuk rencana-rencana GGRM belum ada yang bisa membuat pertumbuhan bisnisnya kembali positif.
Salah satu yang sedang dilakukan GGRM adalah meningkatkan kapasitas produksi sigaret kretek tangan (SKT). Kapasitas ini tidak melibatkan permesinan, tapi dilakukan lewat kerja sama dengan mitra produksi untuk melinting rokok.
Sampai kuartal III/2024, GGRM mencatatkan pertumbuhan pendapatan sigaret kretek tangan sebesar 3,97 persen menjadi Rp7,16 triliun. Segmen itu yang menjadi satu-satunya segmen pendapatan GGRM yang tumbuh positif.
Sampai September 2024, GGRM juga belum memberikan sinyal untuk masuk ke bisnis rokok elektrik dengan alasan bisnis tersebut skala peminatnya dari segmen atas dan porsinya masih kecil.
Lalu, manajemen GGRM juga tidak bisa melakukan apa-apa dengan fenomena downtrading, yakni ketika konsumen mencari alternatif rokok yang lebih murah. Salah satu yang bisa dilakukan hanya beralih dari produk sigaret kretek mesin ke sigaret kretek tangan untuk menangkap pasar yang pindah tersebut.
Namun, perokok juga akan mencari produk dari produsen yang lebih rendah karena tingkat cukainya lebih rendah. Hal ini membuat tidak ada strategi jitu untuk meredam hal tersebut.
Di sisi lain, hasil dari produk sigaret kretek tangan baru GGRM dinilai kurang agresif meski sudah bertumbuh. Perseroan masih berharap produk baru dari SKT ini bisa menjadi pengalih downtrading tersebut.
Jika efek produk baru SKT GGRM bisa mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang signifikan, hal ini bisa menjadi momentum kebangkitan GGRM 'hanya' di 2025 selama pemerintah tidak menaikkan cukai lagi.
Saham HMSP
Jika dibandingkan dengan GGRM, kinerja HMSP memang lebih baik, meski sampai kuartal III/2024, keduanya mencatatkan penurunan kinerja.
HMSP mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 15,81 persen menjadi Rp5,22 triliun. Padahal, dari segi pendapatan, HMSP mencatatkan kenaikan sebesar 1,34 persen menjadi Rp88,46 triliun.
Beberapa penyebabnya antara lain, beban umum, penjualan, dan pokok pendapatan naik lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan. Total ketiga beban itu mencatatkan kenaikan 2,74 persen menjadi Rp82,35 triliun, sedangkan pendapatan hanya naik 1,34 persen.
Ditambah, inventory turnover HMSP sempat anjlok signifikan di kuartal I/2024 ke 4,81 kali dari rata-rata normal 5 kali. Tapi, kondisi itu sudah lebih baik di kuartal III/2024 dengan tingkat inventory turnover di 5,34 kali.
Sisi menariknya adalah, HMSP sudah mulai mencatatkan pertumbuhan bisnis barunya yang ada di segmen lainnya. Per kuartal III/2024, segmen bisnis itu sudah mencatatkan kenaikan 77 persen menjadi Rp1,28 triliun. Meski, porsi pendapatan lainnya itu masih 1,3 persen dari total pendapatan perseroan di kuartal III/2024.
HMSP juga mencatatkan tren positif untuk produk sigaret kretek tangan dengan pertumbuhan pendapatan sebesar 14,82 persen menjadi Rp29,46 triliun. Dengan cukai yang tidak naik, seharusnya segmen sigaret kretek tangan HMSP bisa tumbuh lebih agresif, meski belum tentu menyelamatkan kinerja keuangan perseroan secara keseluruhan. Apalagi, secara pertumbuhan bisnis sigaret kretek tangan, HMSP lebih agresif dan besar dibandingkan dengan GGRM.
Saham WIIM
Berbeda dengan GGRM dan HMSP yang cenderung positif didorong cukai yang tidak naik. WIIM justru yang kurang diuntungkan dari keputusan tersebut. Pasalnya, shifting ke rokok dengan produsen yang lebih kecil karena cukai lebih rendah bakal berkurang.
Di sisi lain, tren kinerja keuangan WIIM per kuartal III/2024 juga tidak begitu oke. Pendapatan WIIM turun 7,76 persen menjadi Rp3,43 triliun, sedangkan laba bersih turun 52 persen menjadi Rp207 miliar.
Salah satu tekanan kinerja WIIM disebabkan penurunan beban pokok pendapatan masih lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan. Hal itu terlihat dari penurunan gross profit margin yang menjadi 22,56 persen dibandingkan dengan 26,93 persen.
Ditambah, beberapa beban usaha juga mengalami kenaikan 14,98 persen menjadi Rp514 miliar ketika pendapatan sedang mengalami penurunan.
Padahal, jika dilihat WIIM lagi menambah produk baru, yakni sigaret putih mesin yang sudah mencatatkan pendapatan Rp1 miliar pada kuartal III/2024. Namun, secara keseluruhan, segmen pendapatan WIIM yang masih bertumbuh ada di sigaret kretek tangan yang naik 25 persen menjadi Rp643 miliar. Serta penjualan filter yang naik 25 persen menjadi Rp774 miliar.
Ada potensi, saat cukai rokok tidak dinaikkan, pertumbuhan pendapatan sigaret kretek tangan perseroan berpotensi lebih lambat. Walaupun, harapanya bisa tergantikan dari segmen lainnya.
Kesimpulan
Dengan begitu, secara hitung-hitungan skala bisnis, kami menilai HMSP yang mendapatkan keuntungan terbesar dari kebijakan cukai rokok yang tidak naik. Disusul oleh GGRM. Kelebihan GGRM, perseroan berpotensi mencatatkan pertumbuhan kinerja yang lebih agresif karena sudah mengalami penurunan yang signifikan di 2024. Sehingga tingkat cukai yang tidak naik ini menjadi momentum jangka pendek untuk GGRM.
Di sisi lain, WIIM mungkin berpotensi mencatatkan perlambatan pertumbuhan karena dengan cukai tidak naik, geliat produk dengan skala lebih besar bisa kembali mendominasi.
Meski begitu, saham WIIM bisa jadi menarik jika pengaturan harga jual eceran akan kembali menguntungkan posisinya sebagai produsen rokok skala menengah.
Namun, kami ingatkan dengan sentimen tekanan dari regulasi pemerintah, saham rokok hanya menarik untuk trading jangka pendek dan menengah kurang dari 1 tahun. Harapannya, bisa mengambil untung dari capital gain, tidak lagi mengejar dividen, meski HMSP dan GGRM sempat disebut saham dividen yang cukup menarik. Perhitungan harga wajar akan disampaikan di Grup Komunitas Mikirdividen.
LAST CALL PROMO JOIN MIKIRDIVIDEN CUMA RP400.000 PER TAHUN SAMPAI 31 DESEMBER 2024
Jika kamu ingin tahu atau mau langsung gabung ke Mikirdividen, kamu bisa klik di sini . Ada promo spesial diskon langsung Rp200.000 untuk langganan setahun! CUMA SAMPAI 31 Desember 2024 dan Kuota terbatas!
Jika ingin langsung transaksi bisa klik di sini
Langganan Sekarang dan dapatkan Fix Rate perpanjangan seperti harga pembelian pertama selama dua tahun ke depan.
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini