Pungutan Ekspor CPO Mau Diubah, 5 Saham Ini Berpotensi Diuntungkan?
Saham CPO memang mengalami koreksi pada 9 September 2024. Namun, jika dilihat sentimennya, seharusnya ada efek positif jangka panjang jika rencana kebijakan itu direalisasikan. Berikut 5 saham yang paling diuntungkan.
Mikirduit – Saham CPO sempat menguat signifikan dalam 2 hari terakhir karena ada rencana penyesuaian pungutan ekspor. Jika akhirnya rencana itu terealisasi, saham CPO mana yang paling diuntungkan dengan kondisi kinerja ekspor terakhir?
Dalam berita Reuters mencatat pejabat senior di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengungkapkan pemerintah berencana menurunkan pungutan ekspor sawit agar daya saing produk Indonesia bisa meningkat dibandingkan dengan produk minyak nabati lainnya.
Harapannya, kebijakan ini juga bisa membantu sejahterakan petani. Soalnya, harga tandan buah segar CPO-nya sering ditawar rendah sebagai kompensasi pungutan ekspor yang harus dibayar.
Saat ini, pungutan ekspor sekitar 55-240 dolar AS per ton bergantung dengan posisi harga CPO. Tarif terendah ketika harga CPO berada di harga 680 dolar AS per ton, sedangkan tarif tertinggi ketika di harga 1.430 dolar AS per ton.
Selain menurunkan pungutan ekspor, pemerintah juga akan membuat skema pungutan ekspor yang lebih sederhana ketimbang yang berlaku saat ini. Namun, sentimen ini masih bersifat rencana, jika diterapkan baru akan terjadi pada 2025.
Di sisi lain, posisi CPO Indonesia juga mulai terdesak setelah harga minyak nabati lain lebih murah dari CPO. Apalagi, ditambah dengan penguatan rupiah dalam sebulan terakhir. serta harga CPO yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan soybean oil dan kanola. Hal ini disebut bisa membuat permintaan CPO lebih rendah.
Nah, dengan rencana tersebut, kira-kira emiten CPO mana yang paling diuntungkan?
Dengan menggunakan data per semester I/2024, kami menemukan 5 emiten CPO yang punya eksposure ekspor cukup besar hingga periode tersebut. Meski, jika pungutan ekspor diturunkan, mungkin emiten CPO lain juga akan melirik pasar ekspor, tapi setidaknya emiten yang tetap mempertahankan ekspornya bisa menikmati keuntungan lebih optimal.
Saham STAA
Hingga semester I/2024, STAA mencatatkan porsi ekspor produk CPO sebesar 2,3 persen dari total pendapatan. Adapun, total nilai ekspor sekitar Rp62 miliar.
Kinerja keuangan semester I/2024 STAA juga cukup menarik setelah laba bersih mampu tumbuh 91,86 persen menjadi Rp423 miliar.
Kenaikan laba bersih itu juga didorong oleh pertumbuhan pendapatan sebesar 15,2 persen menjadi Rp2,69 triliun. Kenaikan pendapatan itu didorong oleh seluruh segmen penjualan, terutama minyak sawit dan minyak inti sawit.
Ditambah kenaikan beban pokok pendapatan dan beban operasional tidak setinggi pendapatan sehingga perseroan mampu mencatatkan tingkat margin keuntungan yang lebih tinggi.
Gross profit margin naik menjadi 29,85 persen dibandingkan dengan 20,66 persen. Lalu, net profit margin naik menjadi 15,71 persen dibandingkan dengan 9,43 persen.
Dengan usia tanaman sawit yang 72 persen masih prima, prospek pertumbuhan kinerja pendapatan STAA bisa dibilang cukup bagus.
Apalagi, perseroan menargetkan pembangunan refinery bisa selesai di akhir 2024. Sehingga bisa beroperasi secara komersial pada Desember 2024 dan menambah sumber pendapatan perseroan di 2025.
Lalu, STAA juga lagi proses registrasi untuk menjadi anggota RSPO yang bisa meningkatkan jumlah ekspor, terutama ke negara-negara Eropa.
Saham TBLA
Hingga semester I/2024, TBLA mencatatkan penjualan ekspor sekitar 3,4 persen dari total penjualan atau senilai Rp422 miliar dari total penjualan non-eliminasi senilai Rp12,4 triliun.
Jika dilihat secara historis tahunan, penjualan ekspor TBLA bisa mencapai 13 persen hingga 25 persen dari total pendapatan. (Jika merujuk data 2023 dan 2022)
Selain itu, TBLA juga berpotensi diuntungkan dari kebijakan biodiesel B40 dari pemerintah yang mulai berjalan pada 1 Januari 2025.
Apalagi, TBLA juga lagi menggenjot produksi Biodiesel dengan karakter B35 yang digunakan saat ini mencapai 390.000 kiloliter.
Sampai semester I/2024, TBLA sudah menandatangani kontrak pengadaan Biodiesel sebesar 381.368 kilo liter dengan 3 entitas, yakni PT Pertamina Patra Niaga, PT Kilang Pertamina Internasional, dan PT AKR Corporindo Tbk. (AKRA).
Apalagi, pabrik ekspansi biodiesel TBLA diperkirakan rampung pada Juli 2024.
Jika dilihat dari sumber pendapatan di atas 10 persen, pendapatan TBLA dari PT Kilang Pertamina Internasional cukup signifikan. Sampai semester I/2024 mencapai Rp789 miliar, meski nilai itu lebih rendah dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya yang senilai Rp1 triliun.
Sepanjang semester I/2024, kinerja TBLA masih belum menunjukkan pertumbuhan yang positif dari laba bersih setelah turun 10,29 persen menjadi Rp301,13 miliar.
Meski begitu, pendapatan TBLA naik 2,85 persen menjadi Rp8,24 triliun, sedangkan laba kotor naik lebih tinggi sebesar 2,97 persen menjadi Rp1,48 triliun. Biaya pokok pendapatan yang lebih efisien membuat TBLA mencatatkan kenaikan gross profit margin menjadi sebesar 17,98 persen dibandingkan dengan 17,96 persen pada periode sebelumnya.
Penyebab penurunan laba bersih TBLA adalah kenaikan beban bunga sebesar 10,03 persen menjadi Rp584 miliar, serta kerugian selisih kurs senilai Rp75 miliar dibandingkan dengan laba Rp39,19 miliar pada periode sama tahun sebelumnya.
Adapun, secara umum dari sisi risiko utang, TBLA mencatatkan tingkat debt to Equity rasio (DER) yang cukup tinggi, yakni 1,48 kali. Hal ini selaras juga dengan aksi ekspansinya ke kebun tebu, pabrik biodiesel, serta pabrik refinery dalam 3-5 tahun terakhir.
Lalu, apakah utang itu berisiko? dalam jangka pendek, tingkat utang itu masih bisa di-cover jika melihat Interest Coverage rasio semester I/ 2024 (twelve trailing month) yang sebesar 1,58 kali.
Saham SIMP
SIMP menjadi salah satu emiten CPO yang sampai semester I/2024 memiliki porsi ekspor yang lumayan, yakni 12,88 persen dari total pendapatan, setara Rp908 miliar. Meski, nilai ekspor itu dalam bentuk produk turunan seperti minyak dan lemak nabati.
Sementara itu, kinerja SIMP sepanjang paruh pertama tahun ini bisa dibilang cukup bagus. Meski, pendapatan turun 7,3 persen menjadi Rp7 triliun, tapi laba bersih naik 312 persen menjadi Rp528 miliar.
Kenaikan laba bersih SIMP disebabkan oleh beberapa hal seperti:
- Penurunan beban pokok pendapatan sebesar 14 persen menjadi Rp5,44 triliun. Sehingga gross profit margin SIMP naik menjadi 22,74 persen menjadi 16,71 persen.
- Kenaikan pendapatan lain-lain mencapai 228 persen menjadi Rp190 miliar karena didorong keuntungan selisih kurs.
- Penurunan beban keuangan sebesar 11,91 persen menjadi Rp281 miliar.
Saham AALI
Dari data tercatat, AALI menjadi emiten CPO yang memiliki porsi ekspor terbesar hingga sepertiga atau 33 persen dari total pendapatan. Jika dihitung dengan total pendapatan di semester I/2024 senilai Rp10,31 triliun, berarti porsi ekspor hingga Rp3,43 triliun.
Dari keterangan manajemen per April 2024, kinerja ekspor AALI sepanjang 2023 mencapai sepertiga dari total penjualan. Porsi itu menjadi referensi, tapi tingkat porsi akan disesuaikan dengan harga pasar.
Adapun, kinerja AALI sepanjang semester I/2024 juga cukup bagus. Laba bersih mencatatkan kenaikan sebesar 36,31 persen menjadi Rp501,04 miliar dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya.
Kenaikan laba bersih itu didorong oleh pertumbuhan pendapatan sebesar 9,82 persen menjadi Rp10,31 triliun. Ditambah, AALI mampu jaga beban pokok dan operasional tetap di bawah kenaikan pendapatan, sehingga tingkat margin keuntungan menjadi lebih baik.
Seperti, gross profit margin AALI di paruh pertama 2024 naik menjadi 12,45 persen dibandingkan dengan 10,94 persen, serta net profit margin naik menjadi 4,86 persen dibandingkan dengan 3,91 persen.
AALI sendiri lagi proses replanting dengan jumlah cukup besar. Dari total belanja modal sekitar Rp1 triliun, sebanyak Rp600 miliar sampai Rp700 miliar untuk replanting tersebut.
Meski lagi proses replanting cukup besar, manajemen klaim berupaya mengatur strategi replanting agar tingkat yield per hektar tidak turun sehingga kinerja perseroan tetap terjaga dengan baik.
Saham SSMS
Sebenarnya, SSMS tidak memberikan catatan berapa total penjualan ekspor dan domestiknya dalam laporan keuangan. Namun, ketika melihat sumber pendapatan SSMS, ada beberapa pembelian dari entitas luar negeri yang terafiliasi dan tidak dengan nilai cukup besar.
Jika diakumulasikan antara pihak berelasi dan ketiga, total penjualan CPO ke pihak di luar Indonesia itu sekitar 68,74 persen dari total pendapatan.
Mayoritas, penjualan ke entitas asing itu dilakukan ke pihak berelasi, yakni Borneo Agri Resources Indonesia Pte. Ltd. senilai Rp2,94 triliun per semester I/2024. Lalu, dari pihak ketiga ada Olam Global Agri Pte. Ltd senilai Rp597,72 miliar atau setara 12 persen dari total pendapatan perseroan.
Di sisi lain, kinerja SSMS sampai semester I/2024 juga cukup oke selaras dengan emiten CPO lainnya. SSMS mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 60,79 persen menjadi Rp382,4 miliar.
Kenaikan laba bersih itu didorong pertumbuhan pendapatan sebesar 10,71 persen menjadi Rp5,14 triliun.
Ditambah, beban pokok pendapatan SSMS malah turun tipis sebesar 1,42 persen. Hal itu membuat tingkat gross profit margin SSMS naik signifikan menjadi 31,32 persen dibandingkan dengan 22,87 persen pada periode sama tahun sebelumnya.
Kesimpulan
Overall, dalam jangka menengah, beberapa saham CPO mungkin akan mencatatkan kinerja yang terkonsolidasi pada 2025 setelah kenaikan laba signifikan pada 2024 akibat biaya yang lebih efisien. Namun, jika pemerintah membuka peluang penurunan pungutan ekspor, itu jadi angin segar bagi emiten CPO untuk mendorong pertumbuhan kinerja tahun depan menjadi lebih menarik.
Meski begitu, ada beberapa tantangan untuk saham CPO di tahun depan, yakni posisi harga CPO bisa jadi bertahan lebih tinggi dibandingkan dengan minyak nabati pesaingnya seperti, kanola dan kedelai karena penyerapan sawit ke produk biodiesel B40. Hal itu membuat supply terbatas yang bikin harganya bisa bertahan di level tinggi. Ditambah, ekspor CPO Indonesia bisa jadi kurang kompetitif jika penguatan rupiah terjadi secara berkala hingga 2025.
Lalu, dari kelima saham yang diulas tadi, mana yang menarik?
Jika mencari saham CPO dengan potensi ekspor yang sudah ada saat ini dan paling murah, maka yang paling menarik adalah AALI, SIMP dan TBLA.
Lalu, jika cari yang potensi dividennya bisa cukup besar jika kinerja keuangannya sesuai ekspektasi adalah TBLA. Tingkat dividen yield dengan harga hari ini bisa tembus 8,19 persen.
Kalau kamu, dari kelima saham CPO ini lebih tertarik ke yang mana?
Mulai Langkah Investasi Saham-mu dengan Dua Program Mikirduit Ini!
Kamu bisa mulai perjalanan investasi saham-mu dari nol dengan Saham Pertama, yang bisa dijadikan guideline dasar untuk membentuk strategi investasimu sendiri.
Promo Saham Pertama September: Diskon Rp100.000 menjadi Rp200.000 dengan benefit:
- e-Book Saham Pertama
- Rekaman Seminar Saham Pertama
- Kalkulator harga wajar
Checkout sekarang dengan klik di sini
Jika kamu mau paket lengkap dengan analisis 31 saham dividen untuk jangka panjang, grup diskusi, publikasi bulanan, dan event online bulanan, bisa join PAKET SEPTEMBER CERIA diskon Rp400.000 menjadi Rp500.000 (untuk periode satu tahun Mikirdividen). Benefitnya:
- Semua yang di Saham Pertama
- Member Mikirdividen (1 tahun)
- 31 Ulasan Saham Dividen (update per 3 bulan)
- 24 Digest Publikasi Bulanan (update setiap akhir bulan)
- Grup Diskusi
- Event online bulanan
Daftar sekarang dengan klik di sini
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini
Referensi:
- Investor.id, 6 September 2024, Penyebab Saham Sawit Terbang Terungkap
- CNN Indonesia, 21 Agustus 2024, Wajib Biodiesel B40 Mulai 1 Januari 2024
- Bisnis.com, 17 Januari 2024, TBLA Targetkan Produksi 390,999 Kiloliter Biodiesel 2024