Punya Banyak Agenda, Harga Saham Malah Makin Ambles. Apa Kabar NCKL?

Makin jauhi harga IPO, saham NCKL sudah ambles 40% lebih. Padahal, emiten ini punya banyak agenda seperti buyback dan right issue. Kira-kira apa kabar sederet aksi korporasi itu dan prospek sahamnya?

Punya Banyak Agenda, Harga Saham Malah Makin Ambles. Apa Kabar NCKL?

Mikirduit -  Saham emiten tambang nikel, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) masih betah dalam tren koreksi. Padahal, mereka punya banyak agenda aksi korporasi. Apakah saham ini punya prospek untuk bangkit lagi atau malah tenggelam begitu saja? 

Sudah mau setahun, saham NCKL ini masih betah dalam zona merah. Bahkan, jika dibandingkan dengan harga IPO di Rp1250 per lembar, sahamnya sudah anjlok 43,60% ke posisi terkini di Rp705 per lembar. 

Dari segi industri bisnis, saham ini mengalami penurunan seiring dengan tren harga nikel dunia yang terus turun. 

Sementara itu dari manajemen ini sejak tahun lalu sudah menyiapkan beberapa aksi korporasi, seperti pembelian kembali sahamnya alias buyback dan right issue. 

Lantas, bagaimana kabar terkini soal aksi korporasi itu? akankah ini bakal jadi momentum untuk saham NCKL bangkit?

Update Aksi Korporasi NCKL 

Membahas soal aksi korporasi, NCKL ini sejak tahun lalu sudah mendapat restu untuk melakukan buyback dan right issue. 

Sayangnya, sederetan aksi korporasi itu sampai sekarang belum terdengar lagi hilalnya. 

Melansir laman CNBC Indonesia, soal update l buyback ini pernah dibahas oleh 

Legal Manager & Corporate Secretary NCKL Franssoka Y. Sumarwi dalam keterbukaan informasi pada Kamis (18/7/2024).

Ia memaparkan kisaran jumlah saham yang dibeli sebesar 1% hingga 2% saham, atau sebanyak 630 juta hingga 1,26 miliar saham.

Namun, terkait waktu pelaksanaan, Franssoka mengatakan Harita Nickel masih mempertimbangkan waktu terbaik. Ia juga mengungkapkan pihaknya juga masih mempertimbangkan opsi-opsi terbaik untuk metode pengalihan saham buyback.

Meski begitu, kami menilai aksi korporasi buyback saat ini menjadi yang paling potensial segera terjadi. Kenapa? 

Hal ini karena rencana buyback hanya berlaku selama 12 bulan sejak disetujui pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 27 Juni 2024 lalu. Artinya, sudah mau setengah tahun berlalu sejak saat itu dan harga saham NCKL yang  turun membuat valuasi makin terdiskon. 

Melihat harga sekarang di Rp705 per lembar, ini sudah setara dengan Price to Book Value (PBV) di 1,6 kali. Posisi ini bisa dinilai relatif murah dibandingkan rata-rata industri menurut Simply Wall St di 2,4 kali. 

Adapun untuk modal buyback ini, NCKL sudah menyiapkan anggaran maksimal Rp1 triliun yang bersumber dana dari internal. bukan merupakan hasil penawaran umum atau dana pinjaman dalam bentuk apapun. 

Sementara terkait rights issue, update terakhir sampai Juni 2024 lalu pihak manajemen mengatakan masih dalam tahap negosiasi akhir dengan pihak-pihak terkait serta menunggu keputusan akhir dari manajemen NCKL.

Mengutip Bisnis, Direktur Utama Harita Nickel Roy Arman Arfandy menyebutkan ada  tiga calon investor strategis telah selesai melakukan due diligence dan sedang berdiskusi mengenai kondisi dan permintaan tiga investor tersebut. 

 “Saat ini kami dalam tahap berdiskusi dengan mereka mengenai kondisi dan permintaan para strategis investor nanti sebagai pemegang saham NCKL,” kata Roy dalam paparan publik, Kamis (27/6/2024). 

Kabarnya, ketiga investor itu antara lain, Glencore (yang juga mitra Grup Harita di CITA), UNTR, dan Taisho. Terakhir, kabarnya sudah menyelesaikan due dilligence dan mencapai tahap obrolan kesepakatan apa yang dibutuhkan oleh NCKL dan ingin didapatkan dari calon investor.

Roy Arman saat ditemui Mikirduit setelah RUPS Luar Biasa pengajuan perubahan dan IPO pada Oktober 2024 belum mau membahas lebih detail terkait rencana right issue. Namun, dia menekankan, perseroan masih punya waktu untuk melakukan aksi korporasi itu hingga tengah tahun 2025.

Sebagai informasi saja, mengutip keterbukaan informasi perusahaan, dalam rencana aksi right issue mereka akan menerbitkan minimal 10% sampai maksimal 30% saham atau sekitar 18,92 juta lembar saham. 

Adapun soal dana hasil right issue, rencananya akan digunakan untuk menambah kepemilikan di perusahaan HPAL eksisting. Selain itu, dana yang dikumpulkan bisa digunakan untuk akuisisi tambang dan menambah kapasitas produksi. 

Kami menilai right issue ini bisa memberikan beberapa dampak positif ke NCKL : 

Pertama, melalui ekspansi akuisisi tambah baru, ini akan menambah cadangan bijih nikel untuk mengamankan suplai jangka panjang bagi operasional smelter. 

Kedua, suntikan modal ini bisa menurunkan utang perusahaan lantaran posisi likuiditas akan semakin kuat dan meningkatkan fleksibilitas untuk melakukan pembayaran utang. 

Ketiga, dengan masuknya investor strategis, harapannya tujuan penjualan akan lebih terdiversifikasi. Ini akan mengurangi risiko ketergantungan penjualan NCKL yang saat ini masih terkonsentrasi di China. 

Namun perlu dicatat juga, dengan adanya right issue ini akan membuat Earning per Share (EPS) ke depan menyusut karena jumlah lembar saham akan meningkat maksimal sampai 30%. Hal ini akan membuat prospek penerimaan dividen ke dividen ikut menyusut, kecuali dana right issue mendorong pertumbuhan bisnis yang membuat nominal dividen per saham bisa kembali ke harganya atau membangkitkan harga saham NCKL setelah disesuaikan masuknya saham baru tersebut.

Harapan Saham Konglo Masuk MSCI Edisi Maret 2025
Ada rumor saham BREN, CUAN, dan BRMS masuk MSCI bulan depan. Akankan tiga saham ini makin moncer atau jadi ajang cuan bungkus?

Update Kinerja Keuangan NCKL 

NCKL ini sebenarnya sudah mulai mencatat kinerja keuangan yang ciamik. Merujuk data laporan keuangan, pada kuartal III/2024 emiten nikel ini berhasil mencetak kinerja laba bersih kuartalan tertinggi sejak IPO, dengan realisasi Rp2 triliun. Capaian ini tumbuh 12,6% secara kuartalan (QoQ). 

Hasil itu kemudian mengakumulasi laba bersih sepanjang Januari - September 2024 jadi Rp4,8 triliun, tumbuh 8,4% secara tahunan (yoy). 

Secara operasional, pada kuartal ketiga tahun lalu pendapatan berhasil melejit 11,9% QoQ sementara beban pokok pendapatan bisa dijaga dengan pertumbuhan moderat 3,7% QoQ. Alhasil, margin laba kotor (GPM) berhasil naik ke 37,5% dari kuartal sebelumnya 32,6%. 

Sementara itu, NCKL bisa melakukan efisiensi dengan menurunkan beban operasional 7,3% QoQ, jadi laba usaha bisa tumbuh 35,5% QoQ. 

Di luar operasional, NCKL masih mencatat kerugian lain-lain Rp387 miliar, nilai ini naik dari rugi kuartal sebelumnya Rp12 miliar. Ini utamanya karena ada kerugian kurs sebesar Rp67 miliiar. 

Sejauh ini, kita masih akan menanti kinerja kurtal IV/2024 untuk mendapatkan hasil sepenuhnya kinerja NCKL sepanjang tahun lalu. 

Kami menila pendapatan masih akan meningkat terdorong peningkatan volume seiring smelter HPAL milik salah satu anak usaha perseroan, PT Obi Nickel Cobalt (ONC) sudah beroperasi penuh sejak Agustus 2024 lalu. 

Smelter HPAL itu memiliki kapasitas 65.000 ton nikel mixed hydroxide precipitate (MHP) per tahun.

Selain dari peningkatan volume, kenaikan produksi nikel MHP, yang merupakan salah satu produk intermediary nikel dari pengolahan smelter HPAL juga akan meningkatkan Average Seling Price (ASP) dan margin NCKL. Ini karena MHP punya harga dan cash margin lebih tinggi dibandingkan feronikel biasa. 

Tantangan Bisnis Nikel untuk Kebangkitan NCKL

Beralih ke sisi industri, bisnis nikel saat ini bisa dibilang masih menghadapi tantangan berat dari harga nikel yang sejauh ini masih dalam tren turun. 

Merujuk data Tradingeconomics pada penutupan Jumat (24/1/2025), harga komoditas acuan nikel berada di US$ 15.580 per ton. Posisi masih di sekitaran level terendahnya sejak empat tahun lalu. 

Harga nikel terus turun merupakan imbas dari kelebihan pasokan yang berkepanjangan. Hal ini disebabkan oleh lonjakan proyek smelter China di Indonesia akibat pelarangan ekspor bijih nikel 2020 lalu. 

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia dikabarkan sedang mempertimbangkan untuk memangkas kuota penambahngan nikel jadi 150 juta ton tahun ini dari tahun lalu sebanyak 240 juta ton. 

Mengutip CNBC Indonesia, berdasarkan analisis salah satu analis nikel dunia, Jim Lennon dari Macquarie, London, bila Indonesia memangkas produksi bijih nikel sampai 150 juta ton, maka harga nikel dunia bakal melejit ke level US$ 20.000 per ton, dari saat ini di kisaran US$ 15.000-16.000 per ton.

Sayangnya, kabar ini belum berdampak baik ke harga nikel yang sejauh ini masih belum bergerak signifikan karena dari sisi permintaan tampakya masih belum bisa mengikuti

Misalnya dari China yang menambah tekanan bearish karena sudah ada teknologi baru baterai yang tidak menggunakan nikel. 

Kemudian yang terbaru, setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dilantik, Ia mengumumkan darurat energi nasional. 

Setelah itu Ia mencabut mandat kendaraan listrik di AS. Hal ini akan mempengaruhii permintaan mineral seperti nikel, tembaga, dan timah. Selain itu, ini bisa mengurangi prospek investasi AS ke smelter nikel dan pabrik baterai di Indonesia.

Selain itu, ada beberapa sentimen dalam negeri yang membuat sektor nikel tertekan. Beberapa diantaranya:

  • Kabar burung yang menyebutkan royalti tambang nikel akan dinaikkan menjadi 15 persen dibandingkan dengan sebelumnya sebesar 10 persen. Kabar burung itu muncul dari asosiasi pengusaha nikel, sedangkan dari pemerintah, yakni Kementerian ESDM, mengatakan tidak ada kenaikan.
  • Kebijakan Devisa Hasil Ekspor sumber daya alam (SDA) 100 persen disimpan minimal 12 bulan menjadi tekanan lanjutan. Sekilas, hal ini membuat eksportir kurang fleksibel mengoptimalkan pendapatan hasil ekspor-nya. Apalagi, jika ada biaya bahan baku dan sebagainya. Namun, kebijakan devisa hasil ekspor SDA ini masih digodok, kabarnya pemerintah akan bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk menyiapkan instrumen yang membuat eksportir tetap memiliki cashflow yang fleksibel, meski ada penempatan DHE 100 persen di dalam negeri.
  • Rencana pemerintah memangkas target produksi bijih nikel sebesar 30 persen. Secara sentimen, kebijakan pemangkasan target produksi itu bisa berdampak positif dan negatif. Adapun, negatifnya berarti ada potensi supply bijih nikel terbatas, meski bisa jadi perusahaan smelter mendapatkan bijih nikel dengan impor. Namun, bisa membuat optimalisasi smelter menurun sementara. Di sisi lain, positifnya pemangkasan produksi bijih nikel ini bisa membuat harga nikel lebih stabil dari level rendahnya saat ini. Sehingga meski produksi bijih maupun hasil smelter turun, harga jual bisa menjadi lebih bagus.

Kesimpulan 

Kesimpulannya, dari segi industri NCKL masih mendapat tantangan berat dari harga komoditas nikel yang tak kunjung bangkit, meskipun ada potensi pengurangan produksi pada tahun ini tetapi untuk penyerapannya masih belum bisa mengimbangi. 

Namun, dalam jangka pendek kami melihat ada potensi terjadi akumulasi pada sahamnya, mengingat valuasi sudah semakin murah. Ini akan memicu manajemen untuk segera melakukan aksi buyback yang sudah tertunda selama enam bulan ini. 

Ditambah juga, dengan potensi kinerja keuangan yang cukup solid tahun setelah smelter HPAL beroperasi penuh sejak Agustus 2024 lalu akan memberikan gairah pada harga sahamnya.

Dengan begitu, jika punya toleransi hold hingga 2 tahun, sebenarnya saham NCKL akan cukup menarik. Apalagi dengan harga nikel di bawah dan sudah ada sinyal Indonesia mau melakukan pemangkasan produksi yang bisa menstabilkan harga.

Dalam jangka dua tahun ke depan, kami masih ekspektasi asumsi harga wajar NCKL senilai Rp1.200 per saham.

PROMO JANUARI 2025: JOIN MIKIRDIVIDEN BONUS PAKET E-BOOK SAHAM PERTAMA

Jika kamu ingin tahu atau mau langsung gabung ke Mikirdividen, kamu bisa klik di sini .

Untuk mengetahui tentang saham pertama, kamu bisa klik di sini.

Jika ingin langsung transaksi bisa klik di sini

Langganan Sekarang dan dapatkan Fix Rate perpanjangan seperti harga pembelian pertama selama dua tahun ke depan.

Beberapa benefit baru yang sedang disiapkan:

  • IPO Digest Premium
  • Saham Value dan Growth Bulanan yang Menarik
  • Update porto Founder Mikirduit per 3 bulan

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini