Review Kinerja 50 Saham Market Cap Terbesar di 2024
Kami akan mengulas kinerja 50 saham market cap terbesar di 2024 yang akan di-update setiap kuartal di sini.
Mikirduit – Berikut ini akan diulas secara ringkas kinerja 50 saham dengan market cap terbesar per 23 April 2024. Nantinya, rebalancing data saham market cap terbesar akan dilakukan setiap per tiga bulan.
Saham BBCA
Saham BBCA kembali melanjutkan tren kinerja positif setelah laba bersih kuartal I/2024 tumbuh 11,71 persen menjadi RP12,87 triliun. Pertanyaannya, bagaimana prospek selanjutnya?
Kami menilai pertumbuhan laba bersih BBCA masih akan tumbuh positif, tapi akan lebih lambat. Alasannya, kebutuhan menjaga NPL coverage setidaknya di 230 persen. Ditambah, tingkat NPL gross dan nett BBCA per kuartal I/2024 naik.
Berikut ringkasan kinerja BBCA:
- BBCA mencatatkan pertumbuhan kredit yang ekspansif meski posisi suku bunga lagi tinggi [posisi suku bunga tinggi membuat risiko ekspansi bisnis cenderung melambat dan risiko kredit bermasalah lebih tinggi]. Pertumbuhan kredit BBCA tembus 17,21 persen menjadi Rp835 triliun.
- Kredit korporasi yang memiliki porsi terbesar jadi penopang pertumbuhan kredit BBCA setelah naik 22,33 persen menjadi 389 persen. Kredit UKM dan Konsumer juga naik tinggi masing-masing 13 persen dan 14 persen. Kredit kendaraan (KKB) dan Personal loan (Kartu kredit, Paylater, dan KTA serta Multiguna) mampu mencatatkan pertumbuhan 22 persen, meski porsinya masih kecil.
- Dari segi penghimpunan dana, BBCA mencatatkan kenaikan sebesar 1,71 persen menjadi Rp1,12 triliun.
- Kelebihan BBCA sebagai bank transaksi membuat tingkat rasio dana murah atau tabungan dan giro bisa terjaga di atas 80 persen. Hal ini bisa meredam kenaikan beban bunga lebih agresif.
- Dari penyaluran kredit yang ekspansif, BBCA mencatatkan kenaikan pendapatan bunga sebesar 9,17 persen menjadi Rp23,04 triliun, meski beban bunga naik 24,25 persen menjadi Rp3,19 triliun. Sehingga, secara keseluruhan pendapatan bunga bersih BBCA naik 24,25 persen menjadi Rp19,84 triliun.
- BBCA masih melanjutkan tren penurunan pencadangan antisipasi NPL sebesar 29 persen menjadi Rp1,02 triliun
- Hal itu yang membuat laba bersih BBCA masih bisa tumbuh 11,71 persen menjadi Rp12,87 triliun, meski pendapatan bunga bersih hanya tumbuh 7,08 persen.
- BBCA mencatatkan kenaikan rasio kredit bermasalah gross menjadi 1,95 persen dibandingkan dengan 1,76 persen pada periode sama tahun sebelumnya. Begitu juga NPL nett yang naik menjadi 0,63 persen dibandingkan dengan 0,57 persen. Meski begitu, kenaikan NPL BBCA masih berada di level wajar
- BBCA masih mampu meningkatkan NIM menjadi 5,62 persen dibandingkan dengan 5,59 persen pada periode sama tahun sebelumnya. Hal ini ada pengaruh dari kenaikan dana murah, dan deposito turun, serta aksi ekspansif penyaluran kredit.
- Cost to income ratio (CIR) BBCA menjadi yang paling efisien dengan hanya sebesar 32,41 persen
- Ruang ekspansi kredit BBCA masih besar dengan posisi loan to deposit ratio sebesar 71 persen. Meski, BBCA akan mengoptimalkannya mungkin hanya hingga 79 persen sebagai manajemen risiko
Kesimpulan: secara umum, tren pertumbuhan bisnis BBCA berpotensi lebih lambat, meski ada peluang tetap naik positif di tahun ini. Perlambatan kinerja akan terjadi hingga nantinya ada penurunan suku bunga Bank Indonesia. Semakin lama suku bunga diturunkan, berarti semakin berisiko untuk bisnis bank karena akan terjadi perlambatan kredit serta kenaikan risiko kredit bermasalah.
Saham TLKM
Saham TLKM mencatatkan penurunan laba bersih kuartal I/2024 sebesar 5,78 persen menjadi Rp6,05 triliun. Apakah kinerja TLKM memburuk? berikut ringkasan kinerja TLKM di kuartal pertama 2024:
- TLKM mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 3,71 persen menjadi Rp37,42 triliun.
- Pendapatan terbesar TLKM berasal dari lini bisnis Telkomsel seperti data internet dan jasa IT yang tumbuh 9,65 persen menjadi Rp22,9 triliun. Pendapatan itu setara dengan 61 persen pendapatan TLKM. Selain itu, pendapatan interkoneksi mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang menarik setelah naik 16,04 persen menjadi Rp2,57 triliun. Pendapatan Indihome justru turun 4,57 persen menjadi Rp6,86 triliun. Layanan call center, manage service, dan terminal, e-health, e-payment, dan lainnya mencatatkan kenaikan sebesar 27 persen menjadi Rp1,86 triliun.
- Laba bersih TLKM turun 5,78 persen bukan semata-mata akibat kerugian investasi (di GOTO dan beberapa aset lainnya) yang merugi RP403 miliar dibandingkan untung Rp430 miliar pada periode sama tahun sebelumnya. Melainkan ada kenaikan biaya operasional sebesar 4,21 persen menjadi Rp17,93 triliun. Pertumbuhan itu lebih tinggi pencapaian pendapatan TLKM yang cuma tumbuh 3,7 persen.
- Tingkat utang berbunga TLKM turun sebesar 14,25 persen menjadi Rp40,9 triliun. Dengan kenaikan ekuitas terhadap entitas induk naik 4,55 persen, tingkat debt to equity ratio (DER) TLKM membaik ke level 0,28 kali.
Kesimpulan: secara umum, kinerja TLKM terbebani karena beban operasional yang naik, sedangkan pendapatan hanya naik terbatas 3,7 persen. Untuk kerugian investasi GOTO tidak perlu diperhitungkan sebagai kerugian operasional karena itu sifatnya investasi dan kemitraan bisnis. Jika TLKM mampu me-manage biaya operasional ke depannya, harusnya kinerja perseroan bisa lebih oke. Dengan market share bisnisnya yang besar, jika dapat harga di Rp2.800 sampai Rp3.000 per saham akan menarik.
Saham BBRI
Saham BBRI mencatatkan kinerja yang melambat sesuai perkiraan kami. Hal itu disebabkan adanya kenaikan beban pencadangan untuk antisipasi kredit bermasalah yang naik akibat selesainya insentif restrukturisasi kredit UMKM Covid-19. Berikut ini ringkasan kinerja kuartal I/2024 BBRI:
- BBRI masih mampu mencatatkan pertumbuhan kredit yang agresif sebesar 14,54 persen menjadi Rp1.236 triliun dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya. Driver pertumbuhan kredit BBRI masih didorong segmen mikro yang naik 10,51 persen, korporasi yang naik 15,07 persen, dan kredit usaha kecil naik 12,1 persen. Khusus kredit usaha kecil mencatatkan kontribusi lebih lambat meski secara outstanding nilainya yang terbesar kedua setelah kredit mikro. Kredit korporasi BBRI justru yang cukup agresif setelah menjadi kontributor terbesar kedua, meski secara outstanding nilainya terbesar ketiga.
- BBRI mencatatkan pertumbuhan dana pihak ketiga secara bank only sebesar 4,26 persen menjadi Rp1.410 triliun, meski secara konsolidasi jika memasukkan AGRO malah turun 2,95 persen menjadi RP1.416 triliun. Jika dilihat secara bank only, driver utama dana pihak ketiga BBRI ada di deposito yang naik 12,19 persen, sedangkan tabungan turun 1,71 persen. Sementara giro naik 2,38 persen. Kondisi itu membuat rasio dana murah (terdiri dari giro dan tabungan) BBRI turun menjadi 61,85 persen dibandingkan dengan 64,55 persen pada periode sebelumnya. Meski, jika secara konsolidasi termasuk AGRO tetap naik menjadi 61,66 persen dibandingkan dengan 59,89 persen karena strukturnya hanya giro yang naik 2,39 persen, sedangkan tabungan turun 1,71 persen dan deposito turun 7,23 persen.
- Dari hasil pengelolaan aset dana pihak ketiga menjadi kredit itu, BBRI secara konsolidasi mampu mencatatkan kenaikan pendapatan bunga sebesar 17,93 persen. Namun, beban bunga naik lebih tinggi sebesar 45,88 persen sehingga pendapatan bunga bersih hanya tumbuh 9,91 persen menjadi Rp36,51 triliun.
- BBRI mencatatkan kenaikan pencadangan secara signifikan sebesar 69 persen menjadi Rp12 triliun pada kuartal I/2024. Hal ini sudah diperkirakan karena efek berakhirnya insentif resturkturisasi kredit UMKM Covid-19 pada Maret 2024.
- Hasilnya, laba bersih BBRI konsolidasi hanya tumbuh tipis sebesar 2,47 persen menjadi Rp15,88 triliun. Bahkan, laba bersih BBRI bank only stagnan di angka Rp13,79 triliun.
- Kenaikan pencadangan yang signifikan itu untuk antisipasi kredit bermasalah yang otomatis bertambah karena insentif restrukturisasi kredit UMKM Covid-19 telah usai. Jadi, beberapa restrukturisasi kredit yang masih on-progres langsung tercatat sebagai kredit bermasalah. Hal itu terlihat dari tingkat rasio kredit bermasalah gross BBRI naik menjadi 3,27 persen dibandingkan dengan 3,02 persen pada periode sama tahun sebelumnya. Tingkat kredit bermasalah net juga naik menjadi 1 persen dibandingkan dengan 0,82 persen pada periode sama di tahun sebelumnya.
- Tingkat NIM BBRI tergerus menjadi 6,59 persen dibandingkan dengan 6,67 persen pada periode sama di tahun sebelumnya. Hal itu disebabkan pertumbuhan deposito yang lebih tinggi.
- Meski begitu, tingkat cost to income ratio BBRI masih mampu dijaga lebih efisien sebesar 34,25 persen dibandingkan dengan 37,37 persen pada periode sama di tahun sebelumnya.
- Lalu, tingkat loan to deposit ratio (LDR) BBRI juga lebih longgar menjadi 83,78 persen. Hal itu membuat ruang ekspansi kredit BBRI masih cukup besar untuk menjaga pertumbuhan kredit tetap tinggi, meski kinerja laba-rugi akan tersandung kebutuhan pencadangan.
Kesimpulan: kami menilai kinerja BBRI sepanjang 2024, paling cepat hingga kuartal II/2024, bakal lebih lambat dibandingkan dengan dua bank besar lainnya seperti, BBCA dan BMRI. Hal itu disebabkan BBRI harus merapikan kembali kualitas kreditnya dan ada kebutuhan pencadangan cukup besar karena NPL coverage perseroan sudah ada di 214 persen. Ada kemungkinan BBRI masih terus menambah pencadangan untuk membuat NPL coverage tetap di atas 200 persen. Jika ada posisi harga beli di bawah Rp5.000 per saham, itu menjadi peluang menarik untuk beli sebelum kinerja BBRI kembali pulih yang kami ekspektasikan terjadi di 2025.
Saham UNVR
Saham UNVR dinilai mencatatkan perbaikan kinerja signifikan di kuartal I/2024, meski bukan dari sisi pertumbuhan pendapatannya. Lalu, bagaimana prospek UNVR, begini ringkasan kinerja perseroan di kuartal I/2024:
- UNVR masih melanjutkan penurunan pendapatan sebesar 4,95 persen menjadi Rp10,07 triliun. Penurunan pendapatan terbesar didorong karena pendapatan segmen perawatan tubuh turun 5,57 persen menjadi Rp6,44 triliun. Ditambah segmen makanan dan minuman juga turun 3,85 persen menjadi Rp3,6 triliun.
- Meski begitu, UNVR mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 3,09 persen menjadi Rp1,44 triliun. Hal itu disebabkan operasional UNVR yang lebih efisien sehingga margin keuntungan naik. Tingkat gross profit margin UNVR naik menjadi 49,92 persen dibandingkan dengan 49,31 persen pada periode sama tahun sebelumnya. Lalu, net profit margin UNVR naik 14,37 persen dibandingkan dengan 13,25 persen pada periode sama tahun sebelumnya. Perbaikan margin keuntungan itu ditopang dari segmen perawatan tubuh yang memiliki margin usaha sebesar 26,69 persen dibandingkan dengan 25,5 persen pada periode sama tahun sebelumnya, sedangkan margin dari segmen makanan dan minuman masih turun jadi 19,91 persen dibandingkan dengan 20,14 persen pada periode sama tahun sebelumnya.
- Meski begitu, arus kas operasional UNVR mencatatkan posisi negatif Rp184 miliar. Kondisi ini untuk pertama kalinya sejak 2008 bagi UNVR. Jika dilihat penyebab arus kas operasional UNVR negatif itu karena adanya penurunan penerimaan pelanggan sebesar 14,13 persen menjadi Rp9,2 triliun, sedangkan pembayaran ke pemasok tetap naik 0,55 persen menjadi Rp7,92 triliun. Sehingga diakumulasikan dengan beban operasional yang harus dikeluarkan jadi negatif.
Kesimpulan: kami menilai kinerja UNVR belum menunjukkan tanda perbaikan secara keseluruhan. Hanya mencatatkan perbaikan margin karena operasional lebih efisien. Untuk itu, jika ada yang mau kejar saham UNVR dengan tujuan investasi bisa wait and see tren kinerja keuangan mereka dulu, serta rencana bisnisnya untuk menuju pertumbuhan lagi.
Saham SIDO
SIDO mencatatkan kinerja yang positif di kuartal I/2024. Hal ini sesuai perkiraan, yakni kinerja perseroan di 2023 adalah level bottom setelah normalisasi pasca booming Covid-19.
Berikut ringkasan kinerja SIDO di kuartal I/2024:
- Pendapatan SIDO naik 16,1 persen menjadi Rp1,05 triliun. Kenaikan pendapatan itu didorong oleh seluruh segmen bisnisnya, yakni jamu naik 13,31 persen menjadi RP626 miliar, Makanan dan minuman naik 19,76 persen menjadi Rp396,11 miliar, dan segmen farmasi naik 164,85 persen menjadi Rp30,42 miliar.
- Kenaikan pendapatan SIDO juga didorong oleh kinerja perseroan yang lebih efisien. Hal itu terlihat dari kenaikan tingkat gross profit margin dan net profit margin yang cukup signifikan. Gross profit margin menjadi 59 persen dibandingkan dengan 53 persen pada periode sama tahun sebelumnya, sedangkan net profit margin naik menjadi 37 persen dibandingkan dengan 33 persen periode sama tahun sebelumnya.
- Kenaikan margin keuntungan itu didukung dari seluruh segmen. Segmen farmasi memiliki tingkat gross profit margin paling tinggi sebesar 76 persen (sebelumnya 50 persen), segmen bisnis jamu jadi yang kedua sebesar 71 persen (sebelumnya 67 persen), dan segmen makanan minuman yang ketiga sebesar 41 persen (sebelumnya 31 persen)
- Hasilnya, laba bersih SIDO naik sebesar 30 persen menjadi Rp390 miliar.
Kesimpulan: kinerja SIDO sesuai perkiraan mulai menunjukkan rebound pada 2024. Jika mampu konsisten menjaga pertumbuhan pendapatan dan manajemen biaya dengan baik, kinerja SIDO di 2024 bakal jadi titik balik setelah mencatatkan penurunan kinerja selama 2 tahun berturut-turut. Salah satu tantangan SIDO adalah dari sisi kurs rupiah yang sempat melemah ke Rp16.000, apakah hal itu akan berdampak terhadap margin keuntungan di kuartal kedua? kita perlu pantau.
Musim Bagi Dividen Nih, Mau Tau Saham Dividen yang Oke dan Bisa Diskusi serta Tau Strategi Investasi yang Tepat?
Yuk join Mikirdividen, masih ada promo Berkah Ramadan hingga Rp200.000. Berikut ini benefit yang akan kamu dapatkan:
- Update review laporan keuangan hingga full year 2023-2024 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan (HINGGA Maret 2025)
- Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
- Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
- Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)
- Publikasi eksklusif bulanan untuk update saham mikirdividen dan kondisi market
Tertarik? langsung saja beli Zinebook #Mikirdividen dengan klik di sini
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini