Rilis Kinerja Paruh Pertama, BBRI vs BBCA Mana yang Terbaik?

BBRI dan BBCA sudah rilis kinerja, sebenarnya hasilnya keduanya mencatatkan perlambatan pertumbuhan laba bersih, tapi siapa yang paling oke dan menarik? simak ulasannya di sini

Rilis Kinerja Paruh Pertama, BBRI vs BBCA Mana yang Terbaik?

Mikirduit – Saham bank besar mulai rilis laporan keuangan, beberapa diantaranya BBCA dan BBRI, sebagai dua bank besar dengan segmen kredit yang berbeda. Pertanyaannya, jika diadu kinerja sepanjang semester I/2024, bagaimana kondisi keuangan BBRI dan BBCA saat ini? dan bagaimana proyeksinya ke depan?

Jika melihat pergerakan harga saham, BBCA cenderung bergerak lebih stabil ketimbang BBRI. Saham BBRI sudah turun cukup signifikan mendekati level terendah pada 2021 setelah mencapai all time high di Maret 2024. 

Salah satu tekanan BBRI adalah kebutuhan pencadangan lebih banyak karena insentif restrukturisasi kredit UMKM untuk Covid-19 sudah selesai di Maret 2024. Ditambah, dengan posisi suku bunga tinggi, tingkat risiko kredit mikro menjadi lebih tinggi. 

Namun, setelah rilis laporan keuangan, bagaimana kondisi kinerja bisnis kedua bank tersebut?

Saham BBCA

Secara umum, BBCA mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 11,1 persen menjadi Rp26,87 triliun. Apakah pertumbuhan itu bagus atau tidak?

Jika dibandingkan dengan periode pasca pandemi Covid-19 di 2021-2023, tren pertumbuhan laba bersih BBCA ini melambat. Namun, hal ini wajar karena sudah terjadi perubahan kebijakan moneter dari longgar menjadi ketat hingga di titik tertingginya. 

Dengan sudut pandang perubahan kinerja moneter yang sudah ketat alias suku bunga tinggi, kinerja laba bersih BBCA yang tumbuh 11 persen ini masih cukup bagus. 

Beberapa indikatornya adalah laba bersih BBCA ini mencatatkan kenaikan 11 persen karena dorongan dari efisiensi operasional. 

Hal itu bisa terlihat dari segi pendapatan bunga bersih hanya tumbuh 7,89 persen menjadi Rp39,94 triliun, sedangkan posisi pencadangan juga naik 13,09 persen menjadi Rp1,4 triliun. Artinya, bisa tumbuh 11 persen atau lebih besar dari pendapatan bunga bersih ketika tingkat pencadangan naik itu masih bagus. 

Kami bisa sebut laba bersih BBCA didorong oleh operasional bisnis yang efisien juga terlihat dari tingkat penurunan Cost to Income Rasio (CIR) yang turun menjadi 30,65 persen dibandingkan dengan 32,54 persen pada periode sama tahun sebelumnya. 

Namun, kami perkirakan BBCA secara bertahap masih akan menaikkan tingkat pencadangan sepanjang tahun ini mengingat tingkat NPL Coverage-nya sudah di bawah 200 persen. Namun, tingkat kenaikannya mungkin tidak terlalu signifikan setiap kuartalnya, seperti pada kuartal kedua hanya naik sekitar 13 persen.

Adapun dua segmen kredit utama BBCA yang menjaga kinerja perseroan tetap bertumbuh adalah segmen korporasi dan konsumer. 

Segmen korporasi mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 19,9 persen menjadi Rp388,6 triliun dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya. Sementara itu, segmen kredit konsumer naik 13,6 persen menjadi Rp210 triliun. Pendorong segmen kredit konsumer BBCA masih didorong oleh KPR yang tumbuh 10,8 persen menjadi Rp126,9 triliun serta kredit kendaraan yang naik 18,4 persen menjadi Rp62,1 triliun. 

Dari data perseroan, menariknya kredit segmen korporasi ini sudah lebih mengarah kepada kredit investasi dibandingkan dengan modal kerja. 64 persen dari total kredit korporasi yang disalurkan BBCA sampai semester I/2024 itu berupa kredit investasi. Porsi itu jauh lebih tinggi dibandingkan periode Juni 2022 yang masih 58 persen. 

Dengan tingkat kredit investasi yang mulai meningkat, ada potensi korporasi juga mulai melakukan ekspansi secara bertahap. Artinya, ada potensi permintaan kredit korporasi bisa meningkat di tahun depan seperti kenaikan kebutuhan modal kerja seiring dengan investasi yang telah dilakukan di tahun ini.

5 Saham Bank yang Masih Murah Jelang Penurunan Suku Bunga The Fed
BI memang masih nahan suku bunga di Rapat Juli. tapi mereka menilai ruang penurunan suku bunga terbuka di kuartal IV/2024. Dengan potensi penurunan suku bunga itu, kira-kira saham bank apa ya yang masih murah?

Saham BBRI

BBRI mencatatkan pertumbuhan laba bersih konsolidasi sebesar 0,95 persen menjadi Rp29,7 triliun. Dengan pertumbuhan laba bersih yang tidak sampai 1 persen itu, apakah pertanda kinerja saham BBRI jelek?

Melihat kinerja laba bersih BBRI yang cenderung stagnan tersebut, kita perlu lihat apa penyebabnya. 

Dari segi pendapatan bisnis organik, yakni penyaluran kredit, BBRI mencatatkan pertumbuhan pendapatan bunga sebesar 7,47 persen menjadi Rp71,38 triliun.

Tekanan laba bersih BBRI disebabkan kenaikan pencadangan hingga 52,28 persen menjadi Rp21,34 triliun. Hal itu yang membuat BBRI hanya mencatatkan pertumbuhan laba bersih nyaris stagnan. 

Dari segi operasional, BBRI masih cukup efisien dengan tingkat cost to income rasio sekitar 37,47 persen dibandingkan dengan 38,96 persen pada periode sama tahun sebelumnya. 

Tantangan BBRI sepanjang tahun ini adalah memperbaiki kondisi rasio kredit bermasalah. Secara keseluruhan, rasio kredit bermasalah gross BBRI naik menjadi 3,21 persen dibandingkan dengan 3,1 persen pada periode sama tahun sebelumnya. Lalu, rasio kredit bermasalah net BBRI juga naik menjadi 0,86 persen dibandingkan dengan 0,76 persen pada periode sama tahun sebelumnya. 

Hal ini akan membuat BBRI butuh meningkatkan pencadangan lagi hingga setahun ke depan yang bisa menekan laju laba bersihnya. Kami ekspektasi, BBRI akan kembali menaikkan tingkat NPL coverage hingga ke 250-300 persen dibandingkan dengan saat ini yang sebesar 211 persen. 

Secara segmen bisnis, kinerja BBRI sepanjang 2024 ditopang oleh segmen korporasi yang tumbuh 29,2 persen menjadi Rp241,1 triliun. Lalu, segmen mikro yang menjadi penopang kedua dengan pertumbuhan sebesar 7,8 persen menjadi Rp623 triliun. 

Sementara itu, tantangan kredit bermasalah BBRI itu bukan dari segmen mikro. Dalam perkembangan restrukturisasi kredit COvid-19, sisa kredit UMKM hanya Rp7 triliun. Angka itu menjadi yang terbesar ketiga setelah kredit korporasi yang senilai Rp8,9 triliun. Sementara itu, yag terbesar justru dari kredit usaha kecil yang tembus Rp12,1 triliun. 

Secara tingkat rasio kredit bermasalah, segmen kredit kecil ini juga cukup tinggi sebesar 5,05 persen dibandingkan dengan 4,29 persen. Kondisi artinya pekerjaan rumah BBRI adalah menyelesaikan kredit usaha kecil tersebut. Sehingga kami nilai efeknya tidak akan separah jika yang bermasalah segmen usaha mikro.Toh, kredit usaha kecil ini hanya sepertiga dari total kredit mikro BBRI.

Kesimpulan

Melihat rilis kinerja semester I/2024, kami tidak berharap banyak dengan pertumbuhan bisnis saham perbankan termasuk big bank. Mereka akan mengalami kosolidasi bisnis dan jika suku bunga sudah turun lebih cepat pada 2025, kami ekspektasi kinerjanya akan mulai konsisten bertumbuh lagi. 

Jika dibandingkan BBCA atau BBRI, secara model bisnis, BBCA memang menjadi perbankan yang paling efisien,termasuk dalam mengelola dana pihak ketiga.  

BBCA masih mampu menjaga tingkat net interest margin (NIM) terjaga saat bank lain turun. Bahkan, tingkat dana murah (giro dan tabungannya) naik lebih tinggi dibandingkan dengan deposito. Per Juni 2024, tingkat dana murah BBCA tembus 81,34 persen dari total DPK. Porsi itu lebih tinggi dibandingkan dengan 80,72 persen pada periode sama tahun sebelumnya. 

Jika dibandingkan dengan BBRI, perseroan berupaya mencari dana pihak ketiga karena tingkat loan to deposit rasio (LDR) yang sudah 87 persen. Hasilnya, tingkat deposito BBRI naik 19 persen, meski diimbangi juga kenaikan giro sebesar 19 persen. Hanya saja tabungan BBRI yang tumbuh tipis 0,76 persen. 

Hal itu membuat beban bunga BBRI sepanjang semester I/2024 naik cukup tinggi sebesar 43,23 persen menjadi Rp28,71 triliun, sedangkan BBCA hanya mencatatkan kenaikan beban bunga sebesar 9,14 persen menjadi Rp6,18 triliun. 

Posisi NNIM BBRI juga tergerus menjadi 6,41 persen dibandingkan dengan 6,81 persen pada periode sama tahun sebelumnya. Hal itu disebabkan oleh kenaikan cost of fund atau biaya dana pihak ketiga tersebut. 

Dengan posisi ini, secara kinerja bisnis, BBCA berada di posisi terbaik, tapi secara valuasi saham BBRI justru lebih menarik. 

Meski, kinerja BBRI tengah turun, tapi kami menilai justru saat ini menjadi momen terbaik beli BBRI. Alasannya, harga yang murah dan secara fundamental tidak ada masalah kecuali kinerja yang turun karena faktor eksternal yang tidak bisa dikendalikan juga, yakni suku bunga tinggi yang memperlambat ekonomi, serta selesainya insentif restrukturisasi covid-19.

Kalau kamu lebih pilih BBCA atau BBRI?

Mau Dapat Real Time Harga Wajar 31 Saham Dividen Terbaik?

Join Mikirdividen sekarang untuk mendapatkan banyak benefit serta strategi investasi dan diskusi dengan para investor saham. Berikut benefit gabung mikirdividen:

  • Update review laporan keuangan saham dividen fundamental bagus hingga full year 2024 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
  • Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
  • Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
  • Publikasi eksklusif bulanan untuk update saham mikirdividen dan kondisi market
  • Event online bulanan

Tertarik? langsung saja beli Zinebook #Mikirdividen dengan klik di sini

JANGAN LUPA ADA PROMO Tambahan DISKON RP50,000 dengan Menggunakan Kode SAHAMBULLISH

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini