Saham AMRT dan MIDI Tumbang, Begini Gambaran Prospeknya
Saham AMRT dan MIDI mengalami penurunan harga saham hingga 35 persen dalam sebulan terakhir. Apakah saham AMRT dan MIDI sudah murah dan menarik?

Mikirduit – Saham AMRTdan MIDI kompak turun sekitar 29-35 persen dalam sebulan terakhir. Kinerja keuangan full year 2024 kedua emiten ini juga cenderung mulai melambat, bahkan ada penurunan laba bersih di induknya AMRT. Apakah keduanya memasuki fase sunset?
Ada beberapa perhatian dalam saham AMRT dan MIDI yang bisa jadi perhatian:
Pertama, AMRT maupun MIDI masih mencatatkan pertumbuhan pendapatan. AMRT mencatatkan kenaikan 10,55 persen, sedangkan MIDI sebesar 14,62 persen. Bahkan, sampai tahap laba kotor, AMRT dan MIDI masih mencatatkan kenaikan, seperti AMRT naik 9,97 persen, serta MIDI naik 16,05 persen. Permasalahan AMRT dan MIDI ada di biaya penjualan dan distribusi yang menekan laju laba usaha seperti, AMRT turun 7,92 persen, sedangkan MIDI sebesar 3,18 persen.
Kedua, jika dilihat tren pertumbuhan penjualan AMRT pada 2024 masih mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan 2023 (10,55 persen vs 10,34 persen), meski posisi itu lebih lambat dari level 2022 yang mencapai 14,16 persen. Meski begitu, secara historis AMRT memang beberapa kali mencatatkan perlambatan pertumbuhan penjualan pada 2017-2019 ketika tren suku bunga tinggi sama seperti posisi saat ini.
Berbeda dengan pola AMRT, MIDI masih mencatatkan pertumbuhan yang cukup agresif dari segi penjualan setelah naik 14,62 persen dibandingkan dengan 11,05 persen pada pertumbuhan 2023. Seperti AMRT, MIDI juga mengalami perlambatan penjualan pada medio 2016-2019 saat era suku bunga tinggi.
Ketiga, dari segi laba kotor dan laba bersih, posisi AMRT memang cukup tertekan. Dari segi laba kotor mengalami perlambatan signifikan setelah hanya tumbuh 9,97 persen dibandingkan dengan 15,2 persen pada periode 2023. Pertumbuhan laba kotor AMRT pada 2024 ini menjadi yang terendah sejak 2020. Ditambah, pertumbuhan laba usaha dan bersih yang mengalami penurunan masing-masing 7,9 persen dan 7,52 persen menjadi penurunan pertama sejak tekanan bisnis pada pandemi Covid-19.
Sementara itu, untuk MIDI masih mencatatkan tren kenaikan laba kotor sebesar 16,03 persen. Tren kenaikan laba kotor itu mendekati posisi tertinggi pada 2016 ketika laba kotor MIDI tumbuh 21,76 persen. Di sisi lain, kinerja MIDI tertekan di posisi Laba usaha yang turun 3,23 persen.
Keempat, Tren gross,operating, dan net profit margin AMRT mengalami penurunan sepanjang 2024 dibandingkan dengan 2023. Namun, kami belum menemukan pola penurunan tingkat margin yang signifikan secara historis. Pasalnya, ada beberapa momen margin keuntungan AMRT mengalami kenaikan dan penurunan.
Lalu, untuk MIDI masih mencatatkan kenaikan gross profit margin 2024 menjadi 26,31 persen dibandingkan dengan 25,99 persen. Kenaikan gross profit margin ini menjadi yang keempat berturut-turut.Meski, posisi operating dan net profit margin mencatatkan penurunan.
Dari data laporan keuangan itu, apa yang sedang terjadi dalam AMRT dan MIDI?
Permasalahan Bisnis AMRT dan MIDI
Jika dilihat dari penjelasan informasi segmen, kondisi AMRT dan MIDI tertekan dari penurunan tingkat margin keuntungan di kawasan Pulau Jawa (termasuk Jabodetabek). Bahkan, jika dilihat pertumbuhan penjualan, tren laba segmen di Jabodetabek juga mengalami penurunan sekitar 10 persen sepanjang 2024.
Misalnya, AMRT mencatatkan laba segmen usaha di kawasan Jabodetabek turun 9,51 persen menjadi Rp855 miliar, meski pendapatannya naik 5,9 persen. Meski begitu, kontributor terbesar dari kinerja bisnis AMRT berasal dari gerai di Jawa non-Jabodetabek yang masih mencatatkan laba segmen positif 6,07 persen menjadi Rp2,8 triliun, meski tingkat margin segmen melambat menjadi 6,29 persen dibandingkan dengan 6,31 persen pada periode sama tahun sebelumnya.
Hal serupa juga terjadi di MIDI, yang mencatatkan penurunan laba segme di kawasan Jawa (termasuk Jabodetabek). laba segmen MIDI di kawasan Jabodetabek turun 11,89 persen menjadi Rp400 miliar, sedangkan kawasan Jawa turun 15,38 persen menjadi Rp106 miliar. Meski, pendapatan kedua segmen itu sama-sama naik 8,26 persen dan 16,2 persen.
Untuk bisnis MIDI, kontributor laba segmen terbesar berasal dari area non-Jawa yang mencatatkan pertumbuhan 62 persen menjadi Rp590 miliar.
Secara tingkat margin, kawasan Jabodetabek dan Jawa mengalami penurunan margin. Untuk AMRT tingkat margin segmen Jabodetabek turun menjadi 2,58 persen dibandingkan dengan 3,02 persen, sedangkan untuk segmen Jawa turun menjadi 6,29 persen dibandingkan dengan 6,31 persen. Bahkan, AMRT juga mencatatkan penurunan margin keuntungan di area non-Jawa menjadi 5,46 persen dibandingkan dengan 5,76 persen pada periode sama tahun sebelumnya.
Berbeda dengan AMRT, MIDI hanya mengalami penurunan tingkat margin segmen dari kawasan Jabodetabek dan Jawa. Kawasan Jabodetabek turun menjadi 4,52 persen dibandingkan dengan 5,55 persen, sedangkan kawasan Jawa turun 3,64 persen dibandingkan dengan 5 persen.
Namun, laba segmen non-Jawa naik signifikan menjadi 7,02 persen dibandingkan dengan 5,28 persen pada periode sama tahun sebelumnya.
Apa yang menyebabkan penurunan tingkat margin dan perlambatan laba kotor dan usaha AMRT dan MIDI?
Jika dilihat 6 komponen terbesar dalam beban distribusi dan penjualan, yang menjadi biang kerok penurunan laba bersih AMRT dan MIDI, antara lain, gaji, penyusutan aset hak guna, listrik dan air, penyusutan aset tetap, transportasi dan distribusi, serta sewa.
Dari keenam poin itu, kami mengecualikan penyusutan dan total 4 beban distribusi dan penjualan AMRT (yang dikonsolidasikan dengan MIDI) mencatatkan kenaikan 11,16 persen menjadi Rp14,32 triliun. Angka persentase kenaikan keenam poin beban distribusi dan penjualan itu lebih tinggi dari pertumbuhan laba kotor yang hanya 9,97 persen, sehingga menjadi penekan laba usaha perseroan.
Secara persentase, beban sewa naik paling agresif sebesar 23,19 persen menjadi Rp609 miliar, sedangkan beban transportasi dan distribusi naik kedua terbesar sebesar 15,21 persen. Untuk listrik dan air serta gaji masing-masing naik 11 persen dan 9 persen.

Kesimpulan
Jika menyimpulkan dari data-data laporan keuangan tahunan AMRT dan MIDI, kedua emiten ritel produk primer (minimarket dan supermarket) ini mendapatkan tantangan dari kenaikan biaya sewa dan transportasi serta distribusi. Sehingga tingkat margin usaha dan laba usaha menunjukkan perlambatan.
Masalahnya, pertumbuhan penjualan AMRT selaku induk MIDI juga malah lagi melambat. Artinya, ada gerai-gerai yang mengalami penurunan margin karena adanya kenaikan sewa. Sementara itu, tingkat penjualan mengalami kenaikan yang lebih rendah dari biaya sewa
Kami menilai kondisi AMRT dan MIDI baru mencapai lampu kuning (untuk diwaspadai). Para holder atau yang mau beli bisa memantau perkembangan kinerja AMRT dan MIDI hingga kuartal II/2025. Ekspektasi kami, ada potensi tekanan kinerja di Q1/2025 yang selaras dengan perlambatan ekonomi makro.
Jadi, bagaimana strategi investasi di saham AMRT dan MIDI yang tengah tertekan ini?
Konsultasikan dan Diskusi Kondisi Portomu dengan Join Mikirdividen
Jika kamu ingin tahu atau mau langsung gabung ke Mikirdividen, kamu bisa klik di sini .
Untuk mengetahui tentang saham pertama, kamu bisa klik di sini.
Jika ingin langsung transaksi bisa klik di sini
Langganan Sekarang dan dapatkan Fix Rate perpanjangan seperti harga pembelian pertama selama dua tahun ke depan.
Beberapa benefit baru:
- IPO Digest Premium
- Saham Value dan Growth Bulanan yang Menarik
- Update porto Founder Mikirduit per 3 bulan
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini