Saham Bank Pilihan Setelah Rilis Kinerja Keuangan Kuartal III/2024
Sektor bank masih menjadi primadona di pasar saham Indonesia. Selain booming bank digital dan daya tarik big bank yang tahan lama, kinerja saham middle bank juga menarik diperhatikan. Lalu, bagaimana peforma saham sektor banking di kuartal III/2024? simak selengkapnya di sini
Mikirduit – Saham bank memiliki potensi bangkit pada 2025 setelah tren penurunan suku bunga mulai dilakukan pada September 2024. Jika tren penurunan suku bunga terus berlanjut, saham bank diprediksi mencapai fase pemulihan pada 2025 dan mulai kembali tumbuh agresif di 2026. Lalu, bagaimana prospek saham bank dari hasil prospek kinerja kuartal III/2024?
Sampai 25 Oktober 2024, ada sekitar 10 saham bank yang sudah merilis laporan keuangan. Dari sini, kami akan mencoba screening mana saham bank yang cukup menarik dari sisi potensi pertumbuhan yang positif, siap bangkit, tingkat dividen yang menarik, serta valuasi yang menarik yang selaras dengan prospek kinerjanya yang oke.
Kami menggunakan beberapa metriks sederhana untuk menilai tersebut seperti:
- Pendapatan bunga bersih: untuk menggambarkan bagaimana pertumbuhan bisnis utama saham bank dari fungsi intermediasi (menghimpun dana dan menyalurkan dana), serta strategi mengatur cost of fund atau biaya dana untuk menghimpun dana dari tabungan, giro, dan deposito.
- Pencadangan atau impairment: untuk melihat pembentuk laba bersih didorong oleh bisnis utama atau ada penurunan serta kenaikan anggaran pencadangan sehingga catatan laba bersih menjadi naik atau tertekan.
- Laba bersih: untuk melihat tren profitabilitas saham bank
- NPL gross dan net (NPF untuk bank syariah): untuk menilai prospek kenaikan pencadangan di masa depan, serta risiko kinerja keuangan emiten bank tersebut. Indikatornya semakin rendah semakin bagus.
- Net interest margin (NIM) (Net Imbalan untuk bank syariah): menggambarkan margin keuntungan bank setelah menjalankan fungsi intermediasinya. Indikatornya semakin tinggi semakin bagus.
- Cost to Income Ratio (CIR): menggambarkan seberapa efisien operasional bank untuk melihat apakah kenaikan atau penurunan laba bersih ada efek dari operasional yang kurang efisien untuk mendapatkan pendapatan. Indikatornya semakin rendah CIR berarti semakin efisien atau bagus.
Saham BBCA Masih Menjadi Raja Bank di Indonesia
Beberapa poin lebih dari kinerja keuangan BBCA saat posisi suku bunga masih tinggi (karena efek penurunan suku bunga pada September 2024 tidak langsung terasa) antara lain:
Pertama, BBCA mampu menjaga pertumbuhan pendapatan bunga bersih tetap positif setelah naik 9,51 persen menjadi Rp61,08 triliun pada kuartal III/2024.
Salah satu yang membuat BBCA mampu menjaga pertumbuhan pendapatan bunga bersih tetap positif adalah tingkat rasio dana murah (tabungan dan giro) terus meningkat. Per kuartal III/2024, rasio dana murah BBCA naik menjadi 81,33 persen dibandingkan dengan 80,29 persen pada akhir 2023. Apalagi, tren deposito BBCA malah turun 3,23 persen menjadi Rp210 triliun dibandingkan dengan dana murah yang naik 3,51 persen menjadi Rp915 triliun.
Dari operasional termasuk cost of fund yang efisien itu, BBCA mampu mencatatkan kenaikan laba bersih sebesar 12,78 persen menjadi Rp41,07 triliun. Meski, pencadangannya dinaikkan 60,15 persen menjadi Rp2,36 triliun.
Kedua, dengan cost of fund yang lebih efisien meski posisi suku bunga tinggi, NIM BBCA tetap naik menjadi 5,78 persen dibandingkan dengan 5,52 persen pada periode sama tahun sebelumnya.
Ketiga, selain cost of fund, secara operasional bisnis BBCA juga sangat efisien. Hal itu terlihat dari angka cost to income rasio (CIR) yang turun menjadi 30,36 persen dibandingkan dengan 33,08 persen pada periode sama tahun sebelumnya. Angka CIR BBCA menjadi yang terendah di industri bank (terutama dari 10 bank yang sudah rilis laporan keuangan kuartal III/2024).
Keempat, untuk kenaikan pencadangan sebesar 60,15 persen menjadi Rp2,36 triliun, kami sudah perkirakan melihat adanya kenaikan NPL BBCA. Sampai kuartal III/2024, NPL gross BBCA naik menjadi 2,11 persen dibandingkan dengan 2,04 persen pada periode sama tahun sebelumnya. Lalu, NPL net naik menjadi 0,72 persen dibandingkan dengan 0,68 persen pada periode sebelumnya.
Ekspektasi kami, kenaikan pencadangan masih akan terjadi di tahun depan hingga angka NPL net kembali turun. Namun, dengan posisi cost of fund yang lebih rendah, kami ekspektasi BBCA mampu menjaga pertumbuhan laba bersih di 2025. Hanya saja persentase kenaikannya tidak akan sensasional karena adanya potensi kenaikan pencadangan tersebut.
Nantinya, kinerja BBCA berpotensi mencatatkan kenaikan laba bersih yang cukup tinggi pada 2026.
Saham AGRO, Bank Kecil Menengah yang Kinerjanya Cemerlang
Jika BBCA bisa dibilang Raja, maka AGRO adalah wonderkid-nya. Saham yang tadinya fokus ke kredit pertanian dan bertransformasi menjadi bank digital bernama Bank Raya ini mencatatkan kinerja yang cukup apik di kuartal III/2024.
Jika dilihat dari struktur peforma AGRO di kuartal III/2024 sangat mirip dengan pola BBCA.
Pertama, AGRO mencatatkan pertumbuhan pendapatan bunga bersih sebesar 15,87 persen menjadi Rp416 miliar. Kinerja itu cukup unik di segmen bank kecil menengah yang cenderung sensitif terhadap posisi suku bunga bank sentral.
Beberapa poin yang membuat AGRO bisa mencatatkan pendapatan bunga bersih tumbuh positif antara lain, kenaikan dana murah sebesar 13,91 persen menjadi Rp2,23 triliun, sedangkan deposito naik 0,98 persen menjadi Rp5,94 triliun.
Kedua, dengan biaya dana yang tetap efisien meski saat suku bunga tinggi. AGRO mencatatkan kenaikan NIM menjadi 4,35 persen dibandingkan dengan 3,8 persen.
Ketiga, secara operasional AGRO juga sangat efisien terlihat dari penurunan CIR menjadi 59,79 persen dibandingkan dengan 74,51 persen pada periode sama tahun sebelumnya. Hal itu juga menjadi pendorong kenaikan laba bersih yang signifikan.
Secara operasional AGRO juga menjadi lebih efisien karena terkoneksi dengan ekosistem BBRI (sebagai anak usaha langsung). Dengan begitu, AGRO bisa memanfaatkan 993.000 agen Brilink, dan 7.700 jaringan BBRI, meski AGRO hanya punya 25 cabang.
Keempat, hasilnya laba bersih AGRO mampu naik 202 persen menjadi Rp36 miliar, meski pencadangannya naik 2.134 persen menjadi Rp319 miliar.
Kelima, catatan untuk saham AGRO, meski kinerja laba bersih-nya cukup bagus sepanjang 9 bulan di 2024, tapi kami melihat ada risiko cukup besar terkait NPL. Pasalnya, AGRO harus menjaga agar tingkat NPL gross tidak kembali ke 4 persen, dan NPL tidak ke 2 persen.
Sejauh ini, tingkat NPL gross AGRO sudah ke 3,64 persen dibandingkan dengan 4,75 persen pada periode sama tahun sebelumnya, sedangkan tingkat NPL net sebesar 1,54 persen dibandingkan dengan 1,98 persen pada periode sebelumnya. Penurunan NPL net juga ada kaitannya dengan kenaikan pencadangan yang signifikan.
Namun, jika portofolio AGRO berlanjut mencatatkan NPL lagi di masa depan, ada potensi kebutuhan pencadangan berlanjut sehingga pertumbuhan laba bersihnya menjadi terhambat.
Menanti Kebangkitan Saham BTPS
Jika kedua saham bank lainnya dalam posisi bertumbuh, ini menjadi salah satu saham bank yang diharapkan bangkit pada 2025. Apakah mungkin?
Jika melihat kinerja BTPS sepanjang 2024 memang terpuruk. Kinerja laba bersih BTPS per kuartal III/2024 turun sebesar 23,23 persen menjadi Rp770 miliar. Tingkat NPL gross naik menjadi 3,61 persen dibandingkan dengan 3,02 persen.
Namun, kami melihat ada titik kebangkitan saham BTPS yang menekan laju NPL net hingga hanya 0,02 persen. Jika angka NPL net ini tidak ada kenaikan lagi, BTPS mulai bisa melonggarkan anggaran pencadangan dan bisa mendorong kinerja labanya menjadi lebih baik.
Hal itu sudah dilakukan perseroan pada kuartal III/2024, setelah pencadangan turun 7,47 persen menjadi Rp1,1 triliun.
Selain masalah pembiayaan bermasalah, salah satu faktor lainnya adalah biaya cost of fund BTPS yang cukup tinggi. Hal itu membuat pendapatan yang setara bunga bersih di konvensional BTPS turun sebesar 6,63 persen menjadi Rp3,68 triliun.
Dengan harapan NPL membaik, serta biaya dana juga lebih efisien, kami menilai peluang BTPS untuk kembali bertumbuh di 2025 cukup besar.
BBNI Berpotensi Menjadi Pemberi Dividen Terbesar di Sektor Bank (hingga 25 Oktober 2024)
Dari deretan saham bank yang sudah rilis laporan keuangan, BBNI menjadi salah satu emiten bank yang berpotensi memberikan dividen terbesar di 2025 (untuk tahun buku 2024).
Kami ekspektasikan BBNI akan bagikan 50 persen dari laba bersihnya untuk dividen yang setara Rp287,5 per saham. (Menggunakan asumsi laba bersih 2024 secara twelve trailing month)
Jika dihitung dengan harga saham per 25 Oktober 2024, tingkat dividend yield-nya sekitar 5,09 persen.
Namun, kami menilai dari sisi kinerja, seluruh risiko di saham BBNI belum keluar sepenuhnya. Dari segi laba bersih per kuartal III/2024, BBNI memang mencatatkan kenaikan sebesar 3,52 persen menjadi Rp16,3 triliun.
Namun, kenaikan laba bersih itu didorong oleh penurunan pencadangan sebesar 23,18 persen menjadi Rp5,168 triliun. Sementara itu, dari bisnis utamanya, pendapatan bunga bersih BBNI turun 5,2 persen menjadi Rp30,65 triliun. Hasilnya, tingkat Net Interest Margin BBNI juga turun menjadi 4,15 persen dibandingkan dengan 4,64 persen.
Sementara itu, dari risiko NPL net masih mencatatkan kenaikan tipis menjadi 0,63 persen dibandingkan dengan 0,61 persen. Untuk itu, kami proyeksikan BBNI ada potensi menaikkan pencadangan di 2025 yang membuat laju labanya sulit naik tinggi.
Namun, BBNI tampaknya mencoba menahan untuk tidak menaikkan pencadangan agar momennya bisa pas dengan penurunan cost of fund pada 2025 nanti. Sehingga laba bersihnya akan terlihat cenderung stabil.
Apalagi dari segi NPL gross juga masih terjaga cukup baik menjadi 1,97 persen dibandingkan dengan 2,27 persen pada periode sama tahun sebelumnya.
Meski, dari operasional, efisiensi BBRI agak berkurang setelah tingkat CIR naik menjadi 43,83 persen dibandingkan dengan 41,26 persen.
Di luar itu, Ada beberapa momen besar BBNI yang bisa saja terjadi pada 2025, yakni rencana divestasi saham BRIS dan HiBank yang bisa mengenerate cash tambahan untuk emiten ini ekspansi lebih tinggi.
Meski, untuk divestasi HiBank kemungkinan via private placement sehingga BBNI tidak menerima cash, tapi mengalami dilusi kepemilikan.
Jika itu terjadi di 2025, mungkin bisa menjadi pelipur lara ketika risiko NPL mengalami delay effect ke tahun depan. Sehingga harga saham BBNI malah bisa menjadi cukup menarik.
Kesimpulan
Jadi, mana saham bank yang terbaik saat ini? dan bagaimana strategi investasinya?
Untuk strategi investasi akan menyesuaikan dengan karakter banknya. Misalnya, BBCA dan BBNI bisa menjadi pilihan dengan strategi masuk dengan dollar cost averaging. Lalu, kamu bisa lump sum bertahap di kedua saham bank ini dengan melakukan pembelian maksimal 5-10 kali setiap harga sahamnya berada di bawah harga rata-rata yang dimiliki atau saat mengalami penurunan signifikan.
Sementara itu, untuk saham BTPS bisa masuk di harga berapapun saat ini selama kamu punya toleransi hold hingga semester II/2025 atau hingga 2026.
Untuk AGRO, kami menilai posisi harga saham ini sudah cukup mahal. Dengan skala bisnisnya, PBV AGRO sudah mencapai 1,95 kali. Posisi itu sudah lebih tinggi dari BBNI, PNBN, hingga BNLI yang skala bisnisnya lebih besar. Karakter saham AGRO juga cenderung untuk trading dibandingkan dengan investasi.
Nah, kalau kamu lebih pilih saham bank yang mana ini?
Yuk Join Grup Mikirdividen untuk Dapat Pilihan Saham Investasi Jangka Panjang Serta Diskusi dan Update Saham Eksklusif Bersama Ratusan Investor Saham Lainnya
Jika kamu ingin tahu atau mau langsung gabung ke Mikirdividen, kamu bisa klik di sini . Ada promo spesial diskon langsung Rp200.000 untuk langganan setahun!
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini