Saham GIAA Menuju Gocap, Jadi Pilihan Value Investor?
Saham GIAA menuju gocap, apakah harga saham maskapai penerbangan terbaik di Indonesia itu sudah murah? baca prospeknya di sini
Mikir Duit – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. atau saham GIAA sudah turun mendekati level Rp50 per saham. Jika kita membayangkan produk jasa GIAA, apakah layak jika harga sahamnya dihargai gocap? bagaimana prospek bisnisnya ya?
Jujur menurut kami, saham GIAA yang turun mendekati gocap berarti menjadi peluang bagus mengoleksi saham yang mungkin tidak dalam posisi murah, tapi membeli saham bermasalah yang berpotensi bangkit. Bagaimana kami bisa bilang saham GIAA akan bangkit?
Prospek Saham GIAA
Saham maskapai penerbangan mulai mencatatkan kinerja keuangan yang positif. Terutama Singapore Airlines yang telah mencatatkan laba bersih 2,16 miliar dolar Singapura pada kuartal I/2023. Kenaikan itu didorong oleh bisnis maskapai penerbangan komersial yang mulai bangkit dan terepresentasi oleh pertumbuhan pendapatan Singapore Airlines yang naik 133 persen menjadi 17 miliar dolar Singapura.
Bisa dibilang beberapa kinerja emiten maskapai juga lagi tinggi. Seperti, PT Air Asia Indonesia Tbk. (CMPP) yang mencatatkan kinerja pertumbuhan pendapatan kuartal I/2023 tumbuh 503 persen menjadi Rp3,78 triliun. Bisnis Air Asia tumbuh pesat karena perseroan mulai ekspansi rute-rute baru domestik juga.
Bagaimana dengan GIAA? sebenarnya Garuda Indonesia juga mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang signifikan. Seperti, pendapatan dari maskapai komersial tumbuh 87 persen menjadi 506 juta dolar AS. Meski, bottom line-nya, GIAA masih rugi 110 juta dolar AS.
Lalu, apakah kinerja keuangan GIAA bisa bangkit?
Ada beberapa poin untuk menilai prospek saham GIAA bisa bangkit atau tidak.
Pertama, masalah utang GIAA sebenarnya sudah mulai lebih baik. Kini, GIAA tidak punya utang bank jangka pendek. Mayoritas, utang bank dan obligasi cenderung jangka panjang, meski nilainya cukup besar sekitar 1,3 miliar dolar AS.
Kedua, bisnis GIAA mulai pulih setelah tertekan parah selama pandemi Covid-19. Masalah itu sebenarnya bukan cuma menekan GIAA, tetapi juga mayoritas bisnis maskapai penerbangan di seluruh dunia. Jika saat ini mulai pulih, berarti secara sektoral saham-saham maskapai penerbangan dunia juga bisa bangkit.
Ketiga, secara jangka pendek, GIAA punya arus kas setara kas yang cukup bagus, yakni 428 juta dolar AS, meski positifnya arus kas ini bukan didorong oleh operasional, tapi dari aksi rights issue. Namun, hal itu cukup bagus untuk membangkitkan bisnis GIAA di tengah momentum kebangkitan sektor maskapai penerbangan di seluruh dunia dalam jangka menengah pendek.
Prospek Pendapatan GIAA dari Naik Haji
Banyak yang menilai GIAA bakal dapat berkah dari momentum naik haji. Sebenarnya, momentum naik haji adalah siklus pendapatan GIAA. Sebelum pandemi Covid-19, rata-rata kontribusi pendapatan GIAA dari momentum kenaikan haji sekitar 5 persen dari total pendapatan.
Namun, setelah pandemi Covid-19 atau pada 2022, kontribusi momentum naik haji terhadap pendapatan GIAA sedikit turun menjadi 4 persen dari total pendapatan.
Lalu bagaimana dengan 2023? menariknya kuota haji Indonesia mulai terus ditambah. Pada 2023, kuota haji tembus 221.000 kuota haji. Jumlah itu naik signifikan dari kuota 2022 yang sebesar 100.051.
Dari total kuota haji itu, GIAA akan mendapatkan jatah menerbangkan sekitar 104.172 orang atau sekitar 49 persen dari total kuota haji Indonesia. Artinya, ada potensi pendapatan GIAA dari haji pada tahun ini akan meningkat cukup signifikan.
Kesimpulan
Jadi, apakah saham GIAA akan bangkit? secara kinerja keuangan, saham GIAA punya peluang untuk bangkit. Masalah kerugian yang dialami maskapai adalah sebuah siklus. Hampir semua maskapai seluruh dunia pernah mengalami rugi parah hingga hampir bangkrut, termasuk Singapore Airlines hingga Japan Airlines.
Pekerjaan rumah utama GIAA adalah memperbaikin margin keuntungannya baik gross maupun net setelah masuk ke momentum kenaikan pendapatan yang signifikan. Hal itu terlihat dari perbedaan kinerja antara GIAA dengan Singapore Airlines, di mana Singapore Airlines lebih mampu mengelola biaya-biaya sehingga bisa mencatatkan laba bersih.
Apakah GIAA bisa mampu mengelola biaya-biaya operasional dan sebagainya hingga kembali laba bersih?