Saham GOTO vs BUKA, Siapa yang Catat Laba Bersih Duluan?
Saham GOTO mencatatkan rugi besar Rp90 triliun, meski itu mayoritas karena pelepasan goodwill Tokopedia. Tapi, kalau dibandingkan dengan BUKA, siapa yang lebih baik?
Mikirduit – Saham GOTO mengklaim peforma keuangannya sudah sesuai rencana. Apalagi Ebitda Adjusted di tiga bulan kuartal keempat sudah positif. Kira-kira, apakah GOTO bisa meraih profit di tahun ini atau tahun depan? atau malah BUKA yang bisa mencatatkan profit dari operasional bisnisnya terlebih dulu? kali ini kami akan bahas dua saham teknologi yang harganya sudah turun dalam sejak IPO.
Sebenarnya, GOTO dan BUKA adalah dua emiten yag tidak apple to apple untuk dibandingkan. Pasalnya, bisnis kedua emiten ini berbeda jauh, GOTO di layanan on-demand dan financial, sedangkan BUKA di layanan marketplace dan kemitraan bisnis kelontong. Namun, di sini, kami ingin melihat kira-kira siapa antara para unicorn sebelum IPO ini yang bisa mencatatkan laba bersih pertama kali?
Saham GOTO
Saham GOTO mengklaim mencapai target keuangannya, yakni bisa mencatatkan EBITDA yang disesuaikan positif untuk periode Oktober-Desember 2023 senilai Rp100 miliar. Namun, apakah GOTO bisa mencapai EBITDA yang disesuaikan positif secara akumulasi sepanjang 2024?
Melihat kinerja GOTO di 2024, perseroan mampu mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 30,28 persen menjadi Rp14,78 triliun. Lalu, tingkat gross profit margin (GPM) mencatatkan kenaika menjadi 65,55 persen dibandingkan dengan 51,71 persen pada tahun sebelumnya. Hal itu didorong oleh penurunan beban pokok pendapatan sebesar 7,06 persen menjadi Rp5,09 triliun.
Untuk posisi rugi bersih, GOTO mencatatkan pembengkakan menjadi Rp90,39 triliun. Hal itu disebabkan adanya pelepasan sebagian besar aset Tokopedia ke Tiktok pada kuartal IV/2024.
Jika mengecualikan beban goodwill GOTO di periode 2023 dan 2022, posisi rugi bersih GOTO sudah membaik ke level Rp11,26 triliun dibandingkan dengan Rp26,56 triliun pada periode sebelumnya.
Namun, posisi kinerja ini masih tanda tanya karena aset Tokopedia sudah dilepas, tapi pendapatannya masih dikonsolidasikan.
Jika mengecualikan pendapatan dari Tokopedia, kinerja GOTO pun bisa dibilang lebih sehat. Meski, pendapatan sebelum eliminasi turun 32,65 persen menjadi Rp16,28 triliun. Namun, gross profit margin-nya tembus 60,79 persen dibandingkan dengan 57,49 persen saat Tokopedia masih dikonsolidasikan pada 2022.
Lalu, tingkat kerugian usaha GOTO juga turun drastis menjadi Rp4,53 triliun dibandingkan dengan Rp22,63 triliun pada periode sama tahun sebelumnya.
Namun, GOTO mencatatkan kenaikan utang berbunga hingga 141,35 persen menjadi Rp3,7 triliun. Jika dibandingkan dengan ekuitas yang juga turun drastis setelah goodwill Tokopedia keluar, berarti tingkat Debt to Equity Ratio (DER) masih di 0,09 kali. Kecil, tapi tetap berisiko untuk GOTO yang bisnisnya masih negatif. Meski, tingkat kas dan setara kasnya masih ada sekitar Rp25,14 triliun.
Adapun, pencapaian kinerja yang lebih sehat ini berkat penurunan insentif dan pemsaaran produk mencapai 38 persen menjadi Rp14,7 triliun dibandingkan dengan Rp23,8 triliun pada periode sama tahun sebelumnya.
Namun, penurunan insentif dan beban pemasaran itu harus dibayar dengan penurunan gross transaction value sebesar 9 persen menjadi Rp54,3 triliun untuk GOJEK, dan penurunan 9 persen untuk Tokopedia menjadi Rp248 triliun.
Untuk GOTO Financial masih mencatatkan kenaikan gross transaction value menjadi Rp379,7 triliun.
Jadi, apakah GOTO bisa mencapai Ebitda yang disesuaikan pada 2024? jawabannya sangat mungkin karena telah mengurangi beban dari Tokopedia dan tetap mendapatkan recurring income dari marketplace tersebut.
Dengan posisi Grab sudah mencapai level laba bersih di 3 bulan kuartal keempat, ada potensi Gojek dan Grab masih akan melandai dalam memberikan insentif. Dengan begitu, peluang keduanya memperbaiki kinerja menjadi sangat kuat hingga nanti tren suku bunga mulai diturunkan dan menjadi momen meningkatkan insentif yang lebih efektif dalam mengenerate pendapatan.
Dari konsensus analis, GOTO diperkirakan mencatatkan kerugian sekitar Rp8,78 triliun di 2024 dan mulai susut hingga Rp1,93 triliun di 2025. Artinya, GOTO masih belum bisa mencapai laba bersih hingga 2025.
Apakah GOTO layak dibeli? ada beberapa sentimen negatif yang akan datang di akhir Maret 2024, yakni perpindahan saham seri B dengan multiple vote share (MVS). Saham ini nggak akan dilepas ke publik, tapi kemungkinan dilepas ke direksi saat ini. Lock up saham seri B ini berakhir pada 31 Maret 2024. Ini bisa jadi tekanan persepsi founder melepas kepemilikannya di saham GOTO.
Di luar itu, jika konsolidasi antara GOTO dengan GRAB bisa tercipta, meski hampir mustahil. Dengan skema, GOTO akan pegang kawasan Indonesia dan Grab dapat menerima aset GOTO di Asean bisa jadi trigger pergerakan harga sahamnya.
Apalagi, GOTO juga berencana melakukan buyback saham sekitar Rp3,1 triliun. Jika dihitung dengan harga saat ini, GOTO bakal buyback sekitar 3,79 persen dari total sahamnya, serta setara 5,18 persen dari total saham publik. Itu pun jika buybacknya beli saham publik, bukan investor eksisting yang punya kepemilikan di bawah 5 persen ya.
Lalu, apakah saham GOTO sudah murah? dalam perhitungan discounted cashflow dari Simply Wallstreet, harga saham GOTO di Rp65 per saham masih cukup mahal. Soalnya, harga wajar GOTO diasumsikan berada di level Rp58,24 per saham.
Jika dibandingkan dengan rasio Price to Sales GOTO pun menjadi yang paling sebesar 5,1 kali dibandingkan dengan BELI sebesar 3,5 kali dan BUKA sebesar 3,2 kali.
Saham BUKA
Harga saham BUKA masih berada di level paling rendah sepanjang masanya sekitar Rp144 per saham. Meski, level terendahnya di 20 Mei 2024 saat menyentuh Rp136 per saham. Apakah kinerja saham BUKA memburuk apalagi marketplacenya kalah tenar dibandingkan Shopee dan Tokopedia?
Di sini menariknya, secara kinerja BUKA yang paling memungkinkan untuk mencatatkan laba bersih dibandingkan dengan GOTO.
Apalagi, konsensus analis memproyeksikan BUKA bisa mencatatkan laba bersih di 2024 senilai Rp275 per saham. Tapi apakah mungkin?
Jika mengutip laporan kinerja keuangan BUKA di kuartal III/2023 bisa dibilang sangat mungkin. Bahkan, laba bersih itu bisa jadi murni dari operasional di saat posisi investasi mereka di BBHI masih merugi.
Sepanjang kuartal III/2023, BUKA mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 28,94 persen menjadi Rp3,33 triliun. Namun, beban pokok pendapatannya naik lebih tinggi sebesar 37,51 persen sehingga laba kotor hanya naik 8,92 persen menjadi Rp844 miliar. Namun, jika mengabaikan kinerja investasi BUKA di BBHI yang lagi merugi Rp707 miliar, berarti tingkat kerugian BUKA tersisa Rp590 miliar dibandingkan dengan Rp1,59 triliun pada periode sama tahun sebelumnya.
Menariknya, dari segi lini bisnis BUKA. Saat IPO dulu, BUKA sesumbar ingin memperkuat segmen Mitra Bukalapaknya, tapi kini bisnis marketplacenya justru tumbuh lebih agresif.
Pendapatan bisnis mitra Bukalapak hanya tumbuh moderat 9,91 persen menjadi Rp1,59 triliun, sedangkan bisnis marketplace naik 68,52 persen menjadi Rp1,83 triliun. Adapun, bisnis BUKA Pengadaan turun 89,46 persen menjadi Rp11,54 miliar.
Menariknya, jika mengacu ke kinerja laba bersih sebelum eliminasi dengan mengabaikan investasi di BBHI, lini bisnis Marketplace BUKA sudah meraih laba bersih Rp285 miliar. Jika diakumulasi dengan laba bersih sebelum eliminasi mitra bukalapak dan pengadaan hasilnya positif Rp213 miliar.
Meski dari segi angka-angka terlihat bagus, pertanyaannya seberapa menggeliat marketplace Bukalapak hingga bisa menjadi menguntungkan?
Pasalnya, BUKA menjadi marketplace kelima dengan pengunjung terbanyak sebesar 168,2 juta sepanjang 2023. BUKA masih kalah oleh BELI, Lazada, Tokopedia, dan Shopee.
Apalagi, jika memantau obrolan terkait Bukalapak di Twitter lebih banyak yang membahas aktivitas gesek tunai (Gestun) paylater Akulaku. Apakah itu justru yang menggerakkan pendapatan transaksi BUKA?
Itu yang menjadi cukup mengganjal terkait prospek bisnis BUKA.
Adapun, secara valuasi dengan price to sales, posisi BUKA menjadi yang palingmurah dibandingkan dengan GOTO dan BELI.
Kesimpulan
Saham teknologi di Indonesia memang belum menarik perhatian, tapi ketika suku bunga turun bisa jadi saham sektor ikut naik. Meski, yang menarik justru saham sektor yang mengembangkan AI.
Untuk itu, kami menilai baik GOTO dan BUKA belum cocok untuk menjadi saham yang di-hold dalam jangka panjang karena prospek bisnisnya masih belum terlihat. Seperti, GOTO yang masih kerap diisukan mau merger dengan GRAB agar lebih efisien hingga kinerja marketplace BUKA yang meroket, tapi apakah memang ada peningkatan transaksi di marketplace tersebut.
Untuk kedua saham teknologi ini, kami menilai cocok untuk spekulasi beli di harga bawah seperti GOTO di sekitar Rp55 sampai Rp59 bisa menarik diborong, sedangkan BUKA di Rp130 hingga Rp150 juga bisa menjadi menarik untuk diborong.
Kamu ada yang masih HOLD kedua saham ini di harga IPO?
Mau Ikut Ngopdar Online Mikirduit Bahas Dividend Investing Till Multibagger?
Event ini khusus untuk kamu yang sudah jadi member Mikirdividen, bagi kamu yang belum dan mau ikutan event (yang bakal jadi rutin) secara FREE, yuk join Mikirdividen. Kamu akan mendapatkan:
- Update review laporan keuangan hingga full year 2023-2024 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan (HINGGA Maret 2025)
- Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
- Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
- Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)
- Publikasi eksklusif bulanan untuk update saham mikirdividen dan kondisi market
Tertarik? langsung saja beli Zinebook #Mikirdividen dengan klik di sini
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini