Saham TBIG Tender Offer, META Delisting, Investor Ritel Harus Apa?

Saham TBIG mau tender offer sukarela dan saham META mau delisting. Apa kesamaan dan perbedaan keduanya? cek ulasannya di sini ya

Saham TBIG Tender Offer, META Delisting, Investor Ritel Harus Apa?

Mikirduit – Saham PT Nusantara Infrastructure Tbk. alias META membuat kejutan setelah mengumumkan akan melakukan delisting sukarela. Di sini, mulai pada berspekulasi terkait harga tender offer hingga membandingkannya dengan tender offer PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk. (TBIG). Apa itu tender offer? dan apakah tender offer yang akan dilakukan META sama dengan TBIG? 

Apa Itu Tender Offer?

Tender offer adalah aksi penawaran dari satu atau beberapa pihak untuk membeli kepemilikan saham publik yang beredar. Tender offer pun ada dua jenis, yakni mandatory tender offer (MTO) atau tender offer wajib dan Voluntary tender offer (VTO) atau tender offer sukarela. 

MTO dilakukan jika ada perubahan pemegang saham pengendali. Di sini, pemegang saham pengendali yang baru diwajibkan melakukan tender offer kepada pemegang saham yang tidak setuju dengan perubahan kepemilikan tersebut. 

Lalu, VTO lebih kepada tender offer sukarela yang tujuannya bisa untuk meningkatkan porsi kepemilikan menjadi lebih besar lagi.

Kemudian, apa perbedaan tender offer yang dilakukan oleh TBIG dan berpotensi dilakukan META? 

Memahami Tender Offer TBIG

TBIG mengumumkan akan melakukan tender offer sukarela yang dilakukan oleh pengendalinya Bersama Digital Infrastructure pada 7 November 2023. Bersama Digital Infrastructure akan membeli sekitar 1 miliar lembar saham atau 4,42 persen dari total saham beredar di harga Rp2.300 per saham. Harga tender offer itu bisa dibilang premium karena 11 persen dari harga pasar per 8 November 2023. 

Nantinya, jika seluruh tender offer terserap, berarti jumlah pemegang saham publik tinggal 10,91 persen dari saat ini 15,33 persen. Kemudian, Bersama Digital Infrastructure memegang 79,82 persen saham TBIG. 

Adapun, tujuan pemegang saham pengendali TBIG melakukan tender offer sukarela ini lebih untuk memperkokoh kepemilikannya. Sebagai catatan, Bersama Digital Infrastructure adalah pemegang saham baru TBIG setelah mengakuisisi 62,38 persen di harga Rp3.200 per saham pada April 2022 dari PT Provident Capital Indonesia dan PT Wahana Anugerah Sejahtera.

Namun, sejatinya, transaksi itu tidak mengubah pengendalian TBIG. Pasalnya, Bersama Digital Infrastructure ini juga terdiri dari orang-orang terkait dengan Saratoga. 

Deretan pemegang saham Bersama digital infrastructure ada Edwin Soeryadjaya yang memegang 27,89 persen saham tersebut melalui Lynwood Hills Investment Solution. Edwin sendiri merupakan salah satu pendiri Saratoga. 

Lalu, Ada Winato Kartono, eks Kepala Investment Bank Citigroup Global Market yang juga pendiri Provident Capital Indonesia. Winato juga adalah partner Saratoga berinvestasi di TBIG. Winato bersama Hardi Wijaya Liong yang juga Direktur utama TBIG memegang sekitar 25 persen Bersama Digital Infrastructure melalui Perean Holdings Pte. Ltd dan Pujung Investment Pte.Ltd.

Terakhir, ada Gavin Arnold Caudle yang juga pendiri dari Provident Capital partners. Caudle juga menjabat sebagai direktur di PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) yang juga portofolio saham SRTG. Lalu, dia juga memegang sekitar 10 persen saham Bersama Digital Infrastructure melalui Kosambi Holdings dan Sudirman Agung Pte. Ltd. 

Untuk itu, kami menilai aksi tender offer sukarela TBIG hanya untuk lebih menyederhanakan jumlah pemegang saham publik saja. Selain itu, banyak indikasi kalau dari penyerdahanaan ini bakal ada investor atau pemegang saham baru yang masuk. 

Apalagi, saham TBIG dirumorkan bakal dilepas oleh SRTG pada 2021. Waktu itu, PT Wahana Anugerah Sejahtera telah mengajukan proposal kepada bank untuk melakukan transaksi penjualan saham TBIG. Meski, yang terjadi saham TBIG dilepas ke pihak yang juga masih terkait dengan SRTG grup. Namun, apakah strategi selanjutnya akan menemukan mitra strategis atau investor baru lainnya? kita tunggu saja. 

Mitra baru mungkin akan dihubungkan ke pihak yang punya akses ke infrastruktur atau pasar fiber optik. Pasalnya, bicara menara telekomunikasi, bisnis selanjutnya bukan sekadar sewa menara, tapi memberikan layanan fiber optik yang terhubung dengan menara. Saat ini, perusahaan yang punya pangsa terbesar di segmen itu adalah PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR).

Lalu, apakah menarik untuk mengikuti tender offer di harga Rp2.300 per saham? 

Jika dilihat secara valuasinya dengan price to book value (PBV) saat ini, harga saham TBIG sudah cukup murah karena berada di bawah rata-rata 5 tahun standard deviasi minus 1 di 4,41 kali. Meski, jika dibandingkan dengan TOWR dan MTEL, valuasi TBIG ini paling tinggi. Lalu, jika menggunakan harga tender offer di Rp2.300 per saham, berarti harga TBIG dinilai sebesar 4,87 kali. Angka itu lebih tinggi dari posisi PBV rata-rata 5 tahun standard deviasi minus 1 TBIG yang sebesar 4,56 kali.

Namun untuk terkait eksekusi tender offernya atau tidak, jawabannya tergantung, kita pegang di harga berapa? Jika pegang di harga Rp500-Rp700 ya akan menarik. Soalnya, keuntungannya berlipat-lipat ganda dengan harga tender offer sukarela tersebut. Masalahnya kan kalau pegang di harga Rp3.000-an per saham jadinya cut loss.

Perbedaan Tender Offer TBIG dengan META

Sementara itu, saham META memang belum mengumumkan akan melakukan tender offer. Saham konstruksi dari Grup Salim itu baru mengumumkan akan melakukan delisting sukarela. Namun, untuk rencana itu, perseroan akan melakukan RUPS luar biasa pada 19 Desember 2023. Lalu, META juga meminta kepada BEI agar sahamnya disuspensi terlebih dulu.

Kenapa harus disuspensi? agar pergerakan harga saham META tidak terlalu liar jelang delisting sukarela. Pasalnya, saat delisting sukarela, harga saham berpotensi naik dengan harapan investor publik bisa mendapatkan harga tender offer yang menarik. 

Jika melihat historisnya, ada sekitar 6 saham yang delisting sukarela dalam kurang lebih 15 tahun terakhir. Dari keenam saham delisting sukarela itu, mayoritas menawarkan harga tender offer paling kecil 25 persen di atas harga pasar, yakni saham SOBI. Paling besar 356 persen di harga pasar, yakni saham RMBA. 

Selain itu, ada AQUA yang menawarkan harga tender offer 104 persen dari harga pasar. Lalu, ALFA menawarkan 87,5 persen di atas harga pasar, SCBD 106 persen di harga pasar, dan TURI 30 persen di harga pasar.

BACA JUGA: Ini yang Harus Dilakukan Investor Saham Saat Ada Saham Delisting

Bagaimana dengan META?

Jika melihat kondisi permodalan META sampai kuartal III/2023, posisinya free cashflow mereka negatif. Namun, META memiliki saldo laba ditahan yang belum ditentukan penggunaannya senilai Rp419,28 miliar. Namun, modal itu hanya cukup melakukan tender offer untuk seluruh saham publik sebanyak 2,71 miliar lembar saham di harga Rp154 per saham. Angka ini jelas di bawah harga pasar yang per 7 November 2023 di Rp238 per saham. 

Lalu, berapa idealnya harga tender offer saham META? jika tujuannya adalah delisting, mereka harus menghitung harga tertinggi dalam 3 bulan terakhir di mana itu adalah Rp321 per saham. 

Dari posisi itu, META bisa kasih harga 25 persen di atas harga tertinggi, yakni Rp401 per saham. Ini adalah angka tender offer yang ideal, yakni 68 persen di atas harga pasar per 7 November 2023. 

Namun, apakah harganya pasti segini? nah itu dia, pertanyaannya, dari mana uang tambahan META untuk borong saham tender offernya?

Sebenarnya, dalam komponen ekuitas META itu ada komponen lainnya senilai Rp471 miliar. Komponen ekuitas lainnya ini adalah selisih atas nilai transaksi dengan entitas non-pengendali. Jika uang ini bisa digunakan juga untuk bayar tender offer, META bisa borong di harga Rp328 per saham. Angka tender offer itu masih cukup premium, yakni 37 persen di atas harga pasar terakhir. 

Selain itu, META bisa dapat tambahan dana segar untuk tender offer delisting dari hasil IPO Metro Pacific Tollways Corp. yang mau listing di Filipina pada 2024. Metro Pacific Tollways targetkan dana IPO sekitar 500 juta dolar AS atau Rp7,83 triliun. Dengan kebutuhan tender offer di harga Rp328 per saham saja berada di level Rp891 miliar. Jadi cukup menutupi dengan iming-iming untuk ekspansi pembangunan tol elevated kedua di Jakarta.

Kesimpulan

Jadi, bagaimana nasib pemegang saham ritel yang sahamnya mau ditender offer atau delisting sukarela? 

Ya, nggak gimana-gimana sih. Tender offer sukarela TBIG itu sifatnya nggak wajib. Jadi, kalau mau jual bisa, tapi kalau mau hold juga bisa. Toh, untuk saham TBIG niatnya cuma tender offer sukarela saja, bukan untuk delisting. 

Beda kasusnya dengan saham META, jika nanti setelah RUPS luar biasa pada 19 Desember 2023 disetujui, kita harus ikut tender offernya. Pasalnya, kalau tidak ikut tender offer, nanti saham META yang dimiliki sudah tidak bisa diperdagangkan lagi di BEI. Soalnya, tujuan META ini mau keluar dari bursa atau delisting secara sukarela. 

Gimana, jadi kamu sudah bisa persiapkan diri untuk menghadapi tender offer TBIG dan META?

Mau dapat guideline saham dividen 2024?

Pas banget, Mikirduit baru saja meluncurkan Zinebook #Mikirdividen yang berisi review 20 saham dividen yang cocok untuk investasi jangka panjang lama banget.

Kalau kamu beli #Mikirdividen edisi pertama ini, kamu bisa mendapatkan:

  • Update review laporan keuangan hingga full year 2023 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
  • Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
  • Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
  • Siap mendapatkan dividen sebelum diumumkan (kami sudah buatkan estimasinya)

 Yuk langsung join Mikirdividen DISKON LANGSUNG Rp100.000 klik di sini ya

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini

Referensi