Saham TLKM yang Kecanduan Cuan Telkomsel
Saham TLKM adalah satu-satunya BUMN di bidang telekomunikasi, tapi posisinya saat ini masih kecanduan cuan Telkomsel. Gimana prospeknya?
Mikir Duit – Saham TLKM alias PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. menjadi satu-satunya saham milik pemerintah di sektor telekomunikasi. Terutama, setelah PT Indosat Ooredo Hutchinson Tbk. (ISAT) dilepas ke Temasek pada 2002. Mau tau jejak sejarah TLKM?
Sejarah Singkat TLKM
Telkom didirikan pada 1965 dengan nama Perusahaan Negara (PN) Postel dengan bisnis awal Pos dan Telekomunikasi. Namun, tak lama dari didirikan, pemerintah memutuskan membagi dua PN Postel menjadi PN Pos dan PN Telekomunikasi.
Dalam perjalanannya, TLKM pernah bekerja sama dengan ISAT untuk patungan membuat Telkomsel pada 1995. Namun, TLKM membeli saham milik ISAT di Telkomsel dan menukarnya dengan kepemilikan PT Satelindo dan PT Lintasarta pada 2001.
Di luar kolaborasi TLKM dan ISAT, kedua perusahaan ini pernah saling bersaing untuk dulu-duluan masuk Bursa Efek Jakarta, kini bernama Bursa Efek Indonesia. ISAT lebih dulu IPO pada 1994, sedangkan TLKM baru IPO pada 1995 dengan harga penawaran perdana Rp2.050 per saham.
BACA JUGA: Rahasia Bisnis Franchise yang Kamu Wajib Tahu, Ternyata Nggak Bikin Kaya
Jika Beli Saham TLKM Sejak IPO, Berapa Nilainya Saat Ini?
Jika kamu membeli 1.000 lembar saham TLKM saat IPO di harga Rp2.050 per saham. Berarti harus mengeluarkan modal sekitar Rp2,05 juta.
Sepanjang perjalanan TLKM, perseroan telah melakukan pemecahan nilai saham sebanyak 2 kali, yakni di 2004 sebanyak dengan rasio 1:2 dan 2013 sebanyak 1:5.
Artinya, total lembar saham yang dimiliki saat ini sekitar 10.000 lembar saham. Jika dihitung dengan harga penutupan 28 Maret 2023, total investasi di TLKM sebanyak 1.000 lembar sejak IPO sudah menjadi Rp40,6 juta. Artinya, dari selisih kenaikan harga sudah untung sekitar 1.880 persen.
Menariknya, TLKM adalah salah satu emiten yang rutin bagi dividen sejak IPO. Tercatat, TLKM selalu konsisten bagi dividen sejak 1995. Dengan investasi 1.000 lembar saham sejak IPO, berarti total pendapatan dividen hingga 2022 senilai Rp19,16 juta.
Jika ditotal, keuntungan investasi saham TLKM sejak IPO dari kenaikan harga dan dividen berarti sudah mencatatkan kenaikan aset sekitar 2.800 persen.
Kinerja Keuangan TLKM
Kinerja saham TLKM sepanjang 2022 bisa dibilang agak mini. Bukan soal kerugian investasi di PT Goto Tbk. (GOTO) saja, tetapi juga pertumbuhan bisnis operasionalnya cuma naik tipis. Pendapatan TLKM cuma naik 2,86 persen, sedangkan laba bersihnya turun 16 persen.
Bisa dibilang, secara keseluruhan, kinerja TLKM ditopang oleh Telkomsel. Operator seluler terbesar Indonesia yang dimiliki TLKM bersama Temasek itu berkontribusi sebesar 58 persen. Lalu, bisnis Telkomsel juga yang masih mencatatkan pertumbuhan terbesar di atas 20 persen, sedangkan lini bisnis TLKM lainnya tumbuh tipis.
Artinya, TLKM belum mampu meningkatkan pertumbuhan bisnis lainnya selain Telkomsel. Terlihat, agresivitas lini bisnis lainnya masih rendah. Seperti kritikan Menteri BUMN Erick Thohir kepada TLKM saat awal-awal menjabat sebagai menteri, TLKM terlalu bergantung kepada Telkomsel.
Seperti, pendapatan Indihome hanya tumbuh 6,44 persen, sedangkan pendapatan telepon makin terjun bebas 17,48 persen.
Di sisi lain, investasi TLKM di GOTO juga mencatatkan kerugian lebih dalam dibandingkan dengan kuartal III/2022, yakni senilai Rp6,43 triliun. Jika melihat catatan keuangan TLKM pada 2021, TLKM dicatat memegang harga GOTO di angka Rp375 per saham sebanyak 23,72 miliar lembar saham.
Adapun, penurunan laba bersih TLKM di 2022 menjadi pertama kalinya sejak 2018. Penurunan laba bersih TLKM pada 2018 lebih dalam daripada 2022, yakni sebesar 18 persen.
Pengakuan manajemen TLKM pada 2018, penurunan laba bersih TLKM saat itu disebabkan oleh kenaikan fix cost atau beban tetapnya perseroan. Namun, tidak ada alasan mendetail lagi penyebab kenaikan beban tersebut.
Namun, kondisi pada 2018 pun hampir mirip seperti saat ini, bisnis TLKM masih bergantung terhadap Telkomsel sebagai kontributor terbesar dengan pertumbuhan yang konsisten.
Keuntungan Investasi TLKM di Saham GOTO
Jika kita melihat laporan keuangan 2022, TLKM memang terbebani oleh kerugian investasi di GOTO yang mencapai Rp6,43 triliun. Jika melihat laporan keuangan TLKM pada 2021, perusahaan pelat merah itu pegang harga saham GOTO di angka Rp375 per saham sebanyak 23,72 lembar saham.
Artinya, investasi TLKM di GOTO sudah turun sebesar 74 persen. Namun, manajemen TLKM berkali-kali menegaskan investasi TLKM di GOTO bukan cuma mengharapkan keuntungan dari kenaikan harga saja. Namun, ada sinergi bisnis yang kuat antara Telkomsel, anak usaha TLKM, dengan GOTO.
Seperti, sepanjang 2022, manajemen TLKM mengaku kalau mendapatkan pendapatan sekitar Rp1,4 triliun dari sinergi Telkomsel dengan GOTO. Jadi, dengan keluar modal di awal untuk investasike GOTO, mereka bisa mendapatkan pendapatan hingga sekitar Rp1 triliun per tahun dari sinergi bisnis.
Namun, apakah itu cukup sustainable? meski manajemen TLKM menegaskan kalau sinergi bisnis Telkomsel dengan GOTO menghasilkan arus kas untuk perseroan.
Prospek Dividen
Setelah menghimpun laba bersih senilai Rp20,75 triliun sepanjang 2022, kira-kira berapa dividen yang akan dibagikan pada 2023?
Kita akan coba meramal dividen TLKM dengan rata-rata dividen payout ratio (DPR) perseroan selama beberapa tahun terakhir. Sejak 2016-2022, rata-rata DPR TLKM itu sekitar 60-80 persen dari laba bersih.
Namun, ternyata TLKM berani mengajukan dividen 80 persen dari laba bersih. Dengan begitu,
Dengan melihat pertumbuhan operasional bisnis TLKM yang lesu kecuali Telkomsel, kita mengambil asumsi DPR yang konservatif, yakni 60 persen. Artinya, total dividen yang dibagikan senilai Rp16 triliun. Berarti, dividen per sahamnya sekitar Rp167 per saham.
Artinya, jika menggunakan asumsi harga saham TLKM pada 10 April 2023, tingkat dividen yield TLKM senilai 3,98 persen.
Kesimpulan
Secara skala bisnis, TLKM harusnya punya fundamental yang kokoh, tetapi dengan struktur kontribusi pendapatan yang dikuasai Telkomsel. Bisnis TLKM sangat rentan dengan risiko ekonomi, apalagi persaingan pasar provider internet Indihome makin ketat, yang merupakan salah satu kontributor pendapatan terbesar. Belum lagi, pendapatan telepon yang kontribusinya juga cukup besar kian menurun.
Meskipun begitu, sebagai satu-satunya BUMN negara, sebenarnya TLKM akan menjadi perusahaan yang akan selalu ada apapun kondisinya. Kita bisa menilik bagaimana pemerintah mempertahankan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.(GIAA) yang babak belur.
Apalagi, kondisinya TLKM masih laba, meski mencatatkan penurunan pertumbuhan. Seharusnya, untuk jangka panjang, TLKM masih bisa melaju. Akan tetapi, TLKM jelas lebih menarik jika mereka mampu menemukan sumber pendapatan signifikan yang bukan cuma dari Telkomsel.