Sambil Menunggu Pasar Saham Kembali Bullish, Ini yang Investor Bisa Lakukan
Pasar saham terus tertekan, banyak yang frustasi sudah beli saham di harga murah tapi masih mengalami floating loss. Kapan pasar saham akan pulih kembali?
Mikirduit – Pasar saham Indonesia tengah dilanda pesimisme yang sangat tinggi. Investor asing terus keluar, pelaku pasar mencak-mencak kebijakan BEI yang dinilai tidak berdampak positif seperti full call auction dan shortselling, serta Federal Reserve (The Fed) yang terus memberikan harapan palsu terkait rencana penurunan suku bunga. Pertanyaannya, sampai kapan kondisi market seperti ini terjadi?
Sebenarnya, kami melihat tren market saat ini hampir mirip dengan periode 2015, hanya saja sentimennya sedikit berbeda arah. Waktu itu, kondisi rupiah melemah signifikan hingga mencatatkan rekor tertinggi sejak 1998, yakni di Rp14.728 per dolar AS. Pelemahan rupiah terjadi karena tekanan ekonomi makro yang terbebani harga komoditas yang rendah banget, serta maju-mundurnya The Fed menaikkan suku bunga sejak 2013.
IHSG kala itu dalam setahun ditutup turun 11,73 persen. Penurunan tahunan IHSG itu menjadi yang terparah kedua setelah periode krisis finansial 2008 dan pecahnya bubble Bakrie membuat IHSG turun 50 persen.
Kala itu, IHSG masih terdiri dari 10 sektor saham, yakni pertanian, pertambangan, industri dasar, industri lainnya, consumer goods, properti dan konstruksi, infrastruktur dan transportasi, keuangan, perdagangan, jasa dan investasi, serta manufaktur. Sepanjang 2015, seluruh sektor saham mencatatkan penurunan signifikan, tiga sektor terparah antara lain pertambagan turun 40,75 persen, basic industry turun 24,98 persen, dan pertanian turun 26,87 persen.
Penurunan pasar saham selaras dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia yang berada di level tinggi sebesar 7,75 persen, pertumbuhan ekonomi melambat ke level 4,79 persen dibandingkan dengan sebelumnya di sekitar 5 persen, defisit transaksi berjalan yang mencapai 2,06 persen dari Gross Domestik Product (GDP).
Kala itu, merespons dengan arah rencana pengetatan moneter The Fed dan posisi suku bunga BI yang sudah tinggi, pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai paket kebijakan ekonomi untuk bisa menjaga arus investasi asing terjaga dan pertumbuhan ekonomi tetap positif.
Lalu, berapa lama tekanan pasar terjadi setelah penurunan dalam pada 2015?
Kala itu, kunci utama yang ditunggu pasar adalah The Fed harus segera menaikkan suku bunga sejak aksi tapering off (pelonggaran moneter dengan mulai mengetatkan quantitative easing (Q/E) pada 2013. Tren pasar mulai bergairah setelah The Fed merealisasikan kenaikan suku bunga 25 bps pada Desember 2015. Awalnya, banyak yang pesimistis The Fed bakal menaikkan suku bunga di akhir tahun karena secara historis tidak pernah, tapi itu kejadiannya.
Setelah kepastian di terima, pasar saham bergerak lebih baik di tahun selanjutnya. IHSG mencatatkan kenaikan sebesar 15,64 persen sepanjang 2016. Nilai tukar rupiah menguat ke level Rp13.286 per dolar AS.
Artinya, kunci dari perubahan kondisi market adalah kepastian yang diekspektasikan benar-benar terjadi. Sehingga, pelaku pasar bisa merancang berbagai rencana investasi ke depannya.
Kalau Begitu, Kapan Pasar Saham Akan Kembali Pulih?
Sampai 14 Juni 2024, IHSG telah mencatatkan penurunan sebesar 7,4 persen sepanjang 2024. Level penurunan ini menjadi yang tertinggi setelah periode 2015 tersebut. Untuk menentukan, kapan pasar saham bisa pulih, kami akan uraikan apa saja kepastian yang ditunggu pasar?
Pertama, pasar menunggu penurunan suku bunga The Fed. Pasalnya, posisi suku bunga The Fed yang naik agresif sejak 2022 hingga saat ini telah membuat bank sentral lain juga ikut menaikkan suku bunga. Hasilnya, secara ekonomi riil mulai melambat sehingga butuh stimulus pelonggaran moneter. Namun, sampai detik ini, The Fed belum tegas memberikan gambaran kapan suku bunga turun. Ekspektasi pasar penurunan tercepat terjadi di September 2024 dan terlama di Desember 2024.
Kedua, adanya pergantian presiden di Indonesia. Terpilihnya presiden Prabowo Subianto ini menimbulkan banyak polemik dari tidak disukai oleh Amerika Serikat hingga kebijakan kontroversial seperti program makan siang gratis yang bisa menyerap anggaran besar dan berisiko membuat defisit bahkan utang melebar. Salah satu yang jadi perhatian juga terkait Prabowo yang menoleransi jika utang Indonesia naik hingga 50 persen GDP.
Ketiga, pemilihan presiden di AS yang juga bisa menentukan arah kebijakan geopolitik. Jika Trump mampu ikut serta dalam pemilihan dan memenangkan posisi sebagai presiden, ada potensi ketegangan hubungan antara AS dengan Rusia kembali mereda. Meski, hubungan dengan China bisa kembali memanas.
Keempat, pemulihan ekonomi China setelah mengalami tekanan di sektor properti yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Ini juga menjadi kunci bumbu penyedap perbaikan kondisi ekonomi global ke depannya.
Keempat kepastian itu bisa membuat pasar saham sideways mungkin hingga akhir 2024. Jika semua sentimen sudah memberikan kepastian, pelaku pasar yang wait and see bisa langsung bergerak.
Terutama, terkait sentimen suku bunga yang harapannya bisa menambah likuiditas ke pasar saham yang sangat seret belakangan ini. Meski, setelah suku bunga turun, kepastian yang ditunggu adalah kebijakan dari presiden Indonesia baru dan siapa presiden AS selanjutnya.
Kala itu, IHSG masih terdiri dari 10 sektor saham, yakni pertanian, pertambangan, industri dasar, industri lainnya, consumer goods, properti dan konstruksi, infrastruktur dan transportasi, keuangan, perdagangan, jasa dan investasi, serta manufaktur. Sepanjang 2015, seluruh sektor saham mencatatkan penurunan signifikan, tiga sektor terparah antara lain pertambagan turun 40,75 persen, basic industry turun 24,98 persen, dan pertanian turun 26,87 persen.
Penurunan pasar saham selaras dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia yang berada di level tinggi sebesar 7,75 persen, pertumbuhan ekonomi melambat ke level 4,79 persen dibandingkan dengan sebelumnya di sekitar 5 persen, defisit transaksi berjalan yang mencapai 2,06 persen dari Gross Domestik Product (GDP).
Kala itu, merespons dengan arah rencana pengetatan moneter The Fed dan posisi suku bunga BI yang sudah tinggi, pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai paket kebijakan ekonomi untuk bisa menjaga arus investasi asing terjaga dan pertumbuhan ekonomi tetap positif.
Lalu, berapa lama tekanan pasar terjadi setelah penurunan dalam pada 2015?
Kala itu, kunci utama yang ditunggu pasar adalah The Fed harus segera menaikkan suku bunga sejak aksi tapering off (pelonggaran moneter dengan mulai mengetatkan quantitative easing (Q/E) pada 2013. Tren pasar mulai bergairah setelah The Fed merealisasikan kenaikan suku bunga 25 bps pada Desember 2015. Awalnya, banyak yang pesimistis The Fed bakal menaikkan suku bunga di akhir tahun karena secara historis tidak pernah, tapi itu kejadiannya.
Setelah kepastian di terima, pasar saham bergerak lebih baik di tahun selanjutnya. IHSG mencatatkan kenaikan sebesar 15,64 persen sepanjang 2016. Nilai tukar rupiah menguat ke level Rp13.286 per dolar AS.
Artinya, kunci dari perubahan kondisi market adalah kepastian yang diekspektasikan benar-benar terjadi. Sehingga, pelaku pasar bisa merancang berbagai rencana investasi ke depannya.
Apa yang Bisa Dilakukan oleh Investor Saham Saat Kondisi Begini?
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh investor saham dalam kondisi pasar saham yang kurang kondusif saat ini:
- Jika punya modal: dengan ekspektasi modal itu berupa uang dingin, kamu bisa pilih saham yang sudah murah dan masuk bertahap dengan target rentang harga yang jauh. Seperti, masuk di BBRI pada Rp4.200, lalu masuk selanjutnya di Rp3.800-Rp3.900. Sehingga, kamu punya peluang mendapatkan averaging price yang lebih baik. Walaupun, kamu bisa juga langsung lump sum atau all in di harga yang diasumsikan sudah murah dengan catatan harus siap mengalami floating loss dalam jangka pendek. Soalnya, hampir agak mustahil kita mendapatkan harga bottom, jadi pililhannya ambil risiko di harga yang sudah dianggap murah, masuk bertahap dengan risiko bisa jadi sisa modal nggak sempat masuk, atau tidak melakukan pembelian menunggu pasar saham mulai membaik dan harga saham kembali naik dengan permintaan yang tinggi.
- Jika tidak ada modal: lebih baik do nothing atau tidak melakukan apapun. Kecuali, kamu membutuhkan dana di saham, bisa melakukan cut loss. Atau, ada saham yang posisinya lagi untung, kamu mau take profit untuk borong saham fundamental bagus yang lagi murah dengan catatan siap dengan fluktuasi pasar jangka pendek. Lalu, kamu juga bisa cut loss saham untuk pindah ke saham dengan fundamental dan prospek lebih baik dengan catatan kamu ikhlas melakukan cut loss tersebut.
Selain itu, kamu juga bisa meningkatkan sumber pendapatan untuk meningkatkan aset yang dimiliki. Artinya, kamu bisa pilih fokus bekerja atau berbisnis mencari pendapatan aktif untuk menambah modal. Daripada gundah gulana melihat market yang berpotensi masih sideways dan koreksi ke depannya.
Telah Dirilis Ulasan 31 Saham Dividen Paling Oke untuk Jangka Panjang Periode 2024
Yuk join Mikirdividen sekarang juga, kamu akan mendapatkan semua benefit di bawah ini:
- Update review laporan keuangan saham dividen fundamental bagus hingga full year 2024 dalam bentuk rilis Mikirdividen edisi per kuartalan
- Perencanaan investasi untuk masuk ke saham dividen
- Grup Whatsapp support untuk tanya jawab materi Mikirdividen
- Publikasi eksklusif bulanan untuk update saham mikirdividen dan kondisi market
- Event online bulanan
Tertarik? langsung saja beli Zinebook #Mikirdividen dengan klik di sini
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini