Strategi Bottom Up : Fokus Jeroan Perusahaan Buat Cari Saham Anti Badai!
Bottom up analysis, suatu strategi jitu yang bisa kita gunakan untuk mencari saham anti badai ekonomi yang lagi gloomy. Kira-kira gimana cara analisisnya?

Mikirduit - Strategi bottom up bisa menjadi jurus jitu untuk mencari saham-saham yang anti badai di tengah kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian. Kira-kira bagaimana cara analisisnya?
Saat ekonomi mengalami krisis, volatilitas yang tinggi di pasar cenderung sulit dihindari. Banyak saham akan mengalami penurunan harga signifikan, bahkan bagi yang memiliki fundamental kuat sekalipun.
Alhasil, banyak saham yang jatuh itu kemudian dihargai tak sesuai dengan nilai fundamental yang sebenarnya, alias murah.
Namun, apakah saham yang sudah murah itu jadi layak untuk dibeli lagi? Jawabannya, belum tentu.
Kita harus mencermati lagi, bagaimana kondisi fundamental perusahaan yang sebenarnya itu. Apakah mereka dihargai murah karena memang faktor harga saham-nya saja yang turun, atau malah karena penyusutan dari profitabilitas-nya? atau karena efek lain-nya.
Meski begitu, satu hal yang kami yakini adalah perusahaan dengan fundemantal kuat akan lebih tahan badai dari guncangan krisis ekonomi. Dan, ketika nanti ekonomi mulai bangkit, perusahaan itu akan lebih dulu pulih.
"Great businesses are not fragile. They can endure downturns and come out stronger." - Charlie Munger
Nah, di sini strategi untuk mencari saham incaran dari fundamental yang kuat bisa gunakan analisis bottom up.
Apa itu Bottom Up Analysis?
Bottom up, adalah penilaian kinerja individu suatu perusahaan tanpa terlalu mempertimbangkan faktor makroekonomi secara langsung.
Strategi ini bisa dibilang kebalikan dari top to down yang melihat dari big picture dulu baru ke analisis saham secara spesifik.
Sementara, bottom up akan menuntut kita untuk lebih cermat menilai saham lebih spesifik, mulai dari kekuatan posisi keuangan-nya (neraca), kinerja profitabilitas, sampai daya saing-nya terhadap kompetitor.
Cara Analisis Bottom Up
Supaya lebih mudah, kami mengklasifikasi beberapa faktor yang bisa digunakan sebagai metrik penilaian untuk analisis bottom up :
Check Arus Kas Perusahaan
Pertama, yang kita lakukan adalah cross check arus kas perusahaan.
Ada beberapa cara yang bisa kita nilai seperti melihat pertumbuhan kas dan setara kas-nya, free cash flow, atau operasional kas-nya.
Kita bisa melihat satu sampai dua jenis dari arus kas itu. Namun, yang paling penting adalah perusahaan harus memiliki kas yang positif, akan lebih baik jika kas selalu tumbuh dari tahun ke tahun, yang artinya laba perusahaan berkontribusi optimal pada aset perusahaan.
Dengan kas yang positif ini juga memberikan sinyal bahwa perusahaan punya kemampuan optimal untuk membayar kewajibannya, dan bisa ekspansi.

Check Tingkat Utang
Kedua, check tingkat utang perusahaan, kita bisa pakai beberapa rasio seperti net debt per equity (DER) dan Gearing Ratio,
Untuk indikator debt yang dipakai, akan lebih baik untuk kita pakai utang perusahaan yang berbunga saja. Pasalnya, utang berbunga itu sangat sensitif dengan kondisi suku bunga tinggi.
Suku bunga tinggi membuatperusahaan yang punya utang berbunga banyak, akan mengalami lonjakan beban untuk ongkos pinjamannya.
Jadi, lebih baik kita cari perusahaan yang punya utang berbunga minim, syukur-syukur tidak punya malah lebih baik.
Nah, balik lagi ke net DER, ini rumusnya adalah utang berbunga perusahaan dikurangi kas dan setara kas kemudian dibagi dengan total ekuitas atau modal perusahaan.
Sementara, untuk gearing ratio rumusnya membagi utang berbunga perusahaan dengan total aset.
Prinsip dari dua rasio itu sebenarnya sama saja untuk mengukur tingkat utang. Idealnya, baik net debt dan gearing rasio nilai-nya tidak boleh lebih dari satu kali.
Adapun perbedaan dari keduanya. Gearing Ratio, sifatnya lebih luas karena hanya membandingkan utang berbunga dengan ekuitas atau total aset, tanpa mempertimbangkan kas dan setara kas.
Sementara, net DER lebih spesifik karena memberikan gambaran lebih realistis tentang beban utang bersih.
Check Profitabilitas : Margin Laba - Kontribusi Tiap Segmen
Cara ketiga adalah menilai profitabilitas perusahaan.
Profitabilitas perusahaan ini letaknya ada di laporan laba rugi. Akan lebih baik kalau kita membaca rinci terkait pendapatan perusahaan sampai laba bersih-nya.
Namun, kita juga bisa pakai cara yang lebih simple, yakni menilai dari rasio margin.
Rasio margin yang dipakai ada dua yaitu Gross Profit Margin (GPM) dan Net Profit Margin (NPM).
GPM, ini memperhitungkan margin dari laba kotor dibagi dengan pendapatan.
Karena GPM menilai dari laba kotor, maka rasio ini menunjukkan seberapa efisien perusahaan dalam mengendalikan biaya produksi-nya, biasanya di laporan keuangan ditulis pos beban pokok pendapatan (HPP atau COGS).
Sementara, NPM lebih memperhitungkan laba bersih terhadap pendapatan.
Karena NPM memakai laba bersih, maka hasi dari rasio ini menunjukkan seberapa efisien perusahaan dalam mengendalikan seluruh biaya yang dikeluarkan, dari biaya produksi, operasional, termasuk pajak.
Penggunaan kedua rasio itu menurut kami bersifat komplementer atau saling melengkapi. Idealnya, rasio margin yang baik adalah yang sama-sama semakin bertumbuh positif di setiap periode-nya.
Namun, harus cermati juga seberapa besar gap antara NPM dan GPM. Biasanya GPM itu lebih tinggi dari NPM, tetapi bisa juga sebaliknya.
Idealnya, GPM lebih baik di atas NPM, tetapi dengan gap yang tidak terlalu jauh. Hal ini agar perusahaan dalam mengeluarkan biaya tetap efisien, dan pendapatan yang dihasilkan berkontribusi optimal ke bottom line.
Terakhir, masih dari sisi profitabilitas, kita bisa check tiap-tiap segmen perusahaan yang berkontribusi pada pendapatan. Kita bisa klasifikasikan segmen dari kontribusi yang paling besar.
Hal ini cukup penting untuk kita nilai, karena nanti kita bisa hubungkan dengan kondisi ekonomi terkini.
Jika segmen bisnis yang menjadi kontributor utama pendapatan mengalami perlambatan karena kondisi sektornya terpukul, maka itu akan menghambat perusahaan untuk bangkit.
Dari situ, kita bisa identifikasi risiko terberat yang perlu dihadapi perusahaan dan mencari tahu bagaimana kekuatan perusahaan dalam menghadapi risiko itu.
Jika perusahaan dari poin pertama dan kedua masih cukup baik, maka risiko tersebut masih bisa dihadapi. Tapi, jika yang terjadi sebaliknya, yasudah kita balik arah cari saham lain atau kalau sudah punya kita bisa jadi antisipasi risiko untuk mulai kurangi porsi.
Mengutip dari Howard Marks yang mengatakan "You can’t predict. You can prepare."
Pada dasar-nya kita tidak bisa memprediksi secara pasti bagaimana harga saham itu bergerak naik atau turun.
Dalam kondisi pasar yang gloomy, kita juga tidak bisa menebak secara pasti bottom ada di mana, tapi satu hal yang bisa kita kontrol adalah kita bisa bersiap-siap. Baik itu dalam meminimalisir risiko maupun mencari peluang di masa-masa ketidakpastian atau psimisme.
"Bull markets are born on pessimism, grow on skepticism, mature on optimism, and die on euphoria." – John Templeton
Saham perusahaan hebat yang mengalami penurunan selama krisis bukan berarti buruk—sebaliknya, mereka adalah peluang terbaik bagi investor jangka panjang. Ketika ekonomi bangkit kembali, mereka akan menjadi yang pertama untuk pulih dan bahkan mencapai level tertinggi baru. Kunci dari strategi ini adalah memiliki kesabaran, keyakinan terhadap fundamental perusahaan, serta kemampuan untuk tetap tenang di tengah gejolak pasar.
Sebagaimana dikatakan oleh Charlie Munger, "The big money is not in the buying and selling, but in the waiting." Maka dari itu, pilihlah perusahaan hebat, tahan badai ekonomi, dan bersiaplah untuk keuntungan besar saat pemulihan terjadi.
Pada dasarnya, kita tidak bisa memprediksi secara pasti bagaimana harga saham akan bergerak—apakah naik atau turun. Dalam kondisi pasar yang penuh ketidakpastian dan pesimisme, menemukan titik terendah (bottom) juga bukan sesuatu yang bisa kita tebak dengan akurat. Namun, satu hal yang bisa kita kontrol adalah bagaimana kita mempersiapkan diri.
Di tengah pasar yang gloomy, investor yang bijak akan berfokus pada dua hal: meminimalisir risiko dan mencari peluang di saat ketidakpastian. Sebagaimana dikatakan oleh John Templeton, "Bull markets are born on pessimism, grow on skepticism, mature on optimism, and die on euphoria." Artinya, ketika pasar berada dalam fase pesimisme, justru saat itulah peluang terbaik muncul bagi mereka yang siap mengambil langkah.
Saham perusahaan hebat yang mengalami penurunan selama krisis bukan berarti buruk—sebaliknya, mereka adalah peluang emas bagi investor jangka panjang. Ketika ekonomi bangkit kembali, perusahaan-perusahaan dengan fundamental kuat akan menjadi yang pertama untuk pulih, bahkan mencapai level tertinggi baru.
Kunci dari strategi ini adalah kesabaran, keyakinan terhadap fundamental perusahaan, serta ketenangan dalam menghadapi gejolak pasar. Sebagaimana dikatakan oleh Charlie Munger, "The big money is not in the buying and selling, but in the waiting." Maka dari itu, pilihlah perusahaan hebat, tahan badai ekonomi, dan bersiaplah untuk meraih keuntungan besar saat pemulihan terjadi.
Konsultasikan dan Diskusi Kondisi Portomu dengan Join Mikirdividen
Jika kamu ingin tahu atau mau langsung gabung ke Mikirdividen, kamu bisa klik di sini .
Untuk mengetahui tentang saham pertama, kamu bisa klik di sini.
Jika ingin langsung transaksi bisa klik di sini
Langganan Sekarang dan dapatkan Fix Rate perpanjangan seperti harga pembelian pertama selama dua tahun ke depan.
Beberapa benefit baru:
- IPO Digest Premium
- Saham Value dan Growth Bulanan yang Menarik
- Update porto Founder Mikirduit per 3 bulan
Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini