Strategi Investasi Saham Anti Boncos Saat IHSG Meroket

IHSG sudah meroket 9 persen dalam 1 bulan terakhir. Bisa dibilang posisi IHSG sudah pulih dari penurunan 3 bulan hanya dalam 1 bulan. Apakah artinya saatnya FOMO kejar harga saham yang lagi naik?

Strategi Investasi Saham Anti Boncos Saat IHSG Meroket

MIkirduit – IHSG sudah naik sekitar 9 persen sejak level terendah di 19 Juni 2024. Di sini, kamu yang tidak sempat nyerok cukup banyak saat saham-saham lagi di level terendah langsung berpikir, apakah terlambat dan harus HAKA saat ini juga? apa yang sebaiknya dilakukan saat IHSG sudah naik cukup kencang seperti saat ini? 

IHSG bisa dibilang merepresentasikan pergerakan harga saham yang ada di Indonesia, terutama saham yang memiliki bobot besar ke IHSG. Misalnya, per Juni 2024, 10 saham dengan bobot terbesar ke IHSG antara lain, BBCA (9,13 persen), BMRI (7,97 persen), BBRI (7,02 persen), BREN (5,56 persen), TLKM (5,21 persen), AMMN (4,84 persen), TPIA (4,84 persen), BYAN (3,4 persen),ASII (2,86 persen), dan BBNI (2,41 persen). 

Saat IHSG naik sekitar 9 persen dalam sebulan terakhir, berarti kontributor terbesarnya mayoritas dari saham-saham tersebut. 

Pertanyaannya, apa yang harus dilakukan oleh investor saham saat IHSG sudah naik tinggi seperti ini?

Strategi Investasi Saham Saat IHSG Sudah Naik Tinggi

Kenaikan IHSG dalam sebulan terakhir memiliki kontribusi net buy asing yang mulai meningkat setelah penutupan pasar 19 Juni 2024. Hal itu terlihat dari total 18 hari perdagangan, investor asing mencatatkan net buy sekitar 11 hari perdagangan. 

Namun, peran investor domestik juga cukup besar dalam mendorong permintaan beli saham-saham di Indonesia. Pasalnya, tingkat net buy asing sejak 21 Maret 2024 belum kembali sepenuhnya ke Indonesia hingga 13 Juli 2024. Namun, IHSG sudah mencapai level yang sama sebelum ditinggal oleh investor asing. Artinya, daya beli investor lokal cukup tinggi. 

Dengan kondisi likuiditas yang bisa dibilang cukup seret, terlihat dari rata-rata nilai perdagangan harian masih di bawah Rp10 triliun, investor domestik tampaknya mendapatkan tambahan likuiditas dari pembagian dividen. Sehingga bisa meningkatkan permintaan beli dan mengerek beberapa harga saham lebih tinggi lagi. 

Namun, apakah ini akan terus berlanjut? jawabannya tidak. 

Alasannya, likuiditas investor domestik masih terbatas, sedangkan investor asing tidak akan sepolos itu masuk saat posisi harga saham masih cukup tinggi. Kecuali dalam kasus ada saham Indonesia yang masuk indeks global, sehingga ada passive fund seperti Exchange Traded Fund (ETF) yang auto beli saham yang masuk ke indeks global. 

Sehingga, ada potensi tingkat permintaan beli kembali melambat dan turun sehingga berganti dengan permintaan jual. Tujuannya, para investor dan trader mulai take profit terlebih dulu untuk mendapatkan likuiditas alias modal untuk kembali melakukan aksi beli. 

Untuk itu, kamu yang merasa masih punya modal tidak perlu khawatir merasa terlambat borong saham. Pasalnya, peluang masuk ke pasar saham dengan harga yang lebih baik masih bisa terjadi. 

Kapan itu terjadi? ketika terjadi aksi take profit untuk kembali mengisi likuiditas para investor dan trader sebelum kembali melakukan aksi beli. Ini bisa terjadi di akhir Juli 2024 setelah rilis laporan keuangan selesai, atau awal Agustus 2024 setelah rapat FOMC atau Federal Reserve. 

Sehingga, bagi investor saat ini bisa pantau pergerakan harga saham yang sudah naik tinggi, tapi masih tidak jauh dari harga wajar. Sehingga saat mengalami penurunan dan banyak fear yang terjadi, kamu bisa masuk di harga yang lebih baik. 

Apa saja sahamnya? kami akan ulas di Market Outlook Semester II/2024 Mikirduit pada 20 Juli 2024. Cara daftarnya bisa baca di akhir artikel ini!

Cara Beli Saham di Harga Tinggi, tapi Tetep Berpeluang Cuan
Ada yang bilang beli saham di harga murah, kalau di harga tinggi nanti jadi Greater Fool lho. Namun, beli saham di harga tinggi nggak selalu buruk jika kamu sesuai dengan kriteria ini.

Tapi, Arah Suku Bunga The Fed Hampir Pasti Turun, Apakah Nggak Ketinggalan Harga Jika Harus Wait and See Terlebih Dulu?

Salah satu sentimen terbesar yang dinantikan market adalah kepastian penurunan suku bunga The Fed. Ekspektasinya terjadi pada September 2024, karena FOMC terakhir akan terjadi di akhir Juli dan kembali mengumumkan hasil rapat di awal September 2024. Dengan asumsi The Fed masih melihat kondisi data ekonomi hingga akhir Juli 2024, berarti peluang terbesar penurunan suku bunga terjadi di September 2024. 

Apalagi, data ekonomi AS terakhir, seperti inflasi sudah mulai menujukkan penurunan. Inflasi bulanan AS sampai mengalami deflasi 0,1 persen, sedangkan secara tahunan turun lebih dalam dari ekspektasi market, yakni menjadi 3 persen dari ekspektasi sebelumnya 3,1 persen. Jika inflasi sudah menyentuh 2 persen-an, ada potensi The Fed tanpa basa-basi akan menurunkan suku bunga. 

Nah, dengan sentimen ini bukannya ada potensi harga saham akan ngacir lebih cepat lagi? kalau begitu, untuk apa kita melakukan wait and see

Ingat, pasar saham bicara forward looking, ketika harga saham sudah mencapai level murah, beberapa investor besar yang masuk sudah mempertimbangkan sentimen itu. Sehingga melakukan aksi beli yang cukup besar sebelum sentimen benar-benar terjadi. Ibaratnya bak sebuah pertaruhan atas asumsi penurunan suku bunga akan terjadi di September. 

Akhirnya,kenaikan harga saham terjadi lebih cepat sebelum kepastian itu terjadi. Lalu, apa yang terjadi setelah ada kepastian? ya mereka melakukan aksi jual yang sering disebut dengan istilah price in alias investor sudah mengantisipasi sentimen itu dari jauh-jauh hari sehingga saat itu kejadian malah jadi jualan. Selain itu ada juga istilah yang bilang sell on news, jual saat berita muncul. 

Kenapa itu terjadi? ya karena investor besar sudah mempertaruhkan seluruh modal yang dialokasikan ke saham. Sehingga saat sentimen benar-benar terjadi tinggal melakukan panen saja dan mencari peluang beli terbaik setelah penurunan harga. 

Kesimpulan

Price in dan pola sell on news ini terjadi jika tingkat kepastian sudah hampir di atas 60 persen. Sehingga banyak investor bertaruh masuk saat harga saham sudah murah, sedangkan jika kepastian masih di bawah 50 persen, mereka akan melakukan wait and see untuk menjaga modalnya. 

Untuk itu, bagi kamu yang nggak sempat beli di bawah beberapa waktu lalu, sebaiknya wait and see sampai harga saham koreksi atau sinyal IHSG balik ke 7.000 (koreksi terdalam dari prediksi kami), sebelum nantinya lanjut naik. 

Kecuali kamu menemukan saham yang punya prospek bagus dan harga sahamnya masih murah, serta siap menghadapi risiko fluktuasi jangka pendek yang tidak bisa diprediksi.

Join Market Outlook Semester II/2024 Mikirduit Pada 20 Juli 2024 Pukul 13:00 - selesai secara Online

Market outlook semester II/2024 akan membahas saham-saham potensial dari untuk investing maupun trading pendek yang menarik. Kamu yang ikutan akan diberikan booklet spesial market outlook jelang penurunan suku bunga the Fed agar tidak kelewatan momentum jelang bullish market.

Jika kamu bukan member Mikirdividen, kamu bisa daftar presale diskon Rp50.000 dengan kode promo SAHAMBULLISH dengan klik link ini (kode promo bisa dimasukkan setelah klik tombol bayar)

Lalu, jika kamu mau ambil paket lengkap bisa join Mikirdividen Bundling dan dapatkan paket lengkap:

  • Ulasan 31 Saham Dividen Jangka Panjang yang Diupdate Setiap Rilis Laporan Keuangan
  • Publikasi Bulanan untuk gambaran arah market sebulan ke depan, terbit setiap akhir bulan
  • Grup diskusi mikirdividen
  • Event Online Bulanan termasuk Market Outlook Semester II/2024

Klik di sini untuk join Mikirdividen Bundling dan nikmati potongan harga tambahan jika menggunakan kode promo SAHAMBULLISH.

Jangan lupa follow kami di Googlenews dan kamu bisa baca di sini